Dalam naskah persetujuan Linggarjati yang ditandatangani secara resmi pada tanggal 15 November 1946 di Jakarta dinyatakan bahwa: (1) Belanda mengakui Republik Indonesia de facto di seluruh Jawa, Madura, dan Sumatera, (2) Akan didirikan sebuah Negara Serikat yang akan terdiri dari Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Kalimantan, dan (3) Ratu Belanda diakui sebagai pemimpin tertinggi RIS. Â
Persetujuan Linggarjati yang telah disetujui oleh kedua belah pihak itu, setelah mengalami aneka ragam kesulitan karena adanya perbedaan tafsiran, akhirnya disabotase sendiri oleh pihak Belanda karena memang mereka dalam kenyataannya hanya mengulur-ulur waktu saja untuk "beradempauze" atau mengkonsolidasikan kekuatannya.Â
Mereka dengan terang-terangan telah melanggar perjanjian tersebut dengan melancarkan aksi militernya yang pertama. Pada tanggal 21 Juli 1947 pasukan-pasukan Belanda memulai agresi militernya yang pertama melancarkan serangan umum terhadap Republik Indonesia. mereka mulai bergerak memasuki beberapa wilayah RI. Pesawat-pesawat terbangnya mulai melancarkan serangannya terhadap landasan-landasan terbang, markas TNI dan garis-garis perhubungan kita. Mereka menyerang secara "Blitzkrieg".Â
Gerakan militer mereka sangat cepat. Dalam waktu dua hari di Jawa Barat gerakan militer Belanda berhasil mencapai Cirebon. Untuk menyerbu wilayah Jawa Barat ini mereka telah mengerahkan dua divisi Tentaranya (Divisi "7 Desember pimpinan Jenderal Mayor Durst Brit dan Divisi "B" pimpinan Jenderal Mayor de Waal) untuk menghadapi TNI Divisi Siliwangi pimpinan Jenderal Mayor A.H. Nasution.Â
Serbuan militer Belanda pada hari pertama pada umumnya berhasil menerobos semua pertahanan kita dekat garis demarkasi. Pada hari kedua mereka merebut kota Cirebon. Pada tanggal 4 Agustus 1947 Tentara Belanda dari Bandung dan Cirebon sekaligus menikam Garut dan Tasikmalaya serta menduduki kedua kota itu secara berturut-turut pada tanggal 10 dan 11 Agustus 1947 (Sumantri. 1995:23-25).
Situasi daerah pertahanan Batalyon IV dari Brigade III/Kian Santang Divisi I/SIliwangi di front perbatasan Karawang Timur-Bandung Utara. Yang merupakan divensi linier terdepan (Lini I) pada hari pertama Aksi Militer Belanda I itu memang ada dalam keadaan sangat tegang namun kondisi keberadaannya tetap utuh karena front pertahanan kita di daerah perkebunan Cipunagara-Ciater itu luput dari serbuan militer Belanda pada hari pertama.Â
Pihak Belanda yang berkedudukan di Bandung rupanya sudah memperhitungkan kesulitan dan ketidakmungkinan mereka dapat menerobos Lini I daerah pertahanan kuta karena memang satu-satunya jalan besar dekat garis demarkasi antara Cikole dan Ciater sepanjang 8 km penuh dengan barikade, selain barikade alam yang merupakan jalan berkelok-kelok melalui lembah terjal di lereng G. Tangkubanperahu, juga barikade buatan dari batu dan pohon-pohon besar di tepi jalan yang sengaja ditumbangkan dan dijadikan barikade, yang telah persiapkan pada masa gencatan senjata jauh sebelum Aksi Militer Belanda I itu dilancarkan.Â
Pihak Belanda ternyata melancarkan serbuan pada agresi militernya itu ke daerah pertahanan Batalyon IV yang berkedudukan di Kasomalang tidak dari depan, melainkan dari samping/barat melalui Purwakarta dan dari belakang/Utara melalui Kalijati dan Subang (Sumantri. 1995:25). Â Â Â
Menjelang tahun 1948, pasukan-pasukan TNI yang pada bulan-bulan Juli-Agustus 1948 berada dalam keadaan moril yang terpukul dan lesu, terhambur, dan terdesak itu  mulailah secara berangsur-angsur tegar kembali dan selanjutnya mengadakan konsolidasi pasukan serta dengan kerjasama bahu-membahu dengan rakyat berhasil membuntukan serbuan-serbuan Belanda yang melancarkan agresinya yang pertama itu, bahkan telah berhasil pula "memaku" tentara Belanda itu menjadi statis di posisinya.Â
Demikianlah pula halnya dengan situasi dan kondisi keberadaan pasukan TNI Batalyon IV dari Brigade III/Kian Santang Divisi I/Siliwangi yang terhambur dan terpencar di daerah perbatasan tiga kabupaten, yaitu di daerah sekitar Cisalak (Kabupaten Subang), Tanjungkerta (Kabupaten Sumedang), dan Cibodas Lembang (Kabupaten Bandung) (Sumantri. 1995:27).
Daftar Pustaka
- DisjarahDAM VI/Siliwangi. (1979). Siliwangi dari Masa ke Masa. Bandung: Angkasa.
- Rudini. (2012). Dari Isola ke Bumi Siliwangi. Bandung: Komodo Book
- Smail, J. R.W.(2011). Bandung Awal Revolusi: 1945-1946 (Bandung in The Early Revolution, 1945-1946). Jakarta: Ka Bandung
- Sumantri, M. (1995). Risalah Perjuangan Kemerdekaan Di Daerah Bandung Utara -- Karawang Timur dalam Perang Kemerdekaan Indonesia 1945-1949. Bandung: Yayasan Pembina Lembaga Pendidikan PGRI Daerah Tingkat I Jawa Barat.
- http//www.google.co.id/Isola