Mohon tunggu...
Umi Setyowati
Umi Setyowati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Suka membaca apa saja, sesekali menulis sekedar berbagi cerita.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Karena Dia Laki-laki(3)

23 Desember 2024   17:34 Diperbarui: 23 Desember 2024   17:42 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rumah adalah tempat yang aman dan nyaman bagi tumbuh kembang anak. Seharusnya. Namun ketidakstabilan emosi orangtua jika tidak ada pengendalian yang cukup, anak rentan menjadi korban kekerasan, pelampiasan, disadari atau tidak.

Pernikahan bukan hanya masalah cinta dan kebahagiaan, tetapi juga tanggung jawab dan kesiapan emosional kedua belah pihak.

Ketika pasangan atau orang tua tidak siap menghadapi realitas rumah tangga, anak kerap jadi pelampiasan frustasi, rentan menjadi korban.

Aku sedang membaca di beranda samping, sambil menunggu kabar perkembangan mediasi kedua antara Husni dan istrinya.

Kota Malang siang ini cuacanya tak menentu, sebentar langit cerah, sebentar redup, ku batalkan juga  niatku keluar rumah.

 Tepat sesuai janjinya,pengacara yang mendampingi Husni menelpon, melalui  panggilan video, dia melaporkan perkembangan kasus Husni. Sesuatu yang tak terduga terjadi, katanya.

Aku pun tak menduga ada kejadian yang sangat kebetulan. Mungkin ini bentuk pertolongan dari Tuhan.

Spontan saja aku merespon, ku katakan padanya," Ini mungkin jalan keluar yang patut kita coba, selamatkan dulu  anak itu,Mas,  bawalah pulang ke rumah kontrakannya Husni!" kataku.

"Siap, Non! -- itulah yang juga terpikir olehku, ternyata kita punya ide yang sama, ok, dikau tenang aja, percayakan semua urusan Husni kepadaku!" dan percakapan berakhir.

"Anak itu, anak siapa, kenapa, Ning?"

Astagaa...aku melonjak dari kursi

"Duh, Mbah Kung, ngagetin banget!'

"Tenang, tenang, tarik nafas lah dulu, bicara pelan-pelan,"

Lalu ku ceritakan, bahwa mediasi kedua gagal, tapi ada perkembangan baru, anak mereka sakit, Husni lalu membawanya  ke dokter, nah di sini masalahnya.

Siapa yang menduga, ditengah suasana konflik kedua orang tuanya, si anak jatuh sakit. Pastinya ia merasa tertekan dengan kepergian ayahnya dari rumah, namun belum  memahami dengan apa yang terjadi, pun tak tahu harus berkata apa, semua yang dirasakan hanya terpendam di hati, berimbas pada kesehatan nya.

Ketika Husni mendapat kabar dari istrinya, Ia langsung membawa anak laki-lakinya yang berusia 4 tahun ke RS. Dari hasil pemeriksaan, ditemukan memar di beberapa bagian tubuh nya.

Maka berbekal visum dari dokter forensik RS,  Husni memberi dua pilihan kepada istrinya.

Pertama, istrinya akan dilaporkan ke polisi karena telah melakukan kekerasan kepada anaknya. Dan jika mereka bercerai, Husni akan meminta hak asuh anak nya.

Kedua, mencabut gugatan cerai dan mau mereka tinggal terpisah dengan orangtuanya.Sebuah rumah yang memadai untuk keluarga kecil telah Husni siapkan.

Namun ternyata proses Husni mengeluarkan istrinya dari rumah orangtuanya bukan perkara mudah. 

Mas Firman tidak kehabisan akal, untuk membuat mertua Husni merestui.

Dikatakan bahwa, menurut UU pernikahan, orangtua tidak berhak ikut campur urusan rumah tangga anaknya. Pengadilan akan melayangkan surat panggilan jika orangtua terindikasi menyebabkan perceraian anaknya.

Aha ha .aku spontan ngakak waktu mendengar cerita, Mas Firman, padahal belum pernah membaca, ada di pasal berapa yang mengatur itu dalam UU Pernikahan.

Yang paling penting, telah berhasil membuat mertua Husni terpojok, dari pada mendapat surat panggilan dari kantor pengadilan, lebih aman menyetujui saja anak dan menantunya rujuk.

Mas Firman bersiasat sedikit demi kebaikan, boleh kan?

---

Keesokan harinya, aku bersiap pulang dari rumah, Mbah Kung. Liburan jadi campur aduk rasanya, ambyar semua rencana ke sana dan ke situ yang ingin ku tuju.

Kami sedang duduk di beranda muka, menunggu dijemput mobil travel yang akan mengantar ku ke Surabaya.

"Akhirnya selesai juga masalah Husni seperti yang ku harapkan," kata,Mbah Kung ,lega. Berhasil menyelamatkan satu pernikahan.

"Dengan kata lain, balas dendam, Mbah Kung, pada kegagalan menyelamatkan pernikahan Ayah dan ibuku terbayar,"

"Itulah ---," Mbah Kung, tercenung.

"Itulah ---karena dia laki-laki, diwajibkan mempunyai pundak yang kuat, untuk memikul beban problemnya sendiri --- itu kan yang sudah, Mbah Kung, katakan padaku?"ku teruskan, seperti yang dikatakan kakek padaku sebelumnya.

"Karenanya, ayahmu menyelesaikan problem rumah tangganya sendiri, aku hanya bisa menyesali keputusannya, tidak punya kesempatan menyelematkan kamu,Ning," nada suara,Mbah Kung, penuh penyesalan.

"Semua sudah terjadi, Kung, tidak perlu kita bahas, aku baik-baik saja,"

"Bersyukur, ternyata kamu mampu mengalihkan frustasi ke arah yang positif, itu seperti obat yang ampuh sedikit demi sedikit menyembuhkan rasa sesal ku,"

Kalau kakek sudah mulai teringat masa lalu, aku musti mengalihkan topik, tak ingin berlama-lama terhanyut perasaan sedihnya.

Lalu datanglah, Mas Firman, bersamaan dengan mobil travel yang menjemput ku.

Disusul mobil lain di belakang nya, perlahan masuk ke halaman rumah.

Haa? Aku sedikit terkejut dan heran, itu mobil Husni, dan lebih terkejut lagi, ketika melihat siapa -siapa yang kemudian turun dari mobil itu.

Astagaa --mereka bertiga, Husni, istrinya dan anak laki-lakinya, mau apa ke sini?

Dengan langkah panjang, Husni menuju ke arah ku, aku semakin heran ditengah rasa dadaku yang bergemuruh.

Ketika sudah tepat di depanku, dia mengulurkan tangannya,"Ning, terima kasih banyak atas bantuanmu," katanya, aku sulit menerka, apa perasaannya.

Mau tak mau, ku sambut juga jabat tangannya, tapi aku menoleh ke Mas Firman dengan sedikit melotot. Pastilah dia .

"Enggak,Ning, bukan Mas Firman yang memberitahu ku, jangan salahkan dia!"kata Husni, membela.

"Iya, iya, Mbah Kung, yang keceplosan ngomong kalau kamu ada di sini,Ning!" sela kakekku seakan merasa bersalah.

Lalu istrinya menyusul, Husni bergeser, memberi kesempatan kami bercipika-cipiki, aku tak bisa mengelak, bagaimana pun, kami dulu pernah berteman.

"Terima kasih atas semua bantuanmu, Ning,---dia menghambur memelukku--'sungguh aku malu dengan sikapku yang egois,---mari kita jangan putus persaudaraan' --," suaranya terbata-bata, berbisik di telingaku, mendekap ku  erat cukup lama, menahan isak tangisnya, duh! Aku seperti patung berdiri, kaku.

Ketika melepas pelukannya, kami bertatapan, Denga raut wajah keharuan yang sama, lalu ia mengusap matanya dengan tissue. Sungguh, pertemuan dengan suasana seperti ini, tak pernah kubayangkan. Lidahku kelu, tak tahu harus berkata apa.

Mas Firman yang ada disampingku, menyelipkan tissue ke telapak tangan ku, sambil berbisik,"jemputan sudah menunggu," katanya lirih.Aku tahu maksudnya.

"Iya, iya, syukurlah satu masalah sudah teratasi, tapi maaf, aku sudah akan berangkat pulang," kataku kemudian.

Betapa ingin aku lekas bebas berlari dari situasi mendadak ini.

Kemudian aku pamit, salim dengan Mbah Kung, mencium punggung tangannya, diciumnya keningku dengan penuh kasih,"berhati-hatilah dalam perjalanan!" ucapnya.

Terakhir, yang hampir luput dari perhatian ku, anak laki-lakinya Husni, kuhampiri, dengan santunnya dia menerima uluran tangan ku, lalu menempelkan di keningnya, aih,cakepnya nih anak! Ku beri senyumku yang termanis, agar di tahu bahwa aku pun, mengasihinya.

Lambaian tangan perpisahan, aku dan Mas Firman, lakukan setelah mobil mulai berjalan, meninggalkan rumah kakekku.

Kasus yang lain, sudah menunggu untuk kami tangani di Firma Hukum tempat kami magang, di Surabaya.

Selamat tinggal Malang, kota kenangan.

Tamat.

***

Sampai jumpa di cerita saya yang lain.

Terima kasih, para sahabat Kompasiana yang yang telah meluangkan waktu membaca cerbung ini.

Wassalam.

---

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun