"Syukurlah kau baik-baik saja!"
"Apa dia salah satu bagian dari pasukan yang datang bersamamu?" tanya Kakek tua penasaran.
"Saya teman dekatnya, Kek!" Artur menjawab pertanyaan yang ditujukan untuk Nath.
"Diamlah!! Aku bertanya pada Nona ini!!"
Nath terkekeh. Tidak seperti beberapa jam lalu dia sebal dengan omelan Kakek tua. Kali ini dia senang dengan omelan itu.Â
"Bagaimana kau ada di dalam gua ini?"tanya Nath.
"Ada monster---"
"Apa kau punya roti lapis?" ucap Kakek tua menyela.Â
Nath dan Artur saling adu pandangan.Â
"Tidak! Bekalku tertinggal."
"Baiklah aku tidak akan mau berbicara denganmu!"
Waktu istirahat telah usai. Mereka melanjutkan perjalanan. Kakek Tua memimpin di depan. Tanpa tongkat, ia berjalan bungkuk mengikuti bola cahaya yang melayang maju.Â
"Cepatlah, Nak! Sepertinya waktu kita tidak banyak di dalam gua ini,"
Bletak
Sebuah batu jatuh dari dinding gua. Ini tidak bagus. Semua orang menoleh ke arah suara. Mereka saling tatap.
"Apa ada yang mengikutimu?" Kakek Tua menatap tajam Artur. Laki-laki itu menggeleng.
"Aku sendiri."
"Kau yakin?"
Artur mengangguk.
"Baiklah, percepat langkah kalian. Kita harus keluar sebelum mereka sampai!"
Lantai gua yang tadinya batuan basah dengan air semata kaki. Kini berubah dengan lumpur. Ini tidak bagus. Langkah mereka semakin sulit belum lagi dua kuda yang salah satunya terluka. Berkali-kali si Hitam menolak untuk melangkah hingga Nath harus menariknya paksa.Â
Begitu juga dengan Kakek Tua. Tenaganya lebih cepat habis karena harus berjalan di dalam lumpur. Berkali-kali ia mengusap lututnya.Â
"Kakek baik-baik saja? Naiklah ke punggung ku." Artur menawarkan diri.
"Tidak! Aku bisa!" Tolak Kakek Tua---keras kepala.
"Naiklah! Bukankah kita harus cepat?"
Kakek tua tetap berjalan. Tergopoh-gopoh mencoba mendahului rombongan seperti saat masih jalan tidak berlumpur. Memang Kakek yang teguh pendirian. Tapi bukan waktu yang tepat saat ini. Kakinya yang basah dan dipaksa berjalan itu memintanya untuk menyerah. Kesemutan dan mati rasa. Kakek Tua berdiri seperti patung dan membuat kedua orang di belakangnya ikut terdiam. Bingung.
"Ada apa?"Â
Nath mencoba mencari tahu apa yang terjadi dengan Kakek tua.Â
"Turunkan tubuhmu, Nak!"
Artur tahu maksud Kakek. Dia menurunkan tubuhnya. Di gendong nya Kakek tua itu.
"Harusnya Kakek tidak keras kepala sejak tadi,"
"Diamlah. Fokus saja dengan langkah mu agar aku tidak terjatuh," gerutu Kakek Tua.
Di atas punggung Artur, Kakek Tua mulai bercerita. Suaranya yang lantang mendadak melemah. Di kisahkannya batu ruby dalam genggaman Nath.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H