Mohon tunggu...
Umiyamuh
Umiyamuh Mohon Tunggu... Novelis - Seorang Penulis

Bukan orang penting, hanya seseorang yang suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Masa Lalu di Masa Depan

24 Oktober 2020   23:18 Diperbarui: 24 Oktober 2020   23:30 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selamat pagi dunia, nampaknya hari ini langit sedang tidak berpihak kepadaku. Saat aku melangkah meninggalkan rumah, dari kejauhan langit terlihat jingga, hingga semakin ku dekati warnyanya sirna bahkan aku tak tau bagaimana lenyapnya.

Langkahku seperti kaku, diiringi air-air langit yang mendadak jatuh membasahi bumi. Ini yang aku maksud, langit tak berpihak kepadaku.

Hari ini aku harus pergi menemui seseorang yang aku sebut sahabat. Katanya dia akan memberiku pekerjaan. Dengan sigap aku pagi-pagi sekali berjalan menyusuri lorong-lorong waktu antara gelap dan terang menyibakkan kabut-kabut tipis sisa hujan semalam. 

Ku pikir hari ini akan cerah se cerah masa depan yang aku harapkan. Namun tidak, air langit jatuh kembali yang ku kita telah habis tertuang semalam.

Aku berjalan tak begitu jauh. Ya, cukup menguras keringat dengan berjalan sekitar satu setengah jam. Memang jarak rumah dan tempat yang aku tuju tidaklah jauh, tapi aku memutar dan mencari jalan-jalan baru untuk merubah susana hatiku yanh baru saja di basahi hujan.

Bajuku berkeringat untung saja aku menyadari bahwa ini akan terjadi. Bergegas saja aku menuju toilet melepas kaos dan celana panjang dan ku ganti dengan kemeja dan rok sebawah lutut.

Aku perempuan, ya begitulah. Tapi sejujurnya aku lebih menyukai style laki-laki, dan itu lebih nyaman untukku. Namun hari ini sahabatku itu mewanti-wanti agar aku memakai sesuatu yang seharusnya di pakai wanita.

Tapi aku tak mengerti apa kaos dan celana panjang bukan untuk wanita juga? Tidak. Bukan begitu maksudnya, hanya saja dia paham betul bagaima style ku. Bukan kaos perempuan yang gemes bergambar bunga atau sesuatu yang lucu melainkan yang ku pakai adalah kaos longgar bergambar tengkorak dan baginya itu tidak pantas, bagiku juga demikian tapi aku nyaman memakai itu.

Aku sudah menganggur sejak dua bulan yang lalu setelah kantor dimana aku bekerja bangkrut dan terpaksa harus mengurangi jumlah karyawannya.

Aku adalah editor sebuah majalah, kerja ku tak perlu terlalu formal kantor kami juga santai sehingga itu semakin membuat ku nyaman dan terlarut dalam style yang tak karuan itu.

Sejak dia menghubungi ku, dia selalu mengingatkan ku agar aku mandi dan berdandan. Ya, aku bukan tipe perempuan yang gemar memoles wajah, tapi aku tetap perempuan yang tahu mana eye liner dan mana eye shadow. 

Ini masih terlalu pagi sepetinya, karena tempat yang aku tuju masih cukup sepi. Ku tatap jam di tanganku masih belum menunjukkan pukul 7 tapi tempat itu jelas sudah hampir buka.

Sahabat ku adalah seorang owner sebuah kafe, dia merintis usaha itu sejak duduk di bangku kuliah. Dan di kafe itulah kita berjanji akan bertemu.

Dia memang keren, aku selalu kagum dengannya. Saat aku masih mondar-mandir melamar pekerjaan, dia sudah mondar-mandir mengatur karyawannya. Dia juga memiliki paras yang cantik dan juga jenius, siapa sih yang nggak mau jadi teman atau kekasih nya. Namanya Katherine, dia lulusan terbaik juruan manajemen dari kampus terbaik di negeri ini.

Aahh.. dunia sepertinya nggak berpihak padaku jika terlalu lama menatap Kath, begitu aku memanggilnya. Dan itu adalah Kath, badannya benar-benar proporsional. Rok setulut dan jas berwana peach sangat menyatu dengan wajahnya yang cantik. Dia seperti tokoh utama dalam drama dan semua mata akan selalu tertuju padanya.

Dan namaku adalah Sunny, terlalu imut untuk perempuan yang lebih sering memakai kaos bergambar tengkorak. Aku hanya perempuan biasa terlahir dari keluarga biasa dan mempunyai prestasi yang biasa. Bukan hanya itu, dalam hal percintaan aku juga biasa saja, tentu berbanding terbalik dengan Kath. Walaupun namaku Sunny, tapi bagiku aku adalah shadow-nya Katherine. Perempuan itu selalu bersinar terang hingga aku tak ada celah untuk bersinar juga.

"Pagi Sunny. Hari ini kamu cantik" sapa gadis itu saat melihat aku sudah duduk di bangku depan kafenya.

Tempat ini tak begitu jauh dari kediaman ku karena akulah yang merekomendasikan tempat ini untuknya. Tempat luas dengan halaman yang banyak ditumbuhi pohon serta letaknya yang strategis.

Disini juga sejuk dengan dua pohon besar di seberang jalan. Memang tampak seperti bangunan lawas dan dulu terlihat seram, tapi sejak tempat ini di beli Kath semua berubah. 

Tidak jauh dari tempat ini merupakan perkantoran sedangkan 20 meter dari tempat ini adalah kampus. Jadi tidak heran jika pelanggan tetap cafe ini adalah mahasiswa dan orang-orang kantor. 

"Aku selalu cantik kalau deket kamu, kok!" gurau ku.

"Kamu cantik kalau sendirian, tau!" ejek perempuan dengan tinggi 170 cm itu, "mau teh atau kopi?" ucap Kath menawarkan produk kafe nya.

"Tester?" ucapku curiga.

Kath tertawa terbahak-bahak. Sungguh saat mode ini nampak jika kelakuannya tak seirama dengan penampilan nya. Dia selalu seperti ini mengajakku ke kafe nya dan menyandingkan semua produk baru ciptaanya baik itu minuman ataupun makanan.

Dia sangat suka menjadikanku kelinci percobaan nya.
Aku beruntung karena bisa mencicipi makanan atau minuman yang enak bahkan sebelum pelanggan mencicipinya, tapi aku buntung saat yang aku cicipi rasanya tidak bisa di jelaskan hanya dengan kata mengerikan.

"Nggak! Bukan."sanggahnya.

Kath pergi meninggalkan ku sendirian. Sekeliling mulai ramai, aku hanya duduk dan menatap orang berlalu lalang masuk ke dalam kafe. Ya, aku duduk di luar kafe dengan payung besar di atasnya. 

Kliingg... Benda itu selalu berbunyi setiap kali seseorang membuka pintu. Orang-orang dengan segala kesibukan nya menyempatkan diri datang hanya untuk secangkir kopi atau roti lapis untuk mengawali pagi mereka.

Sekelebat aku melihat seseorang masuk, dia tinggi dan berpakaian rapi. Sekilas seperti orang yang ku kenal pikirku.

Kath datang dengan nampan dan secangkir teh chamomile aromanya semerbak bahkan sebelum Kath meletakannya di hadapan ku.

"Kamu udah ketemu?" ucapnya tiba-tiba.

"Siapa?" tanya ku.

"Brian."

"Siapa?" ucapku memastikan.

"Brian. B-R-I-A-N, Briand" ucap Kath, "dia akan jadi partner kamu disini, jadi baik-baik lah sama dia." sambungnya.

Kath meminta ku datang untuk ini, dia akan segera menikah dan tidak akan lagi sibuk di kafe. Aku yang tanpa pengalaman ini, di paksa olehnya untuk menjadi manager disini.

"Kamu gila? Terakhir aku kerja aja sebagai editor. Mana mungkin aku bisa mengelola sebuah kafe."

"Makanya kamu itu harus bekerjasama dengan Brian."

Aku berkali-kali menarik nafas panjang. Ini tidak benar, sudah terlalu lama aku berusaha melupakan dia dan aku hampir berhasil.

Hari dimana aku harus mulai aktivitas baruku di mulai, aku berangakat pagi sekali dengan pakaian jogging, ini sama seperti sambil menyelam minum air. Aku memulainya sejak habis subuh sebelum jam 5 aku sudah keluar rumah dengan tas punggung yang cukup besar berisi baju ganti.

Haah... Haahh... Hahh... 

Nafasku terengah-engah jelas ini tanda jika selama ini aku memang kurang berolahraga. Sejak bekerja aku hanya sibuk dengan kerjaan dan saat aku jadi pengangguran aku sibuk rebahan.

Aku sampai di kafe tepat pukul 05.30 ya masih satu setengah jam lagi kafe buka. Aku ganti bajuku dan merapikan lagi rambutku. Rambut panjang sebahu aku ikat dan coba cepol gar telihat lucu aku tambahkan jepit bergambar kupu-kupu. Aku melihat diriku yang lain di cermin. "Ini bukan aku? Sungguh" sanggah ku pada diriku sendiri. Bayangan di cermin sangat bukan aku. Perempuan dengan kemeja putih dengan rok selutut serta apron cantik berwana abu-abu menghiasi tubuh ku hari ini.

"Kenapa begitu lama," 

Aku terkejut saat tiba-tiba seseorang di samping tolilet berdiri di belakangku, namun aku berusaha tetap tenang.

"Bukankah di depan sudah jelas tertulis jika ini toilet wanita?"

"Kamu masih saja judes, Sunny" 

Wajahnya memang tidak banyak berubah, dia tetap tampan. Tapi suara dan tubuhnya sungguh tidak sama lagi sejak terakhir kali aku menatapnya.

"Mohon kerja sama dan bantuannya, Emm--" 

"Panggil saja seperti biasa. Kamu tidak lupa namaku bukan?" tanya Brian.

Aku segera pergi meninggalkan laki-laki yang masih berdiri di samping pintu sambil menyilangkan tangan nya itu 

Butuh waktu bagiku untuk melupakannya, tidak terlibat apapun tentangnya dan tidak berjumpa dengannya adalah hal yang aku lakukan selama ini agar aku bisa lepas dari bayang-bayang nya. 

Kini setiap pagi hariku di penuhi oleh aroma kopi yang baru di seduh dan wanginya pancake yang baru saja matang, atau harumnya aroma roti yang baru saja keluar dari panggangan. Dan tidak hanya itu, aroma tubuh laki-laki itu bagai candu bagiku. Aku selalu berdebar tiap kali aku berpapasan atau berbincang dengannya.

Bagaimana bisa aku lupa, bagaimana aku bisa, jika aku masih saja di sekitarnya bahkan dengan jarak yang sangat dekat.

Kau tak perlu melupakan ku, kau hanya perlu mengiklaskan aku. Karena mau sampai kapanpu aku tetap saja pernah jadi bagian dari hidupmu...

Sebait nasihat yang dia ucapkan mengajarkanku bahwa semua yang telah terjadi biarlah sudah terjadi dan itu tidak akan bisa di ubah. Dan apa yang kini terjadi itulah kenyataan. Aku dan Brian hanya sebuah kenangan masa lalu yang tidak mungkin lagi di ubah.

Namun masa depan masih bisa kita ubah, mungkin bisa di mulai dari hari ini, lewat secangkir kopi. Karena yang pernah menyakitkan di masa lalu akan indah di masa depan.

Umiyamuh30

24Oktober2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun