Analisis terhadap artikel “Dampak Perceraian dan Pemberdayaan Keluarga Studi Kasus di Kabupaten Wonogiri”
Artikel tersebut membahas pentingnya komunikasi terbuka, saling menghormati, dan pemberdayaan dalam keluarga untuk menjaga harmoni dan mencegah masalah seperti krisis keuangan yang dapat menyebabkan kelalaian dalam pernikahan. Artikel tersebut juga menyoroti dampak perceraian terhadap dinamika keluarga dan perlunya pasangan untuk saling mendukung berdasarkan nilai-nilai agama. Juga menyentuh fenomena suami yang mengabaikan istri mereka, dengan mengutip data dari Pengadilan Agama Wonogiri.
Di dalamnya juga menyebutkan kontroversi seputar perkawinan anak dari perspektif hukum Islam, hak asasi manusia internasional, dan hukum nasional. Berbagai pandangan tentang perkawinan usia dini dalam fikih Islam dibahas, dengan fiqh klasik tidak menetapkan usia minimum untuk perkawinan.
Artikel ini juga membahas aspek hukum perkawinan usia dini dan peran pakar hukum Islam kontemporer dalam menangani isu ini, tantangan yang dihadapi oleh keluarga dan peran lembaga seperti Kantor Urusan Agama dalam menangani kasus perceraian. Serta dampak layanan pengadilan keliling terhadap tingkat perceraian dan pentingnya program yang mempromosikan keluarga harmonis. Teks menekankan pentingnya layanan konseling keluarga dan keterlibatan mediator, pengacara, dan organisasi masyarakat dalam menangani masalah pernikahan.
Secara keseluruhan, artikel ini menekankan pentingnya membina keluarga harmonis berdasarkan ajaran agama dan nilai-nilai sosial untuk mencegah perceraian dan mempromosikan hubungan keluarga yang sehat.
Dalam Artikel juga membahas beberapa topik utama:
- Pentingnya Nilai-Nilai Agama dalam Keluarga:
- Komunikasi terbuka, saling menghormati, dan pemberdayaan keluarga.
- Dampak krisis keuangan keluarga terhadap hubungan suami-istri.
- Fenomena suami yang telantarkan istri berdasarkan data Pengadilan Agama Wonogiri.
- Kontroversi Perkawinan Anak di Bawah Umur:
- Perspektif Fikih Islam, hak asasi manusia internasional, dan undang-undang nasional.
- Varian pandangan dalam hukum Islam terkait perkawinan anak di bawah umur.
- Peran pakar hukum Islam kontemporer dalam mengatasi isu ini.
- Tantangan dan Solusi dalam Keluarga:
- Indikator keluarga harmonis secara ekonomi, pendidikan anak, dan hubungan suami-istri yang seimbang.
- Program keluarga sakinah dan upaya pencegahan perceraian.
- Peran lembaga seperti BP4, mediator, dan pengacara dalam menangani masalah pernikahan.
- Pengaruh Program dan Layanan Terhadap Tingkat Perceraian:
- Layanan sidang keliling dan program keluarga sakinah.
- Tantangan dalam implementasi program keluarga sakinah akibat keterbatasan anggaran.
- Peran mediator, pengacara, dan lembaga masyarakat dalam mencegah perceraian.
Artikel ini juga membahas upaya-upaya seperti pelayanan pendampingan sebelum perceraian, program pengajian dan penguatan mental, serta inisiatif hukum adat di beberapa daerah untuk mencegah perceraian. Selain itu, juga menyoroti peran lembaga seperti BP4, mediator, dan pengacara dalam menangani masalah pernikahan serta upaya mendamaikan pasangan yang mengalami konflik.
Faktor faktor penyebab perceraian
Dengan melihat kembali keadaan penduduk, kenyataan yang ada menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia umumnya berpenghasilan rendah bahkan acapkali penghasilan yang diperoleh tidak mencukupi kebutuhan hidup, sehingga dengan tidak tercukupinya kebutuhan hidup merupakan penyebab utama terjadinya pertentangan dan ketidakbahagiaan dalam keluarga.
Banyak pasangan dari kalangan keluarga yang kurang mampu sering kali perceraian terjadi karena suami kurang berhasil memenuhi kebutuhan materi dan kebutuhan lainnya dari keluarga. Dari pendapat di atas bahwa percekcokan sering terjadi di dalam keluarga karena sang suami tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, secara berlarut-larut disebabkan sang istri merasa kecewa dan merasa menderita atau tersiksa, sehingga dengan keadaan seperti ini acapkali berlanjut kepada perceraian.
Kedua adalah Faktor Usia, Faktor usia yang terjadi dalam perceraian dalam suatu ikatan perkawinan di lakukan pada usia muda, karena mereka di dalam dirinya sedang mengalami perubahanperubahan secara psikologis. Hal ini akan membuat kerisauan dan kegoncangan dalam membina rumah tangga yang bahagia.
Ketiga adalah Kurang Pengetahuan Agama, belakangan ini banyak dilihat suasana rumah tangga yang tegang tidak menentu, yang disebabkan oleh kecurigaan antara suami/istri. Mungkin karena persoalan suami yang sering pulang malam dengan alasan lembur karena pekerjaan banyak, ataupuan sang istri yang terlalu sibuk dengan kegiatan arisan sehingga melupakan kewajibannya sebagai ibu rumah tangga. Sehingga dengan adanya aktivitas di luar rumah yang melebihi batas kewajaran, sering kali menimbulkan kecurigaan antara kedua belah pihak.
Keempat adalah adanya ketidak sesuaian pendapat dalam rumah tangga. Apabila dalam keluarga tidak ada terdapat persesuaian pendapat antara sesama anggotanya maka ketentraman, kebahagian, keserasian, kasih sayang, kehangatan/kemesraan sukar di dapat dalam keluarga.
Perceraian
Dalam Penjelasan Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan diterangkan adanya 6 sebab yang dapat dijadikan alasan perceraian, baik untuk menjatuhkan talak maupun cerai gugat. Adapun alasan-alasan yang dimaksud adalah sebagai berikut.
1.Salah satu pihak atau pasangan melakukan zina, merupakan pemabuk, pemadat, penjudi, dan perbuatan lainnya yang sukar disembuhkan.
2.Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya.
3.Salah satu pihak atau pasangan mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
4.Salah satu pihak atau pasangan melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain.
5.Salah satu pihak atau pasangan mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri.
6.Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Alasan Perceraian dalam Kompilasi Hukum Islam.Dalam Kompilasi Hukum Islam atau KHI, alasan perceraian dalam Islam diatur secara tegas dalam Pasal 116 KHI. Pasal tersebut memuat delapan sebab yang dapat dijadikan alasan perceraian, yakni sebagai berikut.
1.Salah satu pihak atau pasangan berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
2.Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.
3.Salah satu pihak atau pasangan mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
4.Salah satu pihak atau pasangan melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.
5.Salah satu pihak atau pasangan mendapat cacat berat atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri.
6.Di antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
7. Suami melanggar taklik talak.
8.Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.
Akibat Perceraian
Namun, apakah perceraian jalan keluar yang terbaik? Coba pertimbangkan apa saja kerugian yang harus ditanggung setiap anggota keluarga ketika keputusannya adalah bercerai.
Anak menjadi korban
Anak merupakan korban yang paling terluka ketika orang tuanya memutuskan untuk bercerai. Anak dapat merasa ketakutan karena kehilangan sosok ayah atau ibu mereka, takut kehilangan kasih sayang orang tua yang kini tidak tinggal serumah. Mungkin juga mereka merasa bersalah dan menganggap diri mereka sebagai penyebabnya. Prestasi anak di sekolah akan menurun atau mereka jadi lebih sering untuk menyendiri.
Anak-anak yang sedikit lebih besar bisa pula merasa terjepit di antara ayah dan ibu mereka. Salah satu atau kedua orang tua yang telah berpisah mungkin menaruh curiga bahwa mantan pasangan hidupnya tersebut mempengaruhi sang anak agar membencinya. Ini dapat mebuat anak menjadi serba salah, sehingga mereka tidak terbuka termasuk dalam masalah-masalah besar yang dihadapi ketika mereka remaja. Sebagai pelarian yang buruk, anak-anak bisa terlibat dalam pergaulan yang buruk, narkoba, atau hal negatif lain yang bisa merugikan.
Dampak untuk orang tua
Selain anak-anak, orang tua dari pasangan yang bercerai juga mungkin terkena imbas dari keputusan untuk bercerai. Sebagai orang tua, mereka dapat saja merasa takut anak mereka yang bercerai akan menderita karena perceraian ini atau merasa risih dengan pergunjingan orang-orang.
Beberapa orang tua dari pasangan yang bercerai akhirnya harus membantu membesarkan cucu mereka karena ketidaksanggupan dari pasangan yang bercerai untuk memenuhi kebutuhan anak-anaknya.
Bencana keuangan
Jika sebelum bercerai, suami sebagai pencari nafkah maka setelah bercerai Anda tidak akan memiliki pendapatan sama sekali apalagi jika mantan pasangan Anda tidak memberikan tunjangan. Atau jika pemasukan berasal dari Anda dan pasangan, sekarang setelah bercerai, pemasukan uang Anda berkurang. Jika Anda mendapat hak asuh atas anak, berarti Anda juga bertanggung jawab untuk menanggung biaya hidup dari anak Anda. Yang perlu diingat, setelah bercerai, umumnya banyak keluarga mengalami penurunan standar kehidupan hingga lebih dari 50 persen.
Masalah pengasuhan anak
Setelah bercerai, berarti kini Anda harus menjalankan peranan ganda sebagai ayah dan juga sebagai ibu. Ini bukanlah hal yang mudah karena ada banyak hal lain yang harus Anda pikirkan seorang diri. Terlebih, jika anak sudah memasuki masa remaja yang penuh tantangan, Anda harus dengan masuk akal menjaga atau memberikan disiplin kepada anak agar dapat tumbuh menjadi anak yang baik.
Masalah lain dalam hal pengasuhan anak adalah ketika harus berbagi hak asuh anak dengan pasangan karena bisa jadi Anda masih merasa sakit hati dengan perlakuan mantan Anda sehingga sulit untuk bersikap adil. Hal-hal yang harus dibicarakan seperti pendidikan atau disiplin anak mungkin dapat menyebabkan pertengkaran karena tidak sepaham dan rasa sakit hati dapat membuat hal ini semakin buruk.
Gangguan emosi
Adalah hal yang wajar jika setelah bercerai Anda masih menyimpan perasan cinta terhadap mantan pasangan Anda. Harapan Anda untuk hidup sampai tua bersama pasangan menjadi kandas, ini dapat menyebabkan perasaan kecewa yang sangat besar yang menyakitkan. Mungkin juga Anda ketakutan jika tidak ada orang yang akan mencintai Anda lagi atau perasaan takut ditinggalkan lagi di kemudian hari.
Perasaan lain yang mungkin dialami adalah perasaan terhina atau perasaan marah dan kesal akibat sikap buruk pasangan. Anda juga mungkin merasa kesepian karena sudah tidak ada lagi tempat Anda berbagi cerita, tempat Anda mencurahkan dan mendapatkan bentuk kasih saying. Serangkaian problem kesehatan juga bisa disebabkan akibat depresi karena bercerai.
Mengatasai Perceraian dan Dampaknya
Diera perkembangan zaman pada saat ini yang terjadi banyak sekali kasus perceraian baik dari segi pernikahan dini hungga permasalahan KDRT. Seperti yang kita ketahui harusnya kita dapat menyadari sedari awal bahwasaannya pernikahan bukanlah sebuah permainan percintaan atau cinta monyet yang terjadi dikalangan anak muda. Akan tetapi pernikahan adalah sebuah ikatan suci yang harusnya terjadi seumur hidup sekali. Maka dari itu perlunya ada sosialisai edukasi terkait pernikahan yang diikuti oleh para calon pengantin.
Serta berdapak pada masa depan pasangan tersebut jika kurang adanya edukasi terkait pernikahan ini. Serta anak lah yang menjadi korbannya.
Fernica Berliana Elbitsa 222121152
umi sofiatun nisa 222121145
Luthvia yuhand 222121149
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H