Mohon tunggu...
ummi anisatul amiroh
ummi anisatul amiroh Mohon Tunggu... Lainnya - MAHASISWA UIN RADEN MAS SAID SURAKARTA PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM

SEORANG MAHASISWA PERANTAU DARI KOTA SEBELAH YANG INGIN MENGULIK ILMU LEBIH DALAM DI SOLO

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Esensial Pencatatan Perkawinan Mahasiwa Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta

22 Februari 2023   22:28 Diperbarui: 22 Februari 2023   22:46 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

  • Anisa Dwi Ustadiyah            (212121009) Anisadwi683@gmail.com
  • Nurul Faidah                         (212121011) nurullfaydidah@gmail.com
  • Misty Pramesthi                    (212121019) mistyprames@gmail.com
  • Danik Widiastuti                   (212121034) widi44355@gmail.com
  • Ummi Anisatul Amiroh        (212121137)  umianisa07@gmail.com  

Abstract

Registration of marriage is the activity of writing important events in one's life, namely regarding marriage. The importance of registering a marriage must be known by the bride and groom because it relates to the existing regulations in Indonesia. In addition, registration of marriages is very useful for protecting the rights in a marriage, not only the rights of the bride and groom but the rights of their future descendants. Registration of marriage is the initial requirement for the bride and groom to take care of it or as an initial condition for them to obtain legal rights as citizens of Indonesia, as we know that our country is a country of laws. 

After the bride and groom have registered their marriage, their authentic sign as husband and wife that is legally religious and state is the existence of a marriage book, this is administrative proof that the bride and groom are in accordance with the laws and regulations in our country. So the couple has the right to get legal protection both positively and normatively. This registration is not related to the validity or invalidity of a marriage, a marriage will remain valid if it is not recorded, but this is only legal from the point of view of one's religion or beliefs, not legal from the eyes of the law and the state.

Keywords: registration, marriage, law, state, religion.

Abstrak

Pencatatan perkawinan adalah kegiatan penulisan peristiwa penting dalam kehidupan seseorang yaitu mengenai pernikahan. Pentingnya pencataan perkawinan harus diketaui oleh kedua mempelai karena berkenaan dengan aturan yang ada di Indonesia. Selain itu pencatatan perkawinan sangan berguna untuk melindungi hak-hak dalam sebuah perkawinan, bukan hanya hak kedua mempelai melainakan hak dari keturan mereka kelak. 

Pencataaan perkawinan merupakan syarat awal mempelai untuk mengurus atau sebagai syarat awal mereka mendapatkan hak-hak hukum sebagai warga Negara Indonesia, sebagai mana yang kita ketahui Negara kita adalah Negara hukum. Setelah mempelai mencatatkan pernikahan mereka maka tanda otentik mereka sebagai suami istri yang sah secara agama dan Negara adalah adanya buku nikah, ini merupakan bukti administratif bahwa kegua mempelai sudah sesui dengan aturan perundang-undangan yang ada di Negara kita. 

Maka pasangan tersebut sudah berhak mendapatkan perlindungan hukum baik secara positif dan normative. Pencatatan ini bukan berkaitan sah atau didaknya suatu perkawinan, suatu perkawinan  akan tetap sah bila tidak dicatatkan namun hal itru hanya sah dari segi agama atau kepercayaan seseoran bukan sah dari mata hukum dan negra.

Kata kunci : pencatatan, perkawinan, hukum, Negara, agama.

Sejarah pencatatan perkawinan di Indonesia 

di dalam sebuah kegiatan dan tindakan tidak bisa terlepas dari sebuah data dan berkas seperti halnya dalam pendaftaran dan pencatatan pernikahan yang mana telah banyak terformasi dari waktu ke waktu. Dalam sejarahnya pencatatan perkawinan di Indonesia dibagi menjadi dua periode. Periode pertama sebelum tahun 1974, dimana berkaitan dengan hukum perkawinan masih bersumberkan pada Sistem  Hukum  Perkawinan  KUHPerdata  yang  berlandasakan  pada Burgelijk Wetboek, sistem hukum perkawinan adat yang berlandaskan pada hukum adat dan sistem hukum perkawinan islam.

Sistem hukum perkawinan islam ini berlandaskan   pada   Compendium  Freijer(masa  VOC  tahun  1750-1765), Hukum  Islam (masa  Deandels  tahun  1800-1811), Hukum  Islam  (masa  T.  S. Raffles  tahun  1811-1816, RR/Stbl.  1885  No  2, IR/Stbl.  1925 No.   416;   Stbl.   1929   No.   221,RO   Perkawinan   Tercatat, Undang-undang  No.  22  Tahun  1946  tentang  Pencatatan  Nikah,Talak,   dan   Rujuk,   dan Undang-undang   No.  32   Tahun   1954 tentang  Berlakunya  Undang-undang No.  22  Tahun  1946  tentang Pencatatan  Nikah,  Talak  dan  Rujuk  di Seluruh  Daerah Jawa  dan Madura

Periode kedua yaitu setalah tahun 1974 berlakunya UU No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan atau masa univikasi(persatuan)hukum yang berdasarkan pada UU No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan UU No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam.

  • Mengapa Pencatatan Perkawinan Diperlukan?

Mengingat pentingnya sebuah pencatatan pernikahan tak lain dan tidak bukan yaitu agar pernikahan nya dapat diakui oleh negara. pernikahan yang telah didaftarkan di kantor catatan sipil / Kantor Urusan Agama akan memperoleh akta nikah merupakan dokumen penting yang menjadi bukti telah diberlangsungkan sebuah pernikahan yang sah.

Tidak hanya itu, dengan tidak mencatatkan perkawinannya yang sangat mengalami kerugian yaitu dari pihak perempuan karena perempuan tidak dianggap sebagai istri yang tidak sah, seperti yang kita ketahui dia tidak akan memiliki hak atas nafkah dan selain itu jika dia telah memiliki anak dari pernikahan yang tidak dicatatkannya itu maka sang anak ini juga tidak akan mendapatkan bagian warisan apabila ayah biologisnya ini meninggal dunia, dan bagi sang istri pun tidak berhak atas harta goni-goni jika terjadi perceraian.

Itulah mengapa sebuah pencatatan perkawinan diperlulan,karena menikah tidak hanya harus sah secara segi agama, tetapi juga harus sesuai dengan hukum negara agar terjamin kepastian dan perlindungan hukum bagi khususnya isteri dan anaknya kelak.

  • Pencatatan pernikahan pun telah diatur dalam perundang-undangan yang berlaku (pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan). Dan dari segi agama pun para ulama berpendapat jika pernikahan di bawah tangan hukumnya bisa menjadi haram dan nikah yang dicatatkan adalah kewajiban supaya berakibat baik pada umat Islam.
  • Makna Filosofis, Sosiologis, Religius dan Yuridis

Makna Filosofis

Dalam pencatatan nikah makna secara filosofis yaitu untuk mewujudkan ketertiban dan kepastian hukum baik bagi yang bersangkutan maupun orang lain dan masyarakat. Berkaitan dengan landasan filosofis pernikahan dan pencatatan perkawinan, Zainuddin Ali  memisahkan antara keabsahan perkawinan dan pencatatan nikah menjadi dua asas, yaitu:

1) asas keabsahan perkawinan didasarkan pada hukum agama dan kepercayaan bagi pihak yang melaksanakan perkawinan.

2) asas pencatatan perkawinan didasarkan untuk mempermudah mengetahui manusia yang sudah menikah atau melakukan ikatan perkawinan.

Menurut hukum Islam pernikahan/perkawinan yang sesuai dengan landasan filosofis yaitu yang berdasarkan Pancasila, sila pertama, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa. Landasan filosofis juga terdapat dalam Pasal 2 KHI yang berisi:

1) Perkawinan semata-mata menaati perintah Allah

2) Melaksanakan perkawinan adalah ibadah

3) Ikatan perkawinan bersifat mīṡāqan galīẓan (ikatan yang kokoh).

Berdasarkan landasan filosofis perkawinan tersebut, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa  perkawinan Islam adalah meliputi aspek akidah, ibadah dan muamalah.

Makna sosiologis

Perkawinan yang sah menurut aturan agama adalah perkawinan yang telah memenuhi tatatertib hukum agama, begitu pula perkawinan yang sah menurut hukum adat adalah perkawinan yang telah memenuhi tata-tertib hukum adat. Sahnya perkawinan menurut hukum adat bagi masyarakat hukum adat di Indonesia pada umumnya tergantung pada agama yang dianut masyarakat adat bersangkutan. Pencatatan nikah di Indonesia secara sosiologis diakui keberadaannya (pencatatan nikah) yang dapat dilihat dari dua perspektif, yakni pengakuan dari masyarakat dan kebijakan dari pemerintah

Makna Yuridis

  • Dalam suatu perkawinan yang sah dan pencatatan perkawinan disebutkan dalam satu pasal yaitu pada Pasal 2 UUP. Pasal 2 ayat (1) UUP menyatakan, “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.” Pasal ini dipertegas dalam penjelasan Pasal 2 UUP, yang menyatakan, “Dengan perumusan pada Pasal 2 ayat (1) ini, tidak ada perkawinan di luar hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya

Makna Religius

Mencatatkan perkawinan dengan makna religius khususnya islam menurut KHI (Pasal 6) setiap muslim diharuskan untuk mencatatkan perkawinannya ke catatan sipil agar prinsip mitsaqan ghalidzan seperti yang tercantum dalam Pasal 2 KHI tetap terjaga dalam suatu perkawinan, sehingga tujuan hukum Islam (ghayah al- tasri) seperti yang tercantum dalam Pasal 5 juga terwujud untuk kemaslahatan bagi masyarakat (umat).

D. Bagaimana menurut pendapat kelompok kalian tentang pentingnya pencatatan perkawinan serta apa dampak yang terjadi jika perkawinan tidak dicatatkan secara sosiologis, religious, yuridis

Menurut kelompok kami pencatatan perkawinan ini sangat penting untuk dilakukan karena dengan adanya pencatatan perkawinan bisa lebih memberikan jaminan hukum serta menjamin hak hak suami istri. hal ini karena pada dasarnya di negara kita dikatakan perkawinan itu sah apabila telah memenuhi rukun dan syarat yang telah ditentukan oleh undang undang  serta telah dicatatkan. Artinya bahwa suatu perkawinan itu akan diakui oleh negara dan pemerintah ketika telah dicatatkan baik itu di Kantor Urusan Agama (KUA) bagi masyarakat yang beragama islam ataupun di Kantor Catatan Sipil untuk masyarakat yang beragam non muslim. 

Dengan adanya pencatatn perkawinanpun sistem administrasi akan lebih tertib dan tertata. Selain itu pencatatan perkawinan juga akan mempermudah untuk menyelesaikan masalah masalah hukum yang timbul akibat perkawinan tersebut. Misalnya berkaitan dengan hak waris, hak asuh anak, hak istri atas nafkah suami dan lain sebagainya.

Suatu aturan tidak mungkin diperintakan kepada kita kecuali dengan aturan itu akan memberikan manfaat bagi kita. Begitupun aturan tentang perintah untuk mencatatkan perkawinan, hal ini karena dengan adanya pencatatan perkawinan itu akan memberikan manfaat telebih pada masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu sebaliknya jika perkawinan tidak dicatatkan maka akan memberikan dampak negative bagi masyarakat. Dampak itu akan timbul dalam beberapa aspek diantaranya adalah sebagai berikut:

Dampak pada aspek sosiologis

  • Dalam aspek sosiologis dampak dari perkawinan yang tidak dicatatkan akan menimbulkan stigma negative dalam masyarakat. Yang mana dengan stigma itu akan berakibat dikucilkannya orang yang tidak mencatatkan perkawinan atau bahkan menjadi buah bibir dalam masyarakat. Seperti contoh seseorang yang tidak mencatatkan perkawinan (nikah siri) dengan tujuan agar tidak mau dana pensiunan dari suami/ istrinya yang telah meinggal itu hangus pasti dengan ini akan menimbulkan buah bibir pada masyarakat sekitar. 
  • Pun dengan itu akan mengakibatkan hubungan antara pelaku dengan masyarakat menjadi renggang hingga akan berdampak pada terkikisnya pesatuan dan kesatuan. Contoh lain misalnya tidak dicatatkan perkawinan akibat dibawah umur pasti akan menimbulkan anggapan pada masyarakat bahwa yang bersangkutan telah mengalami hamil diluar nikah meskipun faktanya sebaliknya.

Dampak pada aspek religious

  • Akibat tidak dilakukannya pencatatan perkawinan dapat menimbulkan dampak negative dari segi religus. Terkadang perkawinan yang tidak dicatatkan seperti halnya nikah siri akan menimbulkan tanda tanya dalam masyarakat yang tak lain akan menggiring pada opini opini negatif. Dengan adanya opini opini yang mungkin tidak sesuai dengan fakta yang ada akan menimbulkan suatu fitnah dan suudzon yang tentu sangat berdosa.

  • Mengingat bahwa pernikahan adalah suatu ikatan suci yang tak lain juga sebagai salah satu jalan untuk beribadah kepada Allah maka tak pantas jika hal ini dipandang negative hanya karena tidak dicatatkan.
  • Disisi lain perihal pencatatan perkawinan juga di qiyaskan dengan pencatatan hutang piutang sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Q.S Al Baqarah ayat 182. Jika untung urusan hutang piutang saja Allah memerintahkan untuk mencatatkan lalu bukankah untuk urusan pernikahan yang tak kalah pentingnya juga demikian

Dampak Yuridis

  • Jika perkawinan tidak dicatatkan maka tidak akan memiliki kekuatan hukum, seperti halnya nikah sirih dikhawatirkan akan menimbulkan banyak madharat. Sebagai contoh jika perkawinan tidak dicatatkan jika nanti sewaktu waktu suami pergi dan tidak lagi menafkahi istri maka sang istri tidak bisa melakukan gugatan ke pengadilan untuk menuntut suami agar menafkahinya karena pernikahan merekatidak diakui oleh negara.

  • Dengan hal ini maka pihak yang paling dirugikan adalah pihak istri. belum lagi jika dalam perkawinan yang tidak dicatatkan ini nanti mempunyai anak maka dalam hukum anak itu berstatus sebagai anak luar kawin. Pada pasal 43 UU Perkawinan bahwa anak luar kawin hanya memiliki hubungan hukum dengan ibunya dan keluarga ibunya. Dengan ini dapat dketahui bahwa dalam aspek sosiologis yang paling dirugikan atas perkawinan yang tidak dicatatkan adalah pihak istri dan anak. Belum lagi juga akan berdampak pada proses pendidikan formal sang anak

  • Penulis
  • Mahasiswa UIN Raden Mas Sid Surakarta
  • Program Studi Hukum Keluarga Islam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun