"Oh, Hai, Anthony."
"Bolehkah kita bicara sebentar?" Mereka sama-sama terdiam. Anthony menatap Emily serius. "Kau tidak perlu khawatir. Aku tidak akan memermalukanmu dengan melamar seperti hari itu. Aku sungguh menyesal. Bisakah kita bicara?" pintanya.
Emily memersilahkan Anthony memasuki ruang tamunya. Segelas teh hangat tersaji hari itu. Aroma menenangkan tiba-tiba mengisi ruangan. Anthony menyambut teh pertama dari Emily itu dengan senyuman. "Aku sungguh menyesal, Emi. Maukah kau memaafkanku?"
"Apa kau sungguh menginginkanku untuk jadi pengantinmu?"
Anthony terkejut hingga tersedak. "Maaf," ucapnya malu.
"Tak apa, Anthony."
"Apa kau ingat anak laki-laki yang kau selamatkan saat akan tenggelam di sungai Arpa sepuluh tahun lalu?"Â
Emily mengerutkan dahi. "Tentu saja. Karena aku juga hampir mati saat itu. Kenapa kau menanyakannya?"
Emily terkejut bukan main saat Anthony menceritakan bahwa anak kecil yang Emily selamatkan saat itu adalah dirinya. Seorang anak yang kurus dengan mata besar dan kelaparan itu adalah Anthony saat usianya 12 tahun. Siapa yang menyangka, Anthony saat itu bahkan dianggap adik oleh Emily. Mereka sering bertemu beberapa kali di tepi sungai setelah kejadian itu. Anthony yang saat itu bernama Carl tidak pernah lupa wajah Emily.Â
Pangeran yang diasingkan selama 15 tahun itu kini sudah menjadi pemuda yang gagah dan tampan.Â
"Carl?" Emily menyentuh wajah Anthony. "Bagaimana itu bisa kau? Selama ini aku pikir Carl sudah mati. Dia bahkan tidak bisa setiap hari makan. Bagaimana hidupnya setelah saat itu?"