Mohon tunggu...
Umiyamuh
Umiyamuh Mohon Tunggu... Novelis - Seorang Penulis

Bukan orang penting, hanya seseorang yang suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bayi Ibuku

6 Januari 2024   21:35 Diperbarui: 6 Januari 2024   21:36 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Nanti pulangnya belikan ibu ayam bakar, ya?" ucap Marni dalam pesan suara yang dikirim kepada anaknya. 

"Ibumu?" 

Ayu menoleh. Dilihatnya wajah sang sahabat yang tersenyum di belakangnya menatap layar ponsel yang di pegangnya. "Iya, Ibu," ucapnya sambil menahan tawa.

Baca juga: Zalimar

"Akhir-akhir ini ibumu sering sekali minta ini itu ke kamu?"

"Ibuku lagi hamil. Nggak mau makan masakan yang dia masak sendiri,  jadi meskipun di rumah ibu masak, ibu tetap makan makanan yang di beli di luar," terang Ayu.

Sang sahabat tertegun. "Ibumu hamil?"

Baca juga: Kau Pergi Saja

Ayu mengangguk.

"Ibumu?" ucap gadis itu sekali lagi.

"Iya. Ibuku," tegas Ayu.

Sahabat Ayu yang bernama Tika itu masih tidak percaya. Bagaimana tidak, Ayu saja sudah berusia 25 tahun, lalu berapa usia ibunya? Begitulah kira-kira pertanyaan yang menghantui Tika. 

Keesokan harinya kantor tempat Ayu bekerja jadi sedikit berisik. Setiap rekan yang bertemu akan menanyakan pertanyaan yang sama kepada Ayu. "Beneran ibu kamu hamil?" Tapi jawaban Ayu sama kepada setiap orang, tentu saja 'iya' dengan disertai senyuman yang begitu manis. Ibu melahirkan Ayu saat usianya masih sangat muda, yaitu 16 tahun. Tapi sayangnya saat usia Ayu 4 tahun, Ibu di ceraikan. Hingga akhirnya menikah lagi satu tahun lalu saat usianya sudah menginjak 40. 

"Bukankah di usia itu sangat rawan yah kalau harus hamil lagi. Iya,'kan?" ucap Tika.

"Memangnya kenapa?" sahut salah satu rekan Ayu yang bernama Rosa.

"Risikonya tinggi tau kalau hamil di usia yang sudah tidak muda lagi,"jelas Tika.

"Tapi itu kan rejeki dari Tuhan?" Rosa tak mau kalah.

"Emang kamu nggak kasihan lihat ibu-ibu udah beruban masih gendong bayi? Atau lihat mereka harus begadang dan menyusui anaknya. Aah, apa lagi kalau harus mengejan saat melahirkan. Aku sampai merinding membayangkannya."

"Ibu sudah tahu itu, bahkan sebelum beliau akhirnya menikah. Ibu sudah berkali-kali ke dokter bahkan pergi ke psikolog. Jangan kalian pikir aku diam saja saat Ibu bilang mau hamil lagi. Aku melarangnya tapi Ibu meyakinkanku," terang Ayu.

Rosa dan Tika terdiam. Keduanya merasa bersalah telah membicarakan Ibu dari temannya itu. 

Sembilan bulan bukan waktu yang lama. Saat Ayu tengah bersiap untuk makan siang, ponselnya berdering. Itu panggilan darurat dari ayah sambungnya. Ibu mengalami pecah ketuban saat akan pergi ke kamar kecil, sedangkan sang Ayah tengah kunjungan ke luar kota. Ibu hanya bersama tetangga yang kebetulan juga rumahnya dekat. Panas terik menyengat kulit Ayu yang mulai berkeringat, hari ini dia tidak membawa kendaraan hingga pilihannya untuk segera sampai di rumah adalah ojek daring. 

"Tumben!" Seseorang menepuk bahu Ayu. "Mau makan siang di luar, ya? Sama siapa?"

Ayu selalu membawa bekal dari rumah, jadi saat dia keluar kantor pasti dia ada janji dengan seseorang. 

"Sepertinya Ibu akan melahirkan. Jadi aku harus segera pulang."

"Mau aku antar?" Lelaki itu menawarkan.

"Terima kasih. Tapi aku sudah pesan ojek."

"Berapa lama dia akan datang?"

Ayu melihat ponselnya. Layar di ponselnya menunjukkan kalau ojek pesanannya belum menjemputnya.

"Batalkan saja, biar aku yang antar kamu."

Menunggu sang ibu yang tengah berjuang di meja operasi untuk melahirkan bukanlah hal yang pernah di bayangkan sebelumnya oleh Ayu. Apa lagi setelah dia selesai kuliah dan bekerja membayangkan ibunya menikah lagi saja dia sudah tidak mau. Tapi saat ini dia sedang menunggu ibunya yang akan melahirkan. Menegangkan. 

Lima menit, sepuluh menit, lima belas menit setelah bermenit-menit berlalu akhirnya suara tangis bayi keluar dari dalam ruangan yang kini pintunya terus di tatap oleh Ayu. Bayinya sudah lahir.

Teringat kembali bagaimana sehari sebelumnya Ibu bertanya pada Ayu, jika adiknya lahir maka dia yang akan memberikan nama pada anak itu. Meski Ayu menolak tapi setengah memaksa Ibu meminta Ayu memberikan nama pada adiknya. Sekarang Ayu hanya menangis. Dia tidak tahu tangis itu bahagia atau bersedih. Mempunyai adik lagi di saat dia berusia 25 tahun adalah hal yang bisa dibilang membingungkan untuknya. Yang ada di pikirannya sekarang hanya, bagaimana keadaan Ibu saat ini? 

Azalea, nama yang cantik untuk adik cantik yang kini tengah terlelap dalam dekapan Ayu. "Dia sama sekali tidak mirip denganku."

"Tidak, dia mirip sekali denganmu," sanggah Tika. "Lihat saja hidungnya."

"Menurutku bibirnya yang paling mirip Ayu," Rosa menimpali.

"Hidungnya paling mirip,"Tika semakin tak mau kalah.

"Apa kalian bertiga tidak ada niatan untuk cepat menikah? Lihat lucu kan punya bayi?" ucap Ibu Ayu. Semua terdiam saling tatap. Ketiganya masih jomlo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun