Website FlixBus sangat lengkap. Saya bisa segera mencari 'halte' bisnya yang tidak di sembarang tempat. Jumlah halte pun tidak sama; mungkin tergantung ukuran besar kotanya dan traffic-nya. Misalnya Berlin; tempat pemberangkatan FlixBus ada di 7 lokasi termasuk Berlin Central Bus Station atau ZUB. Sedangkan di Dresden bis hanya berhenti di Dresden Central Station dan Dresden Neudstadt.
Dasar turis kere, untuk menetapkan tempat berangkat saja saya berhitung banget dengan jarak dan ongkos kesana. Saya tinggal di daerah Wollankstrasse, nun jauh di utara pusat kota Berlin. Kalau saya mau naik bis dari ZUB yang ada di sebelah barat dari pusat kota maka saya tetap harus naik U-Bahn (trem dalam kota) ke Berlin Hauptbahnhof (stasiun utama).Â
Ongkos kereta yang murah bukan masalah, tapi teman saya bilang kalau stasiun U-bahn terakhir cukup jauh dari ZUB, harus berjalan kaki lagi. Pilihan ini tidak cocok bagi saya yang pasti bangun agak siang akibat aktivitas sampai larut malam setiap hari; maklum, ini kan masih zommer.Lagipula saya sudah kenyang berlari kian kemari selama 2 minggu kemarin. Naik taksi? Wow, itu pilihan paliiiing terakhir di agenda travelling saya.
Pilihan halte FlixBus lain adalah Alexanderplatz yang ada di pusat kota alias cukup sekali naik U-bahn. OK deh. Jadwal keberangkatan saya pilih yang memberi saya cukup waktu untuk menyimpan koper dan daypackyang tidak perlu saya bawa di loker berbayar. Saya cukup membayar 6 Euro untuk penyimpanan 3 hari.
Akhirnya keputusan saya adalah membeli tiket di halte bis pemberangkatan. Agak nekat memang; bagaimana kalau tiket habis? Saya cuma berpikir mana ada sih yang mau naik bis jam 8 pagi.? Hehehe. Oh ya, jangan lupa agar mencari lebih dahulu lokasi halte FlixBus di Google Maps. Eh ini bukan sponsor, tapi memangnya sekarang ada peta apa selain itu tadi? Seperti pengalaman saya, di Alexanderplatz yang begitu luas, saya akhirnya harus berjalan cukup jauh dari stasiun U-bahn dan menyeberangi jalan besar keluar dari plaza terkenal dengan tempat berkumpulnya para millennials itu. Di tengah hujan rintik-rintik pagi hari pula! Ini akibat saya yang terlalu percaya diri bahwa lokasinya sudah saya kenal.
Saya membayangkan halte FlixBus seperti halte bis biasa dengan tempat duduk untuk menunggu. Kenyataannya bis berwarna hijau stabilo atau hijau spotlight dengan aksen garis warna jingga itu parkir di pinggir jalan raya yang cukup besar, Alexanderstrasse. Penandanya hanya berupa tiang berwarna kuning dengan huruf H besar dan di bawahnya ada tulisan nama lokasi serta logo Flixbus yang berwarna khas itu. Bisnya berukuran besar dan dua lantai; lantai bawah untuk bagasi dan toilet, lantai atas berkapasitas 40 tempat duduk untuk penumpang.
Para calon penumpang yang mulai berdatangan berdiri saja di trotoar; tidak boleh masuk bis sebelum diijinkan seorang pria berjaket sewarna dengan logo FlixBus yang berdiri di bawah plang H. Tampaknya dia multitasking; bisa jadi bagian pengumuman, bisa juga membantu penumpang memasukkan barang ke bagasi. Penumpang hanya diijinkan membawa 1 bagasi; tambah koper/tas kena charge 2 Euro per item. Waktu itu saya hanya membawa tas kain berisi baju ganti dan sebuah tas kamera.
Harga tiket jauh berbeda dengan online, yaitu 19 Euro! Berhubung saya pikir masih jauh lebih murah daripada kereta api, saya bayar saja dengan tunai. Tapi dalam hati saya menyesaaaal sekali tidak membeli tiket online. Tujuh Euro itu lumayan lho, bisa beli makan siang mewah. Apalagi mendengar cerita teman satu bis yang membeli tiketnya online seharga 20 Euro pulang pergi. Huhuhu.
Iseng-iseng saya tanya pria multitasking itu tentang harga tiket. Dia bilang harga online memang paling murah, kalau beli di agen travel atau beli di tempat harganya naik lagi, dan paling mahal beli langsung pada sopir bis. "Kalau mau tidak terlalu mahal tapi tidak bisa beli online, belilah di ZUB," tuturnya ramah. Oh ya, satu lagi, sejauh pengamatan saya pegawai FlixBus ramah dan kebanyakan berusia muda kecuali sopir.Â