Mohon tunggu...
Uma F. Utami
Uma F. Utami Mohon Tunggu... Lainnya - Wirausaha

Hidup di ujung timur Indonesia, suka jalan-jalan ke alam.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen Remaja: Halo, Salam Kenal

15 Desember 2022   07:03 Diperbarui: 15 Desember 2022   07:11 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sejak awal aku memang tak pernah melepaskannya, melepaskannya lebih menyakitkan dari apa pun. Ini memang nyata, bahwa kenyataannya aku memang tidak memberikan hatiku sepernuhnya kepada laki-laki. Bukan karena aku tak mencinta atau aku tak percaya, hanya saja aku memang tak pernah mencintai seseorang seutuhnya. 

Sebelumnya sudah sekali kurasakan sakit yang tak kunjung reda karena cinta, ya mungkin saja bisa dibilang trauma sehingga menjadi seperti ini. Bukan juga bermain cinta, sekali lagi bukan. Aku tulus mencintai seseorang dari hatiku. Bahkan ketika aku merasa ada orang lain yang cintanya lebih kuat kepadaku, aku tetap setia dengan kekasihku. Dengarkanlah lagunya Fathin Shidqia yang berjudul Aku Memilih Setia, setiap mendengar itu aku ingat dengan dia, dia yang tak pernah kubalas cintanya tetapi masih setia menunggu dengan hatinya.

Kembali lagi dengan masalah hatiku, hatiku tidak pernah 100 persen mencintai seseorang. Kata temanku jika sudah 100 persen maka namanya cinta buta dan hanya menganggap dia yang sempurna. Nyatanya aku masih normal masih bisa menilai mana yang ini dan yang itu, ya karena cintaku memang tidak pernah 100 persen.

Malam tahun baru ini aku menunggu detik pergantian tahun dengan Bob di pantai. Harapan kami, malam ini hujan tidak datang agar kami bisa menyalakan kembang api bersama-sama.

"Nanti beli kembang api ya?" katanya.

"Untuk apa?" balasku.

"Bakar duit? hehehe", katanya.

Aku sudah berkali-kali meyakinkannya tidak usah menghambur-hamburkan uang dengan membakarnya seperti ini. Menyalakan kembang api juga membakar uang, menghabiskannya dalam waktu yang singkat padahal cari uang juga tidak segampang itu bagiku. Mungkin bagi Bob mudah mencari uang karena dia berjualan sapi, keuntungan sekali terjual saja bisa lebih dari satu juta. 

Ah tetap saja ia tidak peduli dengan uangnya, katanya sekali-kali tak apa menghabiskan uang denganku, tetapi ini bukan sekali-kali ini sudah sangat sering sekali. Aku hanya tersenyum menghadapinya, menghadapi senyum tulusnya aku tak mau merusak kebahagiaannya.

Mungkin baginya dapat pergi denganku adalah hal yang sangat sulit di dapatkan, apalagi pada malam tahun baru seperti ini. Pasalnya aku memang sudah mempunyai seorang kekasih. Aku memang sudah punya, tetapi hatiku tidak berubah bahkan sejak lama bahwa diam-diam aku juga menyukainya. Kami memang sudah berteman dari lama.

Ceritanya memang panjang sekali, awalnya aku bertemu dengannya karena temanku adalah kekasih temannya. Sejak pertama melihatnya aku sudah menambatkan hatiku padanya, hanya saja ia terlalu lama. Hingga sutau hari ada seseorang yang mendahuluinya menyatakan cinta padaku, dan aku pacaran dengan orang itu. Ia benar-benar menyesalinya mengapa ia tak pernah lebih awal untuk mendapatkanku. Ya begitulah kira-kira singkat ceritanya, tak usah terlalu lama mengungkit-ungkit masa lalu, karena masa lalu biarlah berlalu.

Kami duduk bersama di pantai itu, ia menceritakan berbagai kegiatannya, yang selalu aku kagumi ialah dia selalu dapat tersenyum tanpa beban di depanku. Sungguh sebenarnya aku tidak ingin membandingkan Bob dengan kekasihku, namun memang nyatanya Bob lebih baik. Aku sebenarnya tahu apa yang ada di dalam hatinya, rasa pedih yang ia sembunyikan. Aku tahu semuanya...

Ingin aku mengatakannya, tetapi semua itu hanya berhenti di tenggorokan. Tidak sepatutnya aku mengatakannya, posisiku masih berstatus pacar orang.  Akhirnya aku hanya bisa menelungkupkan wajahku di kakiku, berharap kisah ini tak pernah terjadi sebelumnya. Berharap aku tidak pernah mengalami hal seperti ini di pantai ini malam ini.

"Aku bersedia menjadi fireworks-mu." Suara berat itu terdengar lirih di telingaku.

"Maksudmu Bob?" aku tidak tahu apa maksud perkataannya.

"Aku rela menemanimu, menghiburmu, membuatmu bahagia malam ini kemudian meledak berkeping-keping hilang bersama udara malam yang dingin. Asal kamu bahagia walaupun aku hanya sesaat aku sudah senang Fa."

" . . . . ."

Aku tidak dapat mengatakan apapun, kenyataannya memang benar. Ia hanya menjadi penghiburku di saat aku sedang bosan dengan kekasihku. Bob kemudian akan menghilang lagi bersama dinginnya malam. Setelah ini mungkin aku tidak akan bertemu dengannya lagi. Mungkin.

Suasana menjadi dingin saat ini, memang udaranya juga sudah dingin sih. Mendung terlihat bergerak menutupi cahaya bintang yang berkelip-kelip di pantai ini. Sebentar lagi hujan akan turun.

"Gerimis Bob, ayo kita pulang."

"Pulang? Tetapi kita belum menyalakan kembang apinya Fa?"

"Ayo pulang." Aku merengek karena memang suasananya sudah tidak baik lagi.

Akhirnya kami pulang menyusuri jalanan malam yang gelap, hanya lampu jalan yang setia menemani kami. Hujan berhenti ketika kami sudah setengah perjalanan. Suara kembang api terdengar dari arah pantai walaupun belum memasuki awal tahun mereka sudah menyalakannya.

"Kita tidak kembali?" tanya Bob.

"Mau ke tempat lain?"

"Ke mana?"

"Taman Kota bagaimana?"

"Boleh."

Akhirnya kami ke taman kota dan suasana di taman kota lebih ceria dibandingkan dengan pantai yang tenang. Banyak alunan musik yang memenuhi tempat ini merubah suasana hatiku. Taman kota lebih berwarna-warni membuat aku bisa lebih tenang dalam situasi ini.

"Mau makan?"

"Makan apa? Beli permen kapas yuk?"

"Ayo, cepat lima belas menit lagi akan menghitung mundur Fa!"

"Tunggu Bob!"

Aku menyusulnya berlari menuju penjual permen kapas di ujung taman kota. Saat inilah aku merasakan betapa berharganya ia, hatiku menjerit jangan tinggalkan aku. Jangan pernah.

Hatiku yang lain berkata biarlah ia bebas terbang agar ia menemukan orang lain yang bisa menerimanya. Untuk apa aku selalu menarik ulur hatinya, seolah memberikan harapan selama ini. Ini semua memang kesalahanku.

"Waaaaak."

Gludak . . .Aku terjatuh karena tidak melihat ada tangga naikan kecil di taman ini. Bob berhenti berlari dan kembali ke arahku menolongku agar berdiri kembali.

"Aku bisa sendiri Bob!"

"Biar aku bantu Fa!"

"Tidak perlu Bob, mulai besok pergilah mencari hati yang baru jangan terpaut denganku. Aku mohon, kamu berhak mencari yang lebih baik."

Akhirnya aku dapat berdiri sendiri dan duduk di bangku terdekat. Sementara Bob hanya diam saja dan pergi membeli permen kapas di sana. Hatiku benar-benar tidak karuan, apalagi hati Bob. Aku tahu hatinya sedang tidak baik-baik saja saat ini. Mungkin ini memang perpisahan yang baik untuk kami berdua.

Ia kembali dengan membawa senyuman dan menyerahkan permen kapas itu. Itulah hal yang aku sukai darinya, selalu dapat tersenyum bahkan disaat sulit pun.

"Maafkan aku Bob."

"Untuk apa?"

"Untuk semuanya, selama ini."

Terdengarlah suara kembang api yang menyela pembicaraan kami. Sejenak kami melihat pemandangan yang indah itu. Detik-detik pergantian tahun yang benar-benar tidak akan pernah kulupakan bersamanya.

"Oh iya Bob, kamu tidak perlu menjadi fireworks yang meledak dan hilang demi sebuah keindahan. Aku tidak setuju dengan analogimu."

Bob hanya diam terlihat ia benar-benar melihat pesta kembang api yang masih berlangsung. Entah ia mendengar perkataanku tadi atau tidak. 

Malam ini kami tidak ikut menyalakan kembang api seperti yang lain. Kami hanya melihatnya dan menikmatinya, kami menikmatinya bersama tanpa takut akan ada yang menghilang. Aku harap Bob tidak akan pernah hilang seperti fireworks, aku harap.

Setelah malam tahun baru itu Bob benar-benar menghilang. Ia mendengarkan perkataanku untuk mencari hati yang baru. Ada sedikit sesal di hati ini mengapa aku melepaskannya. Melepaskan seseorang yang jelas-jelas memiliki cinta yang lebih besar dari kekasihku yang saat ini. Apa daya aku hanya ingin setia dan tidak ingin menyakiti kekasihku. Aku hanya ingin setia, meskipun aku tahu Bob juga terluka. Aku tidak ingin ada yang terluka tetapi pada akhirnya Boblah yang selalu terluka.

Aku hanya tidak ingin menyakiti orang saat ini sudah menjadi kekasihku. Walaupun pembuktian cinta Bob selama ini lebih besar dari kekasihku aku tidak ingin meninggalkan seseorang yang sudah lama mengikat status pacaran denganku. Dua tahun ini akan sia-sia jika aku memutuskan untuk menerima Bob dan meninggalkan kekasihku. Keputusan ini untuk tetap bertahan setia adalah hal yang terbaik, walaupun tidak adil bagi Bob.

Terima kasih Bob yang sudah mau menungguku, membuktikan pengorbanan cintanya yang ternyata tetap berakhir mengecewakan seperti ini. Inilah keputusan terbaik, tinggalkan aku dan carilah hati yang baru. Aku yakin dengan kesungguhan dan kegigihan yang ia perlihatkan kepadaku selama ini, Bob akan dapatkan yang terbaik.

"Fa ntar kutraktir makan yak, di tempat biasa nongkrong jam 3."

"Acara apa Nit?"

"Rahasia, pokoknya jam 3 datang aja. Romi jangan lupa di ajak juga yak. Daaah aku pulang dulu." Seru Nita sahabatku dari SMP yang berbeda kelas denganku saat ini.

Aku mengajak kekasihku Romi ke kafe itu dan Nita sudah ada di sana di meja nomor 12 sendirian. Ternyata ia akan memperkenalkan kekasih barunya yang baru datang setelah aku dan Romi duduk. Ternyata kekasih Nita adalah Bob.

"Maaf aku terlamabat," kata Bob kepada Nita.

"Perkenalkan iya ini pacar baruku Bob, ini Afa dan ini pacarnya Romi." Kata Nita.

"Salam kenal." Kami bersalaman.

Biarlah yang lalu berlalu, biarlah ini menjadi sesuatu yang baru. Lupakan semua kejadian itu dan awali hidupmu yang baru. Anggap saja kita baru kenal Bob dan jangan pernah kita ungkit masa-masa yang telah kita lewati bersama. Aku tidak ingin mengecewakan sahabatku dan kekasihku. Bob pasti tau arti dari  isyarat mataku ini.

"Salam kenal, juga,"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun