Mohon tunggu...
Umi NurBaity
Umi NurBaity Mohon Tunggu... Penulis - Penulis serabutan

Man jadda wa jadda

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ketika Agama Rendang Mengguncang Minang

27 Juni 2022   08:05 Diperbarui: 27 Juni 2022   08:16 480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi rendang diunduh dari freepik.com

Begitu pula sebaliknya apabila konsumen nonmuslim maka rendang bisa diolah menjadi rendang babi, dan sebagainya. Beliau kembali menegaskan bahwa makanan halal itu hanya untuk umat Islam. 

Di akhir video beliau meminta maaf kepada publik apabila merasa tersinggung dengan pernyataan tersebut. (Sumut Suara.com 24/06/2022) Di dalam pemikiran sempit saya, ketika memahami sebuah maksud haruslah memandang bagaimana cara seseorang itu menyampaikan. 

Dari awal pola penyampaian dari beliau dimulai dari kata-kata yang keluar saja membuat para pendengarnya geram, wabil khusus masyarakat Minangkabau. 

Boleh saja memberikan pendapat lewat humor kalau rendang itu seperti memiliki agama bisa diolah sesuai ajaran pengolahnya. Tetapi ternyata pernyataan tersebut kurang berkesan sehingga pesan yang disampaikan malah menuai prasangka buruk. Alhasil pernyataan tersebut menyinggung masyarakat Minang.

Komentar dari Ustaz Adi Hidayat menimpali dengan tegas mempertanyakan mengenai mulai dari kapan rendang mempunyai agama? Jawabannya adalah sejak batik, calung, dan angklung diberikan kewarganegaraan. 

Menurut pendapat beliau dalam kaidah Ushul Fiqih disebutkan "al adatu muhakkamah" jikalau sesuatu sudah melekat dan menjadi tradisi atau adat istiadat maka sudah sah menjadi hukum. 

Apalagi rendang itu memiliki keterkaitan dengan falsafah budaya dari Minang bunyinya yakni adat bersanding dengan syariat, syariat bersanding kitabullah maka hal apa saja yang berhubungan dengan Minang pasti dikaitkan dengan syariat sekalipun hanya makanan. (Viva.co.id 24/6/2022) Saya menangkap maksud dari Ustaz Adi Hidayat yang menyatakan bahwa perbandingan antara rendang dengan batik dan sejenisnya itu termasuk dari ragam kebudayaan. 

Oleh karena ragam kebudayaan maka budaya haruslah dihargai tidak boleh dinodai. Kalau sudah menjadi budaya di masyarakat artinya juga tidak perlu muluk-muluk dipermasalahkan. Tidak ada larangan barangkali Gus Miftah atau siapapun yang ingin mengumbar humor namun, perlu menggunakan bahan yang mengandung pesan moral. Untuk meminimalisir adanya kesalahpahaman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun