Mohon tunggu...
Umiyamuh
Umiyamuh Mohon Tunggu... Novelis - Seorang Penulis

Bukan orang penting, hanya seseorang yang suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Winter Lily; Malam di Istana Kerajaan (bagian 8)

3 Juli 2023   14:04 Diperbarui: 12 Juli 2023   10:35 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam sudah semakin larut. Setelah jamuan makan malam bersama anggota kerajaan, Nath langsung masuk kamarnya. Lilin yang menyinari kamar telah sampai pada akhir perjuangannya. Nath menarik selimut dan mencoba memjamkan mata; hari yang melelahkan. Setelah tiga hari dia lewati di atas kereta yang berjalan. 

Saat mulai memejamkan mata. Terdengar langkah seseorang yang berhenti di depan kamar Nath. Dua tiga ketukan pelan terdengar.

"Nona...! Apa Anda sudah tidur?"

Suaranya sedikit berbisik. Suara yang sama sekali tidak dikenalinya. Seketika bulu kuduk Nath berdiri. Waktu jelas sudah menunjukan tengah malam, lilin di kamarnya hampir padam. Sekali lagi seseorang itu mengetuk pintu bahkan menyebut nama Nath. Namun gadis itu tetap diam. Berharap seseorang itu menyerah dan menganggapnya telah tertidur.

Gubraak....

Aarrhh

Suara seseorang terjatuh, dan memekik kesakitan. Jelas itu terdengar di depan pintu. Tubuh gadis itu gemetar dan kakinya terasa lemas. Jangankan berjalan mungkin jika harus turun dari tempat tidur dan melihat apa yang terjadi di luar sana dia tidak akan sanggup. Malam itu begitu menakutkan hingga Nath yang lelah itu tertidur di atas ranjangnya dengan posisi duduk dan siap siaga belati di tangannya. 

Tapi waktu terus beraari telah berganti. Pagi datang, suara kicau burung bersahutan di luar jendela. Aroma teh yang manis memasuki kamar Nath. Saling berpadu dengan aroma roti yang baru saja keluar dari panggangan.

"Maaf, apa Nona sudah bangun," suara Anna dari balik pintu.

"Masuklah, Anna!"

Anna dan beberapa dayang memasuki ruangan itu. Di lihatnya Nona mereka yang cantik berubah berantakan dengan rambut acak-acakan dan kantung matanya menghitam.

"Apa Nona tidak bisa tidur?"

Nath mengangguk. Dia sungguh hanya sekejap tidur atau tidur tapi dalam ketakutan. "Di mana Jeremy?"

"Jeremy ada di depan pintu, Nona!" jawab Anna di tengah kesibukan

Dalam benak Nath masih menyimpan sebuah pertanyaan yang belum terjawab. Siapa dan apa apa yang terjadi di depan kamarnya malam tadi.

Gaun merah muda berhiaskan batu safir bergelombang dengan pita melekat di tubuh indah Nath. Rambut yang di tata rapi dan setangkai bunga lili air di tangan. Nath berjalan bersama Anna dan Jeremy diikuti oleh tiga orang dayang istana menuju ruang makan Raja dan Ratu. Nath berhenti ketika tiba di depan sebuah pintu tinggi. Di tatapnya lambang dan ukirannya. Jantungnya berdebar.Ada sebuah lambang wilayah Carperia. Mungkinkah ini rindu.

"Silakan masuk, Nona," ucap salah seorang pelayan dengan sopan setelah dua orang pria berbadan tegap yang berjaga membukakan pintu besar itu.

Nath memandangi sebuah meja panjang penuh dengan makanan tepat di hadapannya. "Apakah aku tamu pertama yang datang?" batin Nath mempertanyakan.

Nath memutuskan untuk tidak duduk hingga tamu yang lain datang. Kemudian, pintu di belakangnya itu terbuka kembali.

Seorang laki-laki cukup tua berjenggot dengan mantel bulu di pundaknya berjalan dengan gagah menggandeng Ratu. Ya, tentu saja beliau adalah Raja di Gradiana.

"Kesejahteraan dan kemakmuran selalu bersama Gradina, selamat pagi Yang Mulia."

Nath membungkukkan badannya 90 derajat ketika laki-laki itu mendekat ke arahnya.

"Duduklah, Nak! Ayo kita sarapan. Tidak perlu canggung," kata Gabriel.

Nath, melihat ke kanan dan kirinya. Tidak ada tamu lain yang datang hanya dia. Makanan sebanyak itu hanya untuk mereka bertiga.

"Apa makanmu memang sedikit?" tanya Beatrice.

Nath yang canggung itu hanya mengambil dua potong kecil ayam dan kentang. Di lidahnya makanan itu paling cocok untuknya. Makanan di Ibu Kota rasanya hambar begitulah penilaian Nath kala pertama dia menyantap hidangan dari koki istana.

"Saya memang harus makan sedikit agar gaun saya muat," sanggah Nath. Dia tersenyum untuk menutupi rasa canggungnya.

Kedua orang di hadapannya itupun terkekeh mendengar jawaban Nath. 

"Apakah bunga itu kau yang membawanya?" tunjuk Beatrice pada empat tangkai bunga lili air berwarna kuning di samping gelas minum di hadapan Nath.

Nath berdiri dan membungkuk di hadapan Raja dan Ratu. "Benar Yang Mulia, Tuan Grand Duke menitipkan ini untuk Anda. Kata beliau, Anda akan senang mendapat bunga ini. Saya tidak sempat memberikannya kemarin."

Sang Ratu menerima bunga itu dengan senang hati. Matanya berkaca-kaca. 

"Apa saya berbuat kesalahan, Yang Mulia?"

"Tidak Sayang, bunganya sangat bagus. Aku terharu."

Seseorang bertubuh tegap tiba-tiba menghampiri ruang makan itu dengan suara sepatunya yang keras menyentuh lantai. Mengerikan. Langkah yang terburu-buru itu seperti akan memecah granit yang dipijaknya. Laki-laki lalu membungkuk di hadapan Raja. "Panglima Xier menghadap Yang Mulia Raja," ucap laki-laki itu sambil bersimpuh dengan satu lututnya di atas lantai.

"Bagaimana?" Suara Gabriel terdengar serius.

"Sudah kami di tangkap, Yang Mulia. Dia adalah anggota dari menara sihir ujung pulau Alphouse. Pengguna elemen angin sehingga kedatangannya tidak terdeteksi di Gerbang Timur."

"Hmm.. pergilah, jangan membuat gadis cantik ini ketakutan," ucap Gabriel mengakhiri. 

Nath menelan ludah. Laki-laki itu memang sangat menyeramkan.

"Bagaiamana musim di Carperia? Apa masih sangat dingin?" Beatrice menghentikan ketegangan.

Nath menghentikan gerak sendoknya. "Carperia selalu dingin, Yang Mulia,"

Sang Raja tertawa. "Tentu saja. Bagaimana kau bertanya seperti itu, Sayang. Apa kau suka tinggal di tempat itu?"

"Tentu saja. Itu rumah saya." Nath tersenyum. Matanya menelisik setiap jengkal ruangan bernuansa gading itu. "Kalau boleh saya bertanya-tanya, apa tidak ada tamu lain yang akan datang?"

"Harusnya, Claire, Vederick dan dua kakakmu hadir. Tapi sepertinya mereka sibuk pagi ini," jelas Beatrice.

Selepas sarapan, Nath berkeliling istana. Bangunan megah dengan pualam dan granit di tiap sisi dan sudutnya. 

Kaki Nath terhenti ketika melihat sebuah lukisan yang berukuran paling besar--- bersembunyi di sudut ruangan. Sebuah gambar bayi mungil yang menutup mata;cantik. Tertidur dengan senyuman---dengan bunga lili berwarna biru di tangannya. Lili musim dingin dari Carperia. Itu hanya lukisan. Tidak mungkin seseorang akan menyentuh bunga itu. Bunga beracun itu juga mungkin hanya sebuah legenda.

"Selamat pagi,"

Seseorang perempuan cantik berambut emas datang menyapa. Rambutnya berwarna emas. Gaun biru lagit dengan korset biru tua menghiasi pinggangnya. Aroma lavendel dan sedikit sitrus mengelilingi gadis cantik itu.

"Salam, Yang Mulia Putri. Semoga kebahagiaan selalu bersama Anda," ucap Nath kemudian diikuti oleh Anna dan Jeremy.

"Panggil saja saya Claire. Maaf, pagi tadi saya tidak ikut sarapan bersama."

"Anda adalah Putri Mahkota kerajaan ini, bagaimana bisa saya memanggil Anda dengan nama saja."

"Aku pikir kita teman atau bahkan saudara." Claire tersenyum hingga memerlihatkan barisan gigi putihnya. "Apa aku terlalu banyak berharap ternyata."

Nath membalasnya dengan senyuman tak berarti.

Claire ikut mengamamati lukisan itu. "Dia cantik bukan? Dia adalah adiku, Caily! Sayang sekali dia sudah tiada. Kalau hidup, dia pasti seusia dengan mu."

"Beliau pasti secantik Anda," timpal Nath.

"Tidak. Dia bahkan lebih cantik."[]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun