"Ya." Bell menjawabnya singkat.
Sang calon pengantin terlihat murung beberapa waktu terakhir. Semua barang milik Bell sudah tertata rapi dalam koper.
"Apa ada masalah?" Rossie sedikit ragu untuk bertanya. "Ceritakan saja," bujuknya.
Tapi tidak ada hal yang memang ingin Bell sampaikan. Dia tidak yakin dengan keputusan yang dibuatnya, namun menyesalpun percuma. Jika pernikahan dibatalkan, maka dapat dapat dipastikan keluarganya tidak akan punya muka lagi di pergaulan kelas atas. Bangsawan mana yang mau menjalin hubungan baik dengan mereka jika sudah memperlakukan keluarga kerajaan. Bell menyukai Leon, tentu saja. Dia lelaki yang tampan rupawan, seorang pangeran meskipun Bell tidak mengetahui hal tersebut di awal, tapi dia seorang pangeran? Hanya itu yang mengganjal di pikiran Bell.Â
Sepucuk surat datang pagi ini dengan sekotak hadiah dari istana. Sebuah gaun dan perhiasan. Sang Ratu mengundang Bell dan tentu saja dengan Rossie juga untuk datang ke acara pesta minum teh. Bisa di bilang ini debutnya di kalangan atas, mungkin sang Ratu ingin memperkenalkannya pada bangsawan kelas atas di ibu kota.Â
"Kau pucat setelah undangan dari sang Ratu tiba, Bell." Rossie masih saja menggoda saudarinya, tanpa dia sadari jika dia juga terlihat sangat gugup untuk pertama kalinya. "Aku tidak tahu bagaimana sikap para bangsawan itu terhadap kita, karena meskipun kau akan menjadi istri pangeran, kita tetap bangsawan bangkrut, bukan?" Rossie menghela napas kasar.
"Itu juga yang ku khwatirkan, Ross."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H