Pada tanggal 10 Oktober 1945, Jepang melucuti senjata para pejuang bersenjata Indonesia, termasuk yang berada di Bandung. Namun para pejuang Bandung Utara yang bermarkas di Lembang menolak dilucuti senjatanya. Mereka menyembunyikan senjatanya di ruang bawah tanah Villa Isola (Rudini, 2012:53).
Kemudian dengan kesiapannya, anggota Batalyon mulai menyerang pos-pos militer Inggris di Bandung Utara, meskipun serangan tetap dilakukan pada tanggal 24 November 1945. Walaupun serangan pejuang Bandung Utara tidak mencapai hasil yang tidak memuaskan, tapi cukup mengganggu pihak musuh (Rudini, 2012:55).
Tanggal 27 November 1945, Jenderal Mac Donald meminta Gubernur Jawa Barat Sutarjo yang kemudian diganti oleh Datuk Yamin untuk datang ke Markas Tentara Sekutu/Inggris yang terletak di Utara Kota Bandung.Â
Dalam pertemuan itu, Jenderal Mac Donald telah menyerahkan sebuah ultimatum yang ditujukkan kepada penduduk Bandung untuk meninggalkan Bandung Utara paling lambat tanggal 29 November 1945. Sehari kemudian, pada tanggal 28 November 1945 pasukan NICA mulai menteror penduduk kita di daerah sebelah Utara jalan kereta api. pemuda-pemuda yang mengenakan Lencana "Merah Putih" mereka culik dan aniaya. Tetapi unsur bersenjata kita tidak menyerahkan Bandung Utara itu dengan Cuma-Cuma (DISJARAHDAM VI/Siliwangi 1979:45).
Tanggal 29 November 1945 pada pukul 12.00 secara resmi Kota Bandung dianggap terbelah dua dengan batasnya rel kereta api. Bagian utara dianggap Bagian Inggris dan selatan Bagian Indonesia. kenyataannya sebagian besar penduduk pribumi masih tinggal di Bandung Utara dan tidak tunduk kepada ultimatum dari Inggris. Maka timbul penyerangan dari tentara Inggris ke kampung-kampung tempat tinggal secara membabi buta karena Inggris merasa jengkel kepada orang Indonesia yang melanggar ultimatum dari Inggris (DISJARAHDAM VI/Siliwangi 1979:45).
Pada waktu kota Bandung (akhir November 1945) terpecah menjadi dua bagian, yaitu bagian sebelah selatan rel kereta api (Bandung Selatan) yang dikuasai oleh Pemerintah RI dan bagian sebelah utara rel kereta api (Bandung Utara) dikuasai oleh tentara pendudukan sekutu (Inggris/Gurkha) dan Belanda, Batalyon Bandung Utara mengatur daerah pertahanannya menjadi tiga lini.Â
Di daerah pertahanan lini pertama terdapat Villa Isola (sekarang Bumi Siliwangi) di Jalan Lembang (sekarang Jalan Dr. Setiabudhi) Km.8 yang dijadikan pos terdepan pertahanan pasukan TKR. Di lini kedua yaitu Cirateun, Cihideung, dan Cijengkol ditempatkan pasukan pengganti dengan pos pengawas di bukit Peneropong Bintang (Bosscha Sterrenwacht) Lembang.Â
Sedangkan kota Lembang merupakan daerah pertahanan lini ketiga, tempat markas batalyon dan tempat pasukan cadangan. Kompi-Kompi kesatuan Batalyon TKR Bandung Utara itu secara bergiliran bertugas di lini-lini pertahanan tersebut, sedangkan Kompi Sentot Iskandardinata bertugas menguasai daerah Cisarua untuk menjaga penyusupan musuh dari Cimahi (Sumantri. 1995:8).
Sementara itu, di Gedung Sate/Gedung PTT terjadi pengepungan oleh tentara Inggris. Para pemuda bertekad untuk mempertahankan gedung sate walaupun mereka dicegah oleh atasannya. Mereka antara lain adalah Samsu, D. Kosasih, Satu Kompi Hizbullah, Pemuda PTT, Batalyon II Res.8 Poniman, Paryadi, Ali Hanafiah dengan satu Peleton, Pasukan-pasukan Batalyon II Res.9 Kompi Sujana dan Tatang Basyah. Namun karena kekuatannya tidak seimbang, maka gedung PTT dikuasai oleh Tentara Inggris. Dalam peristiwa itu telah gugur 7 orang pahlawan. Mereka adalah :
- Didi Kamarga
- Suhodo
- Mokhtaruddin
- Rana
- Subengat
- Susilo
- Suryono
Demikian pula dibina kantong-kantong gerilya di Bandung Utara, di R.S. Borromeus, Sadang Saip, Sekeloa, Sadang Serang, dan Lain-lainnya. (DISJARAHDAM VI/Siliwangi 1979:45-46).