Mohon tunggu...
Umi Mukaromatul Masruroh ✔️
Umi Mukaromatul Masruroh ✔️ Mohon Tunggu... Penulis - Be Yourself not be other

Tidak ada yang tidak bisa Lebih tepatnya belum Dan Pasti bisa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pesantren sebagai Subculture Islam Nusantara

18 Mei 2020   08:11 Diperbarui: 9 Juni 2020   08:41 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pondok pesantren sudah ada sejak 500--600 tahun silam. Oleh sebab itu, jika melihat usianya yang panjang ini proses terbentuknya merupakan akulturasi budaya bahwa pondok pesantren memang telah menjadi milik budaya bangsa Indonesia dalam bidang pendidikan dan telah ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa.

Persoalan siapa yang pertama kali mendirikan pesantren masih menjadi perdebatan publik bagi para ulama sampai saat ini. Sehingga berkaitan dengan cikal bakal, kapan, dimana dan siapa tokoh yang mendirikan pondok pesantren belum dapat dipastikan secara jelas. Namun demikian, pondok pesantren merupakan karya monumental dan hasil ikhtiar dari para ulama yang menyebarkan Islam di Nusantara.

b. Periode Penjajahan Belanda

Datangnya Belanda ke Nusantara, secara tidak langsung memberikan pengaruh terhadap keberadaan pondok pesantren. Pondok pesantren berada dibawah kekuasaan pemerintah Belanda secara berlahan menyelipkan misi kristenisasi dan menyebarluaskan budaya westernisasi di berbagai hal termasuk ranah pendidikan. 

Pada fase ini, pemerintah Belanda membuat regulasi, kebijakan dan aturan-aturan yang tujuannya menghambat pertumbuhan dan perkembangan pesantren.

Selain itu, Belanda merasa khawatir akan kebermunculan gerakan nasionalisme-Islamisme dengan munculnya persatuan pondok pesantren dan lembaga organisasi pendidikan Islam karena takut rakyat indonesia melakukan reaksi dan protes khususnya umat Islam terhadap perkembangan agama Kristen di Nusantara. 

Pemerintah Belanda menempatkan seorang penasehat khusus Snouck. Ia diberikan tugas untuk menyelidiki kegiatan jamaah haji Indonesia di Mekkah, Terlampau takutnya pemerintah Belanda terhadap pertumbuhan pesantren dan pemberontakan yang salah satu fungsinya mengawasi gerak-gerik pesantren.

Maka tidak mengherankan jika para ulama, kyai dan kaum santri rela mengangkat senjata melakukan pemberontakan kepada pemerintah Belanda untuk mempertahankan keberadaan Islam dan sistem pendidikannya di Nusantara. Sikap para ulama, kyai dan santri tersebut diwujudkan dalam sikap dan bentuk-bentuk aksi penolakan terhadap regulasi pemerintah Belanda.

Nah pada periode kedua ini, Pada waktu itu kalangan pesantren mengambil sikap anti Belanda. Sampai uang yang diterima dari Belanda, dinilainya sebagai uang haram. Celana dan dasi pun dianggap haram, karena dinilai sebagai pakaian identitas Belanda.

Pesantren mulai bergeliat dan berusaha keluar dari ketertinggalannya. Munculnya kepeloporan dan sikap progresivitas dari para kyai muda yang baru menyelesaikan studinya di Mekkah, dengan berusaha membuka sistem pendidikan yang sebanding dengan sistem sekolah, yaitu sistem madrasah.

Dampaknya adalah munculnya berbagai organisasi Islam yang ada di Indonesia, seperti Serikat Islam (SI), Muhammadiyah dan Nadlatul Ulama (NU). Organisasi-organisasi ini bergiat dan bergerak dalam hal membela dan meningkatkan kualitas beragama, bermasyarakat dan bernegara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun