Mohon tunggu...
Umi Sakdiyah Sodwijo
Umi Sakdiyah Sodwijo Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Pengelana kata yang riang gembira

Pengelana kata yang riang gembira

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pesan Berdarah Sheila

10 Mei 2021   02:36 Diperbarui: 10 Mei 2021   02:39 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku terbelalak menatap barisan huruf cakar ayam berwarna merah tua seperti darah mengering di kaca rias kamar Sheila. Tunggu sebentar! Sepertinya ini memang ditulis dengan darah sungguhan.

T    U    L    A    T    P    K    N    O    F    A    M    A            
L    R    K    E    T    L    U    I    O    E    U    R    U            
N    D    V    A    A    S    Y    A    G    Y    I    H    B        
A    R    L    K    W    M    S    I    K    E    L    O    A            

Apakah ini pesan ancaman dari para penculik Sheila? Ah, semua begitu membingungkan hingga batok kepalaku berdenyut. Kupandangi sosok yang terpantul di cermin. Wajah kuyu, rambut kusut masai, dan mata sembab kurang tidur. 

"Kemarin Sheila ngirim pesan lewat whatsapp, nyuruh aku segera datang ke sini. Tapi waktu aku datang, dia nggak ada di rumah. Aku hanya menemukan papanya yang tergeletak di lantai ruang tamu. Aku pikir dia sudah meninggal dan segera melarikannya ke rumah sakit. Sekarang dia koma. Menurut dokter, dia kena serangan jantung." David menceritakan kronologi kejadian hilangnya Sheila hingga ia meminta bantuanku untuk menyelidiki kasus ini.

Aku pun segera mencari petunjuk dengan memeriksa seluruh sudut rumah. Sialnya kamera CCTV telah dimatikan oleh tamu tak diundang itu. Kami sepakat untuk tidak segera melapor ke pihak berwajib demi keamanan Sheila.

Pasti penculik biadab itu akan segera menghubungi David, kekasih Sheila untuk meminta tebusan. Sepertinya kami tak memiliki petunjuk apapun kecuali huruf-huruf aneh yang mengotori cermin di meja rias kamar Sheila. Sebentar! Bagaimana kalau itu semacam sandi yang sengaja ditulis Sheila sebelum diculik?

"David, apakah Sheila anggota Pramuka, pecinta alam atau semacamnya?" Benar-benar pertanyaan yang bodoh!

"Bukan. Tapi dia suka sekali novel-novel detektif dan teori konspirasi. Lihat saja, seluruh dinding kamarnya dipenuhi buku."

Berarti kemungkinan besar ini tulisan Sheila. Aku pun memungut sebuah tabung kecil berwarna merah tua di meja rias yang ternyata sebuah lipstick. Warnanya cocok dengan yang ada di cermin.

Aku pun membuka gawai dan mencari informasi tentang sandi-sandi Pramuka. Tapi ini bukan sandi kotak, angka, semaphore, apa lagi morse. Sial! Kenapa aku mengikuti kemauan David untuk tidak melapor ke polisi tadi.

"David, buku apa yang dibaca Sheila terakhir kali?"

"Sepertinya novel Dan Brown. Dia fans garis keras Profesor Langdon."

"Langdon? Siapa dia?"

"Tokoh di novelnya. Mosok kamu nggak tahu?" Wajah David yang kuyu kini terlihat semakin menjengkelkan.

Astaga! Betapa bodohnya aku. "Kalau begitu cari semua novelnya dan bawa kepadaku! Cepat!"

Kami pun mengelilingi seluruh sudut rumah dan memeriksa deretan buku di rak. Tak satu pun memberikan petunjuk seperti yang dimaksud. Saat nyaris putus asa, mataku menatap sebuah buku yang tergeletak manis di atas meja makan. Aku menyambar novel berjudul 'Digital Fortress' itu dan segera membuka tepat di halaman yang ditandai.

"Sandi Caesar! Ini pasti sandi Caesar! Ayo kita cocokkan!" David menyusulku berlari ke kamar Sheila setelah berhasil mendapatkan buku catatan dan pulpen di dekat pesawat telepon.

Seperti di dalam novel, huruf-huruf tanpa makna di cermin berjumlah 64. Julius Caesar selalu menulis sandi dalam bentuk persegi. 64 artinya 8x8.

"Coba tulis ulang yang rapi per delapan huruf!" Aku memberikan instruksi yang segera dilakukan dengan cepat oleh David. Ia menyusun rangkaian abjad itu delapan huruf ke kanan sebanyak delapan baris.

T U L A T P K N

O F A M A O P P

L R K E T L U I

O E U R U I N D

N D V A A S Y A

G Y I H B I A V

A P L K W M S I

K E L O A R E D

Kepalaku berdenyut semakin keras membaca huruf-huruf tanpa makna yang sepertinya meledek. Ke mana perginya kecerdasan yang selama ini aku banggakan, jika memecahkan sandi anak Pramuka aja aku nggak becus. Aku menyumpah dalam hati, merutuki otakku yang mendadak bebal.

Waktu semakin sempit. Nyaris 2 x 24 jam Sheila tak diketahui keberadaannya. Gadis cantik itu harus segera ditemukan atau nyawanya melayang.

"Coba baca dari atas ke bawah!" David berseru gembira seperti menemukan harta karun Fir'aun yang terpendam ribuan tahun.

'TOLONG AKU FREDY PELAKU VILLA MERAH KOTA TUA BWA POLISI MRK PUNYA SENPI DAVID''

Tubuhku bergetar. Perlahan aku mengeja huruf-huruf yang telah berhasil disusun David. Sheila mencoba menuliskan pesan SOS dan menunjukkan siapa pelakunya.

"Ini Toko Merah di Kota Tua?" Aku menggeram kesal. Tak mungkin kalau Fredy membawanya ke sana.

"Bukan Toko Merah. Villa Merah milik keluarga Sheila di Puncak. Warnanya merah dan bentuknya mirip dengan Toko Merah di Kota Tua." David pun menunjukkan letak Villa Merah di google map.

Tanpa pikir panjang aku segera menelpon kantor polisi untuk segera mengirimkan bala bantuan ke Villa Merah. Semoga saja petunjuk yang diberikan Sheila benar.

***

Saat polisi menggerebek tempat persembunyian Fredy, kami menemukan sesosok tubuh memakai gaun pengantin terikat di tiang tempat tidur kayu yang berkelambu putih. Sheila nyaris pingsan waktu kami datang menyelamatkannya.

Gadis cantik berkulit putih itu terlihat sangat pucat seperti hantu noni Belanda. Tangan serta kakinya memar dan lecet terkena gesekan tali pengikat. Pipinya terlihat lebam kebiruan bekas pukulan. Ia segera menangis dalam pelukan David.

Fredy berhasil kabur dan dalam pengejaran pihak berwajib. Lelaki yang akan dijodohkan dengan Sheila itu ternyata anak dari musuh usaha Pak Subroto, papa Sheila.

Dia berhasil mengetahui isi surat wasiat yang menyatakan bahwa laki-laki yang menikahi Sheila akan memiliki saham mayoritas dan berhak menjadi direktur utama.

Fredy memaksa untuk menikahi Sheila secepatnya dan Pak Subroto menolak karena sudah mengetahui niat jahat pemuda licik itu. Dan, siapa aku sebenarnya? Kalian tak perlu tahu karena aku tak butuh popularitas yang penting dibayar dengan pantas.

(uss)

Sumber gambar: cermin

Pernah dimuat di Risalah Misteri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun