Mohon tunggu...
Uli Hartati
Uli Hartati Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger

A wife, mommy of 2 boys, working mom also as a blogger Contact me : WA 089627103287 Email uli.hartati@yahoo.com Blog http://ulihape.com IG dan Twitter @ulihape

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Melawan Skenario Quiet Firing dengan Skill dan Do'a

22 September 2022   14:54 Diperbarui: 22 September 2022   18:40 3193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Toksik di Lingkungan Kerja

Menurutku apapun pekerjaan, di manapun bekerja yang namanya toksik selalu ada, racun hanya butuh penawar so selama toksik hanya sebatas "rasa" maka setiap individu pasti bisa membuat ramuan penawarnya untuk bertahan hidup. 

Toksik dunia kerja itu ada banyak jenisnya, tapi admin kali ini ingin membahas Quiet Quitting dan Quiet Firing, so kali ini aku bahas salah satunya dan aku nggak masuk dalam kategori Quiet Quitting karena aku selalu ingin menonjol dan bukan tipe pemalas. Meski pernah menghadapi situasinya, namun karena aku bergerak terus akhirnya yang membuat aku ingin berdiam diri menyerah. 

Namun kadang bukan karena toksik seseorang mengalami Quiet Quitting, melainkan tipe karyawan ada yang seperti itu, membatasi diri karena takut lelah, karena takut menjadi pusat perhatian dan tumpuan perusahaan. 

Apakah perusahaan melakukan Quiet Firing bagiku? NO, ini bukan perusahaannya melainkan seorang oknum which is dia adalah atasanku langsung, berhasilkah dia membuat ku terusir? 

Bukan takabur melainkan situasi hari ini sudah membaik, jadi aku akan berkisah bagaimana aku melaluinya, apa yang aku lakukan sehingga atasanku menyerah.

Skenario Quite Firing, ilustrasi by Ulihape
Skenario Quite Firing, ilustrasi by Ulihape

Atasanku Tak Menyukaiku

Dunia kerja memang tak selamanya indah, aku sendiri telah bekerja 22 tahun di 8 perusahaan perkebunan bisa aku bilang 7 perusahaan sebelumnya selalu 'memanjakanku' dan hubungan sampai hari ini dengan mantan kolega masih berjalan baik dan beberapa kali kami masih saling bertemu melepas rindu.

Namun hukum alam itu adalah keseimbangan, beberapa tahun lalu untuk pertama kalinya, aku merasakan toksik dunia kerja yang datang bukan dari teman melainkan atasan langsungku. 

Aku mencoba memahami sikap atasan "iya wajar sih beliau nggak suka, keberadaanku yang tiba-tiba tanpa melibatkan beliau" pun aku sudah meminta maaf karena aku juga tak mengetahui keberadaan beliau. Menurutku aku di-hiring sesuai prosedur tapi siapa sangka ada yang terlewatkan yaitu user. 

Kenapa aku memaklumi sikap atasan yang cuek? karena aku berharap itu hanyalah sebuah rasa kecewa, ntar juga akan membaik. 

Dugaanku salah, selama nyaris 2 bulan aku tak diberi tugas apapun, bahkan sekedar mencetak laporan pun tak didelegasikan kepadaku. 

Beberapa kali aku menawarkan bantuan pun ditolak, dua bulan menunggu perubahan sikapnya menurutku sudah cukup, aku pun mengambil tindakan menemui atasannya atasanku, kebetulan beliau terlibat dalam proses hiringku. 

Aku menceritakan apa yang aku rasakan, dan meminta beliau membantu mencari tahu. Beliau akhirnya memanggil rekanku, menanyakan apakah yang aku rasakan adalah benar demikian. Untungnya rekanku mengaminkan dan setelahnya aku, rekanku dan atasanku dipanggil oleh direktur. Beliau memfasilitasi dan memberi job desc lebih spesifik sehingga mau nggak mau atasanku akan memberikan tugas kepadaku.

Hasil dari pertemuan tersebut memang mulai mencairkan suasana hati atasanku, perlahan dia mulai melibatkanku sampai akhirnya direktur yang mendamaikan tadi resign dan atasanku berulah kembali. 

Kebenciannya makin nyata terlihat bukan sekedar rasa tapi siapapun yang melihat akan paham bahwa ada something wrong antara aku dan atasan.

Ketika Aku Menyadari Skenario Quiet Firing

Prinsipku dalam bekerja adalah melakukan job desc dengan maksimal, tak ragu mengerjakan apa saja apalagi selama jam kantor. 

Setelah direktur tersebut resign, aku kembali merasakan hal tak mengenakkan, namun agak terbantu beberapa saat ketika atasanku mendadak punya konflik dengan rekanku yang lain. Beliau menjadi lebih komunikatif kepadaku. 

Situasi ini meski nggak mengenakkan bagi rekanku tapi ini adalah kesempatan bagiku untuk menunjukkan skill yang aku punya. Mulailah beliau membanding-bandingkan dan seolah berpihak kepadaku. 

Rekanku akhirnya mutasi ke departemen lain karena sikap atasan kami yang tak menyenangkan, wah bahagia dia seolah terselamatkan. Kini hanya ada aku dan atasan dalam satu ruangan, sampai tibalah pengganti rekanku tadi, dan drama quiet firing mulai tercium.

Aku percaya selagi kita benar, maka mau bagaimanapun orang menjebak inshaallah susah terkabul.

Rekanku ini menanyakan kepadaku, "Bu maaf ya, kenapa kok keknya bos kita nggak suka sama Ibu?" jawabanku adalah fakta yang menurutku jadi penyebab bahwa atasan merasa dilangkahi ketika saya direkrut tanpa sepengetahuannya. 

Ternyata rekan ini hanya bertahan sebentar, berganti lagi dan aku mendapat pertanyaan lagi "Kak kok kek benci kali sih bos kita sama mu?" Ternyata atasanku menjelekkan aku ke mana-mana sampai orang site pun melaporkan. 

Gerah nggak li? Nggak sih, kok bisa? Alasannya beliau bukan tandinganku sebenarnya, apa yang membuat beliau tidak suka juga nggak jelas, nah karena hasutannya nggak mempan ke rekan kerjaku, akhirnya beliau bergerak mendekati HRD. Kebetulan HRD di kantor kami ini termasuk kursi panas, jadi orangnya selalu berganti. 

One day sebut sajak Bapak A selaku HRD memanggilku, "Lu ada masalah apa sih dengan bos lu?"

Aha! kesempatan nih batinku, nah cocok nih pak say apun udah lama ingin mengetahuinya, boleh nggak bapak panggi saja beliau nah konfrontasi aja kami. 

Ternyata HRD nya nggak bersedia, namun aku tantangin HRD, "Begini saja deh Pak, adu karya saja dulu deh, kalau Bapak tanya karya saya apa. Maka, jawaban saya adalah semua SOP, semua formulir yang ada di perusahaan ini adalah hasil karya saya. Kalau beliau, saya nggak tahu sih kecuali hanya melayani permintaan owner."

Bapak A HRD merasa aku sudah emosi akhirnya beliau meredam, "Ehm, ya udah deh Li berarti yang masalah hanya bos lu aja, case closed ya."

HRD berganti kembali dan aku menebak akan ada skenario lain untuk membuat aku nggak betah. Benar saja HRD baru Bapak B memanggilku, sama menanyakan kembali ada apa, jawabanku ya sama dan endingnya sama menguap. 

Lalu atasanku bergerak mendekati atasan lainnya kebetulan bagian yang urus kenaikan gaji dan bisa ditebak saat teman-temanku naik gaji 100% (misal) aku hanya 30%, HRD nya ganti lagi agak naik persentase kenaikan gajiku bisa 50%.

Masih bertahankah aku? Ya jelas masih! makanya atasanku sawan "nih anak kok betah aja sih? selanjutnya dibikinlah skenario aku dikenakan SP3 karena aku punya hobi menulis yang menghasilkan rupiah dan ini dianggap merugikan perusahaan, SP3 ku terima karena HRD nya bilang, "Udah Bu ambil saja, biar atasan Ibu berhenti mengusik Ibu". 

Mungkin beliau berpikir SP3 adalah akhir segalanya, di saat yang bersamaan setelah SP3 keluar, tetiba Wadirut menyuruh aku melakukan perjalanan dinas. 

Sebagai atasan tentu aku butuh tanda tangan, beliau komentarnya saat itu, "Loh kok bisa dinas kamu? Seyogyanya orang yang kena SP3 ya sudah diam aja toh?"

Tapi beliau nggak tahu HRD bilang SP3 ini hanya sandiwara untuk menjinakkan beliau. Ehm kalau mengingat banyaknya skenario quiet firing yang atasanku lakukan, mungkin kalian nggak akan sanggup hehe.

Meski atasanku begitu tak ada yang berubah untuk duniaku, apa yang aku lakukan untuk bisa bertahan? Masalahku hanya dengan beliau, sedangkan dengan rekan dan owner sekalipun nggak ada masalah. 

Menunjukkan skill dan tak pernah salah dalam bekerja adalah kekuatanku. Sekarang gimana orang mau menjatuhkan kita kalau nggak ada celahnya? Yang bisa dia lakukan hanya mengusik, dan karena sudah terbiasa ya biasa aja rasanya. Selain skill maka aku memanjatkan do'a supaya Allah melembutkan hatinya dan beliau berhenti mengusikku.

Alhamdulillah do'aku diijabah, beliau mulai memahami bahwa mengusik orang lain tanpa sebab adalah dosa. Beliau tak pernah lagi mengusikku, direktur pun sudah 3 kali berganti dan alhamdulillahnya direktur selalu ada di pihakku. Dan di penghujung cerita buat kalian yang meyakini ada karma maka percayalah! 

Pada akhirnya atasanku mendapatkan SP dari perusahaan, kalau beliau memberikan SP kepadaku karena benci, nah beliau SP murni karena kesalahannya sendiri. Siapa sangka usia senjanya malah menerima SP, ya kan? 

Harapanku saat itu semoga beliau ingat apa yang dia dapat hari itu adalah buah dari perbuatannya padaku.

Well, apapun usaha seseorang untuk menjatuhkan kalian tak akan berlaku bila kalian ada pada jalur yang pas!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun