Matahari belum terlihat tanda-tanda akan muncul. Seseorang bertubuh tegap beraroma jeruk yang sangat Bell kenali itu berdiri menatap sebuah figura di atas perapian.
"Bagaimana kau tahu aku di sini," ucap Bell tak percaya.
Leon menolak tersenyum tapi bibirnya tak dapat berbohong. "Aku merindukanmu, " ucapnya singkat. "Ikutlah denganku, kita kembali ke ibu kota."
"Apa kau menjemputku. Aku tidak bisa."
Leon mengerutkan dahi. "Aku tahu, kau akan dalam bahaya jika tetap ada di Violta."
"Tapi aku tidak bisa meninggalkan ayahku."
"Tentu." Leon menyeringai. "Aku sudah membawa ayahmu ke kapalku. Kau tidak perlu khawatir. "
Bell merasa tidak percaya. Â Tapi jika bukan Leon, Â siapa lagi yang dapat Bell percaya.
"Kapal akan segera meninggalkan dermaga sebelum gubernur bangun pagi ini."Â
Dengan langkah tergopoh-gopoh, Bell mengikuti langkah kaki Leon yang panjang. Dini hari yang sangat dingin di Violta, ada lapisan tipis salju di setiap permukaan jalan yang dipijak mereka. Sesekali Bell tergelincir hampir terjatuh, namun tangan kekar Leon dengan sigap menyangga tubuh Bell yang ramping.Â
"Aku hanya tidak bertemu denganmu beberapa hari, tapi sepertinya kau tidak makan dengan baik," ucap Leon. Tangannya masih di panggul Bell.Â