Aku tak menyangka dia benar -benar akan sampai di kotaku, berdiri di depanku. Â Setelah sewindu kami tak bertemu.
" Aku suka dengan suasana pedesaan ini." Zuna membuka kata. " betapa Tuhan Maha Kuasa,menciptakan panorama alam nan indah." lanjutnya sambil memandang hamparan kebun petani di kejauhan.
Kuikuti pandangnya tanpa kata, dalam hatiku bertanya-tanya, apa tujuan dia mengunjungi ku? Terbang 2 jam, lanjut menumpang taxi 1 jam sampai di tempat tinggal ku. Bukan perjalanan yang hanya lewat tentunya.
"Kau betah tinggal di sini,? bukannya kau tak tahan pada udara dingin?" Dia menoleh ke arahku.Kami duduk dipisahkan oleh meja kecil.Â
"Awalnya memang aku tak tahan, setiap hari baju yg kukenan harus berlapis-lapis untuk menahan udara ingin.Malam pun saat akan tidur, aku harus berselimut tebal, seluruh tubuh ku harus tertutup." Jawab ku.
"Tapi itu hanya masalah iklim. Yang terpenting bagiku, terasa nyaman, jauh dari kebisingan kendaraan yang membawa polusi, aku hanya perlu beradaptasi saja." kataku lagi.
Hening sejenak.
"Apa kau dapat tender proyek di  kota ini?" akhirnya aku tak sabar lagi untuk bertanya.
"Nah, kau masih saja tidak sabaran." senyum tipisnya meledek ku. Lalu menyeruput kopinya yang tak lagi mengepulkan asap.
"Aku sudah tidak di proyek lagi. Ada usaha kecil-kecilan yang bisa kulakukan dari rumah, aku sengaja mau bertemu denganmu, tidak ada yang melarang kan?" candanya, sepotong keripik apel diambilnya.
Hemm.. dalam hatiku. Kalau sekedar bertemu tidak masalah. Tapi membuatku salah tingkah  berhadapan dengan mantan, yang datangnya tiba-tiba pula.Â