*Artikel yang telat tayang, meski saya tak dikerjar target :D
"Pertimbangkan dulu, jangan tergesa mengambil keputusan untuk keluar kerja." Suara wanita itu terdengar lembut dan keibuan.Â
"Begini saja, saya tambah gaji kamu dan kamu tetap kerja di sini."
Tawaran yang menggiurkan, bukan? Ingin keluar dari tempat kerja malah dapat tawaran kenaikan gaji, padahal alasan keluar bukan karena gaji kurang.Â
Hal ini tidak sering terjadi, sayapun hanya mengalaminya sekali dari beberapa pengalaman berhenti kerja.Â
Tentunya ini perusahaan milik pribadi, bukan sebuah PT besar yang kompleks yang sudah ada aturan baku dan perlu banyak pertimbangan serta persetujuan untuk menaikan gaji seorang karyawan dengan alasan hanya untuk mempertahankan seorang karyawan supaya tidak mengundurkan diri dari tempat kerja.
Saya sangat menyadari kemampuan saya dalam bekerja bahwa loyalitas saya tidak perlu diragukan, kemauan saya untuk belajar cukup besar dan tentu saja, saya termasuk orang yang "tahan banting", karena menyadari susahnya mencari pekerjaan.Â
Selain itu kepercayaan adalah suatu hal yang luar biasa yang perlu dijaga. Namun tentu saja ada hal yang sangat penting yang tak bisa dikesampingkan begitu saja dalam pengabdian diri terhadap pekerjaan.Â
Kehidupan pribadi. Inilah yang menjadi alasan utama saya keluar kerja seperti yang pernah saya bahas dalam artikel saya Worklife Balance : Ketika Saya Tak Pernah Melihat Matahari.
Bekerja memang untuk mencari uang sebagai alat pemenuhan kebutuhan hidup, namun sekali lagi dunia membuktikan, bahwa uang itu bukan segalanya.Â
Saat itu saya masih muda, tenaga masih sangat kuat, tekanan dan beban kerja yang lebih dari 17 jam tiap harinya 6 hari kerja masih dengan santai saya lakukan.Â
Saya masih bisa bercanda, tertawa dan bersenang-senang dengan teman-teman saya. Hanya satu hal yang akan hilang dan tak terganti. WAKTU.
Selain alasan tersebut, banyak hal yang mendasari seorang karyawan memutuskan untuk berhenti bekerja, misalnya :