"Tapi perempuan kan butuh kepastian," bantah Ninung dalam batinnya. Dia merasa Fadli tidak memberinya kepastian.
Drrtt. Drrtt.
Ninung membuka ponselnya, pesan dari Fadli.
"Jadi ke Malang? Besok aku jemput di stasiun."Â
Ninung mengiakan meskipun sisi hatinya merasa bersalah telah menduakan Fadli. Fadli yang baik, tulus, setia, dan selalu berusaha membuat Ninung bahagia. Fadli yang sekarang berjuang kuliah demi masa depan.
"Aku kemarin bantu memperbaiki motor anak SMU yang mogok. Awalnya mau lanjut jalan saja, tiba-tiba ingat kamu, bagaimana kalau yang motornya mogok itu kamu. Akhirnya aku berhenti dan membantunya," cerita Fadli suatu hari saat mereka bersama.Â
Ninung membayangkan gadis yang ditolong itu terpesona akan ketampanan dan kebaikan hati Fadli. Ninung yang semula cemberut, sedetik kemudian menunjukkan senyum manis.
"Awalnya mau cemburu, tapi endingnya begitu... Hmm... Fadli ... I love you," balas Ninung berpantun ria dengan mata berbinar, tangannya membentuk simbol saranghae.
Di lain waktu, saat keduanya berselisih paham, Fadli dengan kerendahan hati selalu meminta maaf lebih dulu.Â
"Siapa yang tega marahan sama kamu," ucapnya sambil mengacak ujung rambut panjang Ninung.
Semua hal yang Fadli lakukan hanya untuk Ninung. Itu yang dirasakan Nining selama bersama Fadli.