Mohon tunggu...
Umi Sahaja
Umi Sahaja Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Ibu bekerja yang ingin sukses dunia akhirat

Selalu berusaha membuat segalanya menjadi mudah, meski kadang sulit. 😄

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sawang Sinawang

8 April 2023   22:58 Diperbarui: 8 April 2023   23:42 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Jadi ke rumahku hari ini?" tanya Intan kepada Arman. 

"Insyaallah, tapi istriku masih ke taman kota. Kenapa memangnya?" Arman malah balik tanya.

"Mau masak, hehehe!" jawab Intan sambil memasang emoticon tertawa.

"Udah, gak usah repot-repot," balas Arman kepada mantan teman kerjanya itu.

Intan dan Arman berteman sejak sama-sama menjadi karyawan baru di sebuah instansi. Pertemanan keduanya sejak masih berstatus single hingga sekarang, sudah menikah dan punya anak. Setelah menikah Intan yang berasal dari luar kota kemudian mengajukan pindah ke kota asalnya. Dan pengajuan itu disetujui. Di hari Minggu yang cerah ini Arman berniat untuk mengunjungi teman baiknya itu, di kota asalnya.

Arman menunggu Alya---istrinya---pulang. Setiap Minggu pagi, Alya menyempatkan waktu untuk berolahraga bersama anak semata wayangnya---Rafa. Arman memilih meneruskan tidurnya ketika Alya pamit berangkat ke taman tadi pagi.

Begitu Alya pulang, Arman menyampaikan niatnya untuk mengunjungi Intan. Alya setuju. Setelah menyiapkan bekal secukupnya, keluarga kecil itupun berangkat.

*

Setelah menempuh perjalanan selama dua jam, sampailah di rumah Intan. Waktu menunjukkan pukul 12.15 WIB. 

Suasana siang yang panas langsung berubah adem saat masuk rumah.Teras yang mungil dipenuhi dedaunan dan bunga yang tertata rapi di pot. Tinggal di komplek perumahan dengan lahan terbatas tidak menghentikan kreativitas Intan. Ruang tamu minimalis dengan potret keluarga bernuansa hitam putih menyambut kedatangan Arman dan keluarga. Keluarga kecil yang harmonis.

"Akhirnya sampai juga di rumahmu, Tan," ucap Arman seraya mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Rumah Intan tertata rapi, di sebelah ruang tamu ada ruang keluarga yang terkesan hangat.

"Jangan samakan dengan rumahmu yang luas ya, di sini serba terbatas, kalau gak mau dibilang sempit," kata Intan sambil menghidangkan minuman dan cemilan di atas meja.

"Itu kan rumah ibuku, kamu belum tau aja rumahku yang sekarang," jawab Arman tertawa. Intan sering berkunjung ke rumah orang tua Arman sebelum mutasi ke tempatnya sekarang.

"Nanti kalau mudik, sempatkan mampir ke rumah ya," ujar Alya. Orang tua Ardi---suami Intan---tinggal satu desa dengan Arman. Bahkan Ardi adalah teman sepermainan Arman.

"Tiap Sabtu malam, Mas Ardi selalu ke rumah ibu," kata Intan. 

"Ada kerjaan kecil-kecilan sekaligus nengok orang tua," ujar Ardi. 

Kemudian meluncurlah cerita Ardi, kalau semenjak pandemi dia punya kesibukan lain, selain pekerjaan tetapnya sebagai tenaga pendidik. Dia beternak kambing di desa. Niat awalnya hanya mencari alasan agar bisa sering mengunjungi ibunya sekaligus prihatin dengan anak muda di desanya yang tidak punya pekerjaan. Akhirnya Ardi membeli beberapa ekor kambing dan memberdayakan pemuda di desanya. Sampai sekarang peternakan kambingnya sudah berkembang pesat.

"Keren, Ardi, pasti senang rasanya punya kesibukan lain yang bisa menghasilkan cuan," komentar Arman salut. 

Selama ini Arman juga ingin punya usaha sampingan, bahkan sudah memulainya, diantaranya: memelihara burung, budidaya anggrek dan tanaman hias, hingga melayani jasa perbaikan alat-alat rumah tangga. Semua usahanya itu mengalami pasang surut kalau tidak mau dibilang gagal. Semangatnya membara di saat awal mulai usaha, namun kebosanan dan menyerah saat usahanya sepi.

"Padahal sering pulang kampung, tapi gak pernah mampir ke rumahku. Mampirlah sesekali. Bapak ibu sehat, kan?" tanya Arman.

"Alhamdulillah sehat, yang sering pulang itu aku. Intan malah jarang, maklumlah dia sering anemia kalau kecapekan," jawab Ardi. 

"Maklumlah, pengaruh usia juga," tambah Intan seraya tertawa.

"Aku juga kadang anemia, apalagi kalau tamu bulanannya datang. Mas Arman malah tekanan darah tinggi," ucap Alya tersenyum.

"Udah tau punya resiko hipertensi, karena orang tua pengidap hipertensi, masih saja tidak mau berhenti merokok," ujar Alya seraya menoleh ke Arman dengan tatapan sebal. Arman hanya tersenyum kecut membalas tatapan Alya.

"Mas Ardi sudah stop merokok," ucap Intan.

"Kok bisa?" tanya Arman, dia teringat dulu Ardi juga perokok, sama seperti dirinya.

"Iya bisa lah, kalau masih merokok bisa-bisa nggak aku bukain pintu saat pulang ke rumah," jawab Intan tertawa. 

"Lhah, pantesan, kalau Mas Arman aku perlakukan seperti itu, ya, nggak ngefek, lha wong dia pegang kunci rumah sendiri," kata Alya tertawa.

Arman lagi-lagi tersenyum kecut. Sebenarnya jauh dilubuk hatinya, dia ingin berhenti merokok, namun apa daya godaan dari teman-teman saat ngumpul tidak mampu ditolaknya.

Setelah makan siang dan menunaikan sholat Dhuhur, Arman dan keluarga berpamitan. Tak lupa mereka berfoto bersama untuk mengabadikan kenangan mereka.

*

Dalam perjalanan pulang, Arman dan Intan beristirahat di rest area. Selain ada mushola, toilet, dan pujasera di rest area itu juga disediakan playground yang membuat anak-anak betah. Di area playground itu ada banyak permainan yang disukai anak-anak, ada ayunan, prosotan, jungkat-jungkit dan aneka permainan lainnya. Suasana semakin sejuk dengan banyaknya pepohonan yang rindang, diantara pepohonan itu ada yang dibuat rumah burung merpati. Pantas saja banyak merpati yang beterbangan. Rafa bermain ayunan, sesekali berlarian mengejar merpati yang terbang rendah.

"Mas, seneng, ya, melihat kehidupan Intan dan Ardi. Sama-sama punya pekerjaan tetap, tapi masih bekerja keras mencari penghasilan lain," ucap Alya menerawang.

"Bersyukurlah, Dek, dengan keadaan kita. Coba lihat orang-orang disekeliling kita. Ada banyak pengangguran, ada orang lain yang hidupnya lebih sulit dari kita," kata Arman, dia paham kemana arah pembicaraan Alya. 

Alya mengaduk-aduk soto daging di depannya, asap mengepul dari mangkok Alya.

"Iya, tapi kan usaha tidak mengkhianati hasil. Kalau kita berusaha lebih keras, pasti penghasilan kita juga semakin banyak," ucap Alya.

"Dan lagi, Ardi lho, sudah berhasil menghentikan kebiasaannya merokok. Kapan Mas Arman akan berhenti merokok?

"Setidaknya, kalau belum bisa menambah penghasilan, ya berhenti merokok. Selain menghemat pengeluaran, kan hidup juga jadi lebih sehat." Alya masih meneruskan omelannya. 

Arman yang sudah paham karakter istrinya, hanya menghela nafas.

"Iya, aku akan berusaha, ayo dimakan dulu sotonya, ntar keburu dingin," bujuk Arman. 

"Janji, ya, sebentar lagi kan bulan Ramadhan. Kesempatan untuk berhenti merokok, ya," ucap Alya.

"Iya, insyaallah," jawab Arman.

"Rafa, ayo, Nak, kita makan dulu," panggil Alya. Rafa segera berhenti bermain, lalu menghampiri ibunya. Setelah duduk di kursi, kemudian Rafa makan dengan lahap.

Arman dan keluarga tiba di rumah saat hari menjelang Maghrib.

*

Dalam kehidupan, seringkali kita kagum dengan kehidupan orang lain. Kita merasa sudah berusaha bekerja keras, tetapi hasil yang kita peroleh masih saja kurang. Padahal kalau kita mau bersyukur, ada begitu banyak nikmat yang Tuhan telah berikan. Melihat ke atas boleh, agar kita tidak bermalas-malasan. Kita tidak pernah tau perjuangan orang lain hingga mencapai tahap yang bisa dipandang sebagai kesuksesan. Alangkah baiknya, kehidupan orang lain yang lebih baik dari kita, dapat kita jadikan semangat dan inspirasi bahwa kalau orang lain bisa kenapa kita enggak?

Perbanyak melihat di sekeliling kita, ada banyak kehidupan orang lain yang kurang beruntung. Kenyataan itu seharusnya dapat kita jadikan pelajaran dan suntikan semangat untuk menjadikan kita hamba yang pandai bersyukur. Apapun yang terjadi di dunia ini pasti karena kehendak-Nya. Bahkan daun yang jatuh pun karena kekuasaan Allah.

Pada akhirnya manusia hanya mampu berusaha, Allah yang menentukan. Dan semua sudah punya jatah rezekinya masing-masing. Tugas kita hanya beribadah, termasuk didalamnya adalah bersyukur dalam keadaan kelebihan maupun kekurangan. Bersyukur saat senang dan bersabar di saat susah. Semoga kita menjadi hamba yang pandai bersyukur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun