“Bagaimana perutmu? Bagaimana kandunganmu?” Karnadi gusar.
“Ia baik-baik saja, Bang. Lihat sendiri, perut adik masih besar begini.”
Orang-orang mulai menggerutu kecewa. Karnadi hanya bermimpi. Isteri mengusap peluh di dahi Karnadi. Mimpi itu benar-benar nyata. Nafas Karnadi belum teratur sepenuhnya.
Kini sudah lebih satu bulan dari yang dijanjikan dokter mengenai lahirnya sang anak. Semua perlengkapan bayi sudah Karnadi persiapkan. Tapi tanda-tanda lahir tidak muncul, hanya perut sang isteri semakin hari semakin menyusut.
Para tetangga berdesas-desus lagi, tentang bayi Karnadi yang dimakan sambhileng untuk kesekian kalinya.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!