Mohon tunggu...
Umiyamuh
Umiyamuh Mohon Tunggu... Novelis - Seorang Penulis

Bukan orang penting, hanya seseorang yang suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pangeran Ketiga Belas

2 Desember 2023   22:13 Diperbarui: 2 Desember 2023   23:23 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Maukah kau menikah denganku?" ucap lelaki itu begitu sopan.

"Hei, Nak! Bukan seperti itu caranya melamar gadis," ucap salah seorang dari balik meja dagangannya. 

Ini adalah kota kecil di pinggiran Ibu Kota, sebuah tempat yang mereka juluki sebagai lumbung kerajaan. Ada sebuah pasar terbesar di kerajaan yang menjadi pusat jual beli orang-orang.  Bukan hanya orang lokal, hampir semua orang di Kekaisaran akan datang ke tempat itu untuk berdagang.

Baca juga: Kedasih

"Lihat ini." Seorang pria paruh baya mengambil setangkai bunga dari dagangan si gadis lalu bersimpuh di depannya. "Maukah kau menikah denganku?" ucapnya bersungguh-sungguh.

"Sudahlah. Kalian pergi saja. Aku sudah lelah melayani pembeli. Tapi kalian terus saja menggodaku. Dan kau," tunjuk Rose. "Berhentilah melamarku. Karena aku tidak akan menerimamu."

Namanya adalah Emily, wanita  tercantik di kota itu.  Meskipun usianya sekarang sudah seharusnya menikah, Emily belum menemukan laki-laki yang membuatnya jatuh cinta. Begitu juga saat datang Anthony. Pangeran ketigabelas yang tampan. Meskipun pangeran tapi dia seperti ada dan tidak ada di Kekaisaran.  Seorang anak selir yang berasal dari rakyat biasa bahkan tidak akan mendapatkan wilayah kekuasaan jika tidak ikut perang, apalagi menjadi kandidat Putra Mahkota, jelas tidak mungkin.

Baca juga: Hor Huk

Sudah seminggu Anthony tidak lagi datang. Setelah sebulan penuh setiap pagi mengunjungi Emily untuk melamar. 

"Apa kau menunggu Anthony, Emi?" 

Emily menoleh. Ternyata sahabatnya datang. "Hai, Ambeer. Kau salah paham, untuk apa aku menunggu lelaki itu,"ucapnya sedikit gugup. 

Ambeer terkekeh. "Kau menunggunya. Jangan coba menipuku, Emi."

Wajah Emily memerah. "Kau datang hanya untuk menggodaku?"

Ambeer menutup wajahnya dengan tangan mungilnya. "Tidak! Sungguh, tapi aku akan bahagia jika temanku menikah."

"Dengan Pangeran ke Tiga Belas? Meskipun dia ada di urutan terkahir silsilah keluarga kerajaan, dia tetap Pangeran, Ambeer. Sedangkan aku?" tunjuk Emily pada dirinya sendiri. "Aku hanya rakyat biasa yang tidak punya orang tua." 

"Tapi di kota ini tidak ada wanita secantik kau, Emi."

"Hanya bualan orang-orang. Aku tidak percaya dengan hal itu."

"Tapi kau menyukainya, Emi."

Emily memalingkan pandangannya. "Tidak, aku tidak menyukainya."

Ambeer terkekeh. Senang juga menggoda Emily. "Tapi wajahmu memerah."

Emily menarik napas panjang. "Pulanglah, Ambeer."

"Baiklah-baiklah. Aku tidak akan menganggu kalian." Ambeer mengedipkan satu mata. Tidak kepada Emily tapi seseorang di belakangnya. 

Anthony hanya mengangkat tangan kanannya ketika Emily menoleh. "Hai, Emi," sapanya.

"Oh, Hai, Anthony."

"Bolehkah kita bicara sebentar?" Mereka sama-sama terdiam. Anthony menatap Emily serius. "Kau tidak perlu khawatir. Aku tidak akan memermalukanmu dengan melamar seperti hari itu. Aku sungguh menyesal. Bisakah kita bicara?" pintanya.

Emily memersilahkan Anthony memasuki ruang tamunya. Segelas teh hangat tersaji hari itu. Aroma menenangkan tiba-tiba mengisi ruangan. Anthony menyambut teh pertama dari Emily itu dengan senyuman. "Aku sungguh menyesal, Emi. Maukah kau memaafkanku?"

"Apa kau sungguh menginginkanku untuk jadi pengantinmu?"

Anthony terkejut hingga tersedak. "Maaf," ucapnya malu.

"Tak apa, Anthony."

"Apa kau ingat anak laki-laki yang kau selamatkan saat akan tenggelam di sungai Arpa sepuluh tahun lalu?" 

Emily mengerutkan dahi. "Tentu saja. Karena aku juga hampir mati saat itu. Kenapa kau menanyakannya?"

Emily terkejut bukan main saat Anthony menceritakan bahwa anak kecil yang Emily selamatkan saat itu adalah dirinya. Seorang anak yang kurus dengan mata besar dan kelaparan itu adalah Anthony saat usianya 12 tahun. Siapa yang menyangka, Anthony saat itu bahkan dianggap adik oleh Emily. Mereka sering bertemu beberapa kali di tepi sungai setelah kejadian itu. Anthony yang saat itu bernama Carl tidak pernah lupa wajah Emily. 

Pangeran yang diasingkan selama 15 tahun itu kini sudah menjadi pemuda yang gagah dan tampan. 

"Carl?" Emily menyentuh wajah Anthony. "Bagaimana itu bisa kau? Selama ini aku pikir Carl sudah mati. Dia bahkan tidak bisa setiap hari makan. Bagaimana hidupnya setelah saat itu?"

Anthony terdiam. "Aku sungguh ingin menikah denganmu, Emi.  Aku sudah menyukaimu sejak saat itu." Anthony meraih tangan dingin Emily.  Keduanya beradu pandang dengan dua pemikiran mereka masing-masing. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun