Tubuh renta Mbok Iyem sampai di depan sebuah rumah mewah dengan pilar-pilar besar penyangga yang menyambut siapa saja yang datang.Â
Tidak ada siapa pun yang menyapanya. Salah seorang yang datang bersama Mbok Iyem menuntun tubuh renta Mbok Iyem yang bungkuk ke sebuah ruangan. Tidak ada siapa pun di sana. Hanya sebuah kursi kasur dan bantal saja.
"Dul, Ibu tahu kamu ada di luar," ucap Mbok Iyem yang kini duduk di kursi. "Ibu tidak akan tinggal di kamar ini. Lihatlah, Ibu memakai baju yang sama ketika kamu menikah. Sudah lebih dari 40 tahun.Â
"Tapi bajunya masih bagus. Ibu menyimpan dengan baik agar dapat Ibu pakai lagi. Dan hari ini Ibu menakainya. Sudah cukup kamu kirim orang-orang ke rumah.Â
"Ibu tidak akan menjual sejengkal pun tanah itu. Ada anak-anak yang tengah menimba ilmu di sana. Ibu merasa gagal menjadi orang tua ketika melihat putra Ibu kini menjadi seperti ini.Â
"Tapi ibu berterima kasih karena sampai detik ini kau masih mengingat Ibu. Ini adalah kali pertama dan terakhir Ibu datang. Jangan ganggu sisa hidup Ibu dengan mengirimkan orang-orang itu."
Mbok Iyem bangkit. Kakinya berjalan perlahan membawa tubuh tua yang lemah. Sampai akhir Haji Dulah tetap membisu, mematung di depan pintu. Seorang lurah yang tersohor. Tapi tidak satu pun yang tahu bahwa dia selama 40 tahun menelantarkan ibunya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H