"Tidak! Terlalu mencolok membuat hati tidak nyaman."
"Tapi sekarang kau adalah Tuan Putri. Sebenarnya aku ingin membicarakan sesuatu denganmu. Tapi jika kau sibuk, bisakah kita berbicara petang nanti di istana timur?"
Julia tersenyum. Menyetujui janji temu itu. Selepas sang Pangeran pergi, perjalanan mereka masih tidak dapat dilanjutkan. Matahari yang semakin meninggi tak mau sejenak menunggunya berteduh. Lelaki yang paling Julia hindari. Berjalan tegap ke arahnya dengan tatapan tajam menusuk.
"Apa dia hendak membunuhku, Elle?" Julia memiringkan kepalanya mendekati telinga Elle; berbisik. Pelayannya itu hanya terdiam. Lelaki yang menyeramkan itu pasti akan dengar apapun jawaban yang digumamkannya untuk sang Putri.
"Salam Yang Mulia, Putri Rossettini."
Julia membalasanya dengan tersenyum dan mengangkat sedikit gaunnya.
"Maaf jika saya mengganggu perjalanan Anda. Tapi bisakah kita bertemu dalam waktu dekat?"
Julia memiringkan kepalanya. Sejenak seperti menatap Rez dan ingin memaki. Tapi ditahannya.
"Saya hanya ingin membicarakan perihal perkembangan bisnis di wilayah timur," terang Rez.
Pipi Julia memerah. Tanpa disengaja dia tersipu hanya dengan mendengar suara berat lelaki itu. Memalukan.Â
"Hai, Rez selamat pagi!" sapa Ambeer memecah keheningan. "Selamat pagi juga Putri," senyum cerah menghiasi rupa sang peran utama. Julia tersadar jika kehadirannya dalam kisah itu hanya untuk mati. Melihat dua orang itu begitu serasi. Tiba-tiba dadanya terasa menyempit dan sesak. Itu bukan perasaannya melainkan ini adalah hati milik Julia yang asli tengah merasakan sakit. Julia mencoba meyakinkan diri. Wajah Julia memucat.