Mohon tunggu...
Umi Maslakhah
Umi Maslakhah Mohon Tunggu... Guru - Guru

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Balik Kisahnya

31 Oktober 2023   12:10 Diperbarui: 4 November 2023   08:03 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Setelah mengurutkan sampai akhir, Bu Tatik mulai menyimak pembacaan pidato yang disampaikan oleh siswanya. Secara bergantian, mereka terlihat menampilkan pidato terbaiknya agar mendapat pujian darinya. Dalam benak Bu Tatik, ia teringat oleh perkataan rekan gurunya tentang tingkah laku siswanya yang beraneka ragam. Benar. Beberapa nama siswa yang sering disebut-sebut oleh rekan kerjanya terlihat kurang semangat dan kurang antusias dalam belajar.

“Mungkin saja si anak ini memiliki minat belajar pada pelajaran lain, bukan di pelajaran Bahasa Indonesia,” batin Bu Tatik sambil mengamati satu per satu siswanya.

Tepat pada urutan terakhir, nama Andira terpanggil untuk maju menampilkan pidatonya. Bu Tatik mulai mengamati tingkah lakunya, akankah Andira mimisan saat belajar, ataukah tidak? Selama ini, Bu Tatik belum pernah mendapati Andira mimisan saat pelajarannya. 

“Ayo, Andira. Silakan maju,” ucap Bu Tatik sambil duduk di deretan belakang. Beberapa siswa terlihat memberikan isyarat kepada Bu Tatik tentang keadaan Andira, namun Bu Tatik tak mengindahkan isyarat mereka. Ada yang menggelengkan kepala, menyilangkan kedua tangannya, seakan teman-temannya mengetahui kondisi yang sedang dialami Andira. 

Dua menit berlalu, Andira belum juga maju berpidato. Dengan segera, Bu Tatik menghampiri Andira yang sedang asyik di depan laptopnya. Andira seperti tak mendengar jika namanya telah dipanggil. 

“Andira, saatnya maju. Giliran kamu berpidato di depan, Nak,” kata Bu Tatik berucap lembut seraya melirik ke arah laptop Andira yang masih menyala. Dalam layar laptopnya, terlihat naskah pidatonya yang bergerak ke atas dan ke bawah. Kedua jarinya terlihat tenang memencet tombol panah arah ke atas dan bawah di samping tombol ctrl. 

“Andira sepertinya belum siap berpidato, Bu,” kata Siska, teman sebangkunya yang sedari tadi juga mengamati tingkah Andira yang tak hentinya menekan tombol naik dan turun di laptopnya.

Andira masih terdiam. Tatapannya seakan mencermati isi naskah pidatonya. Bu Tatik yang sedari tadi juga mengamati tingkahnya mulai penasaran. Wajah Andira seketika memerah. Matanya perlahan berair. Semburat cahaya yang terpancar dari laptopnya menyinari kedua matanya yang perlahan terlihat butiran air mata yang mulai berjatuhan. 

“Andira belum siap maju berpidato?” tanya Bu Tatik sambil mengelus pundaknya. 

Andira tak menjawab sepatah kata pun. Bu Tatik semakin penasaran. Ia yakin bahwa ada beban yang sedang dirasakan oleh siswanya. Dengan segera, Bu Tatik menutup pembelajaran karena waktu menunjukkan pukul 14.30, tanda waktu pelajarannya sudah habis. Ia meminta seluruh siswa untuk segera meninggalkan kelas dan bersegera berwudu untuk bersiap melaksanakan salat Asar, kecuali Andira. 

“Apa yang sedang kamu rasakan, Nak?” Bu Tatik mulai membuka percakapan kembali setelah air mata Andira tertahan dan tak lagi membasahi pipinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun