"Ya, saya baik."
Rez menempelkan buku tangannya ke dahi Julia. "Maafkan ketidaksopanan saya. Tapi sepertinya Anda demam. Wajah Anda pucat dan telinga Anda memerah."
"Tidak! Saya baik-baik saja." Julia mengelak. Dia hampir mati untuk kesekian kalinya. Kali ini karena terus menahan diri ketika menerima tatapan dari wajah rupawan Rez. Respon tubuh Julia tidak dapat berbohong. Lelaki itu mempunyai daya tarik luar biasa. Di tengah guyuran temaram lilin malam itu, Rez tampak seperti lukisan yang tidak nyata.
"Anda tidak perlu khawatir. Saya sudah memberikan kabar kepada istana bahwa Anda mengalami kesulitan di tengah perjalanan Anda."
"Saya memang khawatir, Tuan. Bagaimana bisa saya berada di kediaman Anda yang merupakan calon tunangan Putri Ambeer."
"Itu tidak penting." Rez meletakkan sebuah buku di atas meja. "Mungkin Anda akan bosan. Hangatkan badan Anda dan minumlah obat kami. Saya harap Anda tidak sakit."
Tanpa menatap Julia, Rez meninggalkan tempat itu bersama dengan aroma sitrus yang begitu kuat. Lelaki itu tampak angkuh kala bertemu pertama kali. Kejam dan mencerminkan seorang bangsawan kelas tinggi yang tidak bisa di sentuh. Tapi hari ini Rez tidak seperti itu. Jika Julia memilih goyah, maka goyahlah sudah di hari ini. Perempuan itu tidak memilih untuk goyah hanya karena tumpangan.Â
Selepas hujan mereda, Julia pulang dengan menaiki kereta kuda milik keluarga Crimson. Tidak kalah bagus dan nyaman.[]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H