Begitu juga dengan Kakek Tua. Tenaganya lebih cepat habis karena harus berjalan di dalam lumpur. Berkali-kali ia mengusap lututnya.Â
"Kakek baik-baik saja? Naiklah ke punggung ku." Artur menawarkan diri.
"Tidak! Aku bisa!" Tolak Kakek Tua---keras kepala.
"Naiklah! Bukankah kita harus cepat?"
Kakek tua tetap berjalan. Tergopoh-gopoh mencoba mendahului rombongan seperti saat masih jalan tidak berlumpur. Memang Kakek yang teguh pendirian. Tapi bukan waktu yang tepat saat ini. Kakinya yang basah dan dipaksa berjalan itu memintanya untuk menyerah. Kesemutan dan mati rasa. Kakek Tua berdiri seperti patung dan membuat kedua orang di belakangnya ikut terdiam. Bingung.
"Ada apa?"Â
Nath mencoba mencari tahu apa yang terjadi dengan Kakek tua.Â
"Turunkan tubuhmu, Nak!"
Artur tahu maksud Kakek. Dia menurunkan tubuhnya. Di gendong nya Kakek tua itu.
"Harusnya Kakek tidak keras kepala sejak tadi,"
"Diamlah. Fokus saja dengan langkah mu agar aku tidak terjatuh," gerutu Kakek Tua.