Mohon tunggu...
Umiyamuh
Umiyamuh Mohon Tunggu... Novelis - Seorang Penulis

Bukan orang penting, hanya seseorang yang suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Winter Lily: Kembali Semula (Bagian: 35)

3 Desember 2023   13:42 Diperbarui: 3 Desember 2023   21:30 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Koleksi pribadi dibuat di Canva

Batu itu bukan hanya memberikan sebuah kekuatan. Tapi juga kekuasaan. Itulah sebabnya Gradiana selalu mewariskan ruby itu kepada pewaris takhta. Semua orang hanya menganggap itu batu ajaib dengan kekuatan yang luar biasa tanpa tahu sejarah memilukan terbentuknya batu itu. 

Catatan yang tertulis tidak rapi di buku itu adalah kisah turun temurun yang diwariskan dari generasi ke generasi para murid di menara sihir. Sebelum akhirnya kisah itu berubah. Kisah Clarus Dan Caily menjadi kisah cinta romantis yang banyak menginspirasi. Kisah batu itu dari mana menjadi kisah terpisah dari Clarus---Caily.

Lagit redup dengan ribuan titik tak beraturan. Semilir angin menyapa menghempas daun kering yang berserakan. Terbang tinggi mengikuti arah angin---menjauh. Ini adalah potongan terakhir bekal roti yang Artur bawa. Roti setengah kering dan keras yang seharusnya dia makan siang tadi. Dipotong tiga bagian kecil. 

"Aku masih lapar!" Kakek Tua mengusap-usap perutnya yang datar. Yakinlah jika tidak ada lemak di sana.

"Apa yang Kakek makan selama ratusan tahun di dalam gua itu?"

Artur mulai penasaran. Rotinya telah sampai di suapan terakhir. Hanya ada dua gigitan yang sama sekali tidak membuat pemuda itu kenyang.

"Aku makan udara!"

"Mana bisa hidup hanya dengan memakan udara, Kek!" 

"Kau lihat aku masih hidup sampai hari ini, bukan? Lalu apa yang kau ragukan?"

Suara jangkrik bersahutan dengan burung malam dan suara Kakek tua yang mendadak naik. Nath tidak memakan roti bagiannya. Setelah menutup buku itu Nath pergi mengambil air. Setelahnya gadis itu terus diam. Tidak mau beradu argumen dengan Kakek tua. Belum 24 jam tapi mereka sudah sangat akrab. 

Setelah memasang alas tidur dengan jubah yang mereka selalu bawa. Nath juga menata banyak daun kering untuk menghindari tubuhnya sakit menyentuh batuan. Putri Duke yang tidak pernah tinggal di luar kastil kini sedang mencoba memejamkan matanya di tengah hutan antah berantah. Mereka tidur memutar mengelilingi dua bola api milik Artur. Dua bola itu mengambang dia atas batu pipih. Jika ada daging ikan atau rusa batu itu akan sangat cocok sebagai tempat memasaknya. Sayang! Ini hutan yang sepi tanpa hewan yang dapat di makan.

"Kau sudah tidur, Nath?"

"Belum!"

Artur kembali duduk menatap dua bola api. Kakek tua mendengkur keras seperti suara napas monster. Terlelap.

"Apa yang akan aku katakan jika terjadi sesuatu yang buruk padamu hari ini. Mungkin Grand Duke akan membunuhku."

Nath bangun. Matanya yang sempat mencoba terpejam, sepenuhnya terbuka. Tidak mengantuk sama sekali. Dia taruh dagunya di atas lutut. 

"Aku akan baik-baik saja. Begitulah yang ada dalam pikiran Ayah. Bahkan jika Anda tidak menemukan saya hari ini."

"Terima kasih karena kau masih membawa jimat itu. Bahkan setelah bertahun-tahun."

Nath tersipu. Dia tidak berniat terus membawa benda itu dalam kantung atau sakunya. Hanya saja, dia sudah terbiasa dengan benda itu. Tidak membawanya seakan ada yang kurang dalam hidupnya.

"Apa batu rubi itu adalah batu yang Tuan Putri berikan padamu? Kau benar-benar menjaganya dengan baik sampai menanamnya di dalam belati itu." Artur menggosokkan kedua telapak tangannya lalu mendekatkannya ke bola api mencari kehangatan. Nath masih terdiam. Sejak sore tadi dia memang begitu. 

"Apa kau baik-baik saja?" Artur mendekat dan menyentuh dahi Nath. Tidak panas. Gadis itu tidak demam.

"Aku merasakan keanehan setelah membaca mantra itu. Mataku terasa panas dan sakit. Bagaimana jika mata ini berubah jadi seperti semula?"

Sebelum berangkat ke medan perang, Artur telah memberikan sebuah ramuan.  Bukan sihir pengganti warna, ini adalah cara yang Artur lalukan saat menyamar. Warna mata dan rambut berubah jadi hitam. 

"Tidak. Selama aku menggunakan ramuan itu. Warna rambut dan mataku akan bertahan selama 20 hari. Kau baru dua hari bukan?"

"Rasanya mataku akan lepas." Nath memejamkan matanya. 

"Mendekatlah!" pinta Artur.

Nath menggeleng.

Artur menghela napas kasar. "Mendekatlah!"

Nath tidak bergerak. Masih diam di tempat. Memejamkan matanya. Tanpa pikir panjang Artur menarik tubuh kecil Nath mendekat. Cukup kasar, tapi beruntung jarak mereka tidak lebih satu meter. Nath hampir terjatuh.

"Aku tidak tahu ini akan berhasil atau tidak. Tapi aku mencoba agar matamu tidak sakit." Artur menempelkan telapak tangan kanannya menutupi kedua mata Nath. Mata elemen angin---berharap dapat membuat Nath lebih nyaman.

"Bagaimana?"

"Aku ingin menangis. Ini perih sekali," ucapnya.

"Cobalah buka matamu!"

Nath mengerjapkan matanya perlahan. Tidak ada banyak cahaya hanya bola api itu. Terasa sakit dan pedih. Tapi lebih baik.

"Matamu sungguh berubah warna."

"Sungguh?"

Artur mengangguk. 

"Apa karena mantra itu? Bagaimana ini,"

"Begitu tiba di kamp, aku akan memberikan ramuan itu untuk merubah warna matamu."

"Tapi ini sakit."

"Tahan saja! Atau kau bisa mengalirkan mana elemen es ke tanganmu agar matamu terasa dingin!"

"Ide bagus. Tapi aku sedang menyembunyikan semua elemenku!"

"Kau? Menyembunyikan semuanya? Sungguh? Bukankah kau sudah tingkat lebih dari 3 bagaimana bisa?"

"Aku punya batu biru di jantungku untuk menyimpan semuanya."

Artur terdiam. Bagaimana bisa dia santai seperti itu mengucapkan kalimat yang bisa saja membuat dia terbunuh dengan mudah. "Itu kelemahanmu! Bagaimana bisa kau mengatakan itu dengan mudah begitu."

"Karena kau tidak akan membunuhku!"

Matahari baru saja menyingsing. Sejak lima belas menit lalu Artur terbangun melihat Nath yang ternyata sama sekali tidak tidur. Di ambilnya sapu tangan dari sakunya. 

"Pakailah," ucapnya setelah melihat Nath berkali-kali mengusap wajahnya dengan kain basah. Kain itu sudah semalaman melakukan tugasnya. Sekarang biarkan dia istirahat. 

Nath tersenyum dan meraih sapu tangan itu. Masih terasa perih, matanya terlihat buruk. Bengkak dan memerah.

"Kau tidak baik-baik saja, Nath!" Artur mulai khawatir. Laki-laki itu mulai berpikir keras. Dia adalah ahli obat di masa lalu. Tapi hutan penyesalan? Tidak ada tanaman apapun selain pohon Ek dan pohon Roan beracun. "Kau bisa bertahan sampai kita keluar hutan ini kan?"

Nath mengangguk. Artur bergegas melipat kain yang baru saja dia pakai tidur. Menggoyangkan Kakek tua agar bangun. Dua kuda yang ikut bersama mereka mulai tidak patuh. Mereka semua lapar dan tidak ada apapun untuk dimakan. Perjalanan yang berat mereka mulai. Langkah yang berat membuat Kakek tua terhuyung. Kakek tua tidak lagi naik ke pundak Artur. Ternyata dia kasihan dengan lelaki itu. Kedua tangannya harus memegangi tali kekang. Sedangkan Nath, gadis itu duduk di atas pelana. Matanya semakin membesar, bengkak dan membiru.

Dengan mana elemen angin, Artur melacak tempat itu. Tidak jauh lagi mereka keluar hutan. Ada sebuah perkampungan. Butuh waktu satu jam berjalan kaki, mungkin tidak sampai matahari memanaskan kepala mereka.

Kuda mereka berhenti di sebuah kedai. Baru lima menit mereka sampai. Ini perkampungan yang cukup ramai, tapi tidak seramai Carperia atau Grastle. Mereka memakai pakaian yang berbeda. 

"Kita berada di Lodi Hostin. Tempat terpencil yang bahkan tidak ada di peta," jelas Kakek tua.

"Kakek tahu?"

"Dahulu saat aku masih kecil, aku sering datang ke kota ini untuk melakukan jual beli. Tapi aku dengar setelah terjadi banyak peperangan, kota ini mengilang. Entahlah tapi kota ini sungguh hilang bagai di telan bumi.

Bersambung ....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun