Mohon tunggu...
Ulfa Rahma
Ulfa Rahma Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Mahzhab Iqtishoduna dalam Ekonomi Islam

25 Februari 2018   10:35 Diperbarui: 25 Februari 2018   15:44 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Madzni dipelopori oleh Baqir As-Shadr dengan bukunya yang fenomenal yaitu Iqtishoduna (ekonomi kita). Madzhab ini berpendapat bahwa ekonomi tidak pernah bisa sejalan dengan islam. Ekonomi tetap ekonomi dan Islam tetap islam. Ada perbedaan dalam memandang masalah ekonomi (kelangkaan). Baqir menolak adanya kelangkaan . 

Dengan alasan, Allah menciptakan bumi, langit dan segala isinya adalah untuk manusia. Baqir pandangan tidak terbatasnya keinginan manusia, karena ada marginal utility, law of diminishing return. Masalah muncul karena distribusi yang tidak merata dan ketidak adilan. Teori ekonomi seharusnya didesikasikan dari Al-Qur'an. Salah satu tokoh madzhab adalah Muhammad Baqir As-Shadr.

Biografi, pemikiran dan karyanya Muhammad Baqir As-Shadr. Muhammad Baqir As-Shadr berasal dari keluarga shi'tie yang dilahirkan pada tanggal 1 Maret 1935 M/25 Dzul Qa'dah 1353 H di Baghdad. Datang dari suatu keluarga yang terkenal dari sarjana-sarjana Shi'ite dan para intelektual islam, Sadr mengikuti jejak mereka secara alami. Beliau memilih untuk belajar studi-studi islam tradisional di hauzas (sekolah-sekolah di Iraq), di mana beliau belajar fiqh, ushul dan teologi. Beliau adalah syiah irak terkemuka, pendiri organisasi hizbullah di Lebanon. Buku Falsafatuna dan Iqtishoduna merupakan karya besar yang mengharumkan namanya di kalangan cendekiawan muslim.

Dari karyanya dalam aspek kehidupan ekonomi, yakni Iqtishoduna melahirkan madzhab tersendiri. Menurut madzhab ini, ilmu ekonomi tidak pernah bisa sejalan dengan islam. Baginya ekonomi islam hanyalah madzhab, bukan ilmu. Muhammad Baqir As-Shadr adalah antara sedikit dari tokoh-tokoh islam yang mampu berbicara dengan fasihnya pemikiran-pemikiran Barat. Kesan apalogi yang selama ini melekat pada pemikir islam, ditepisnya dengan kejernihan dan kecerdasan pemikirannya.

As-Shadr begitu akrab dengan karya-karya pemikir islam klasik maupun modern. Dalam waktu yang sama, As-Shadr  juga begitu faham pemikiran-pemikiran barat yang berkembang. Dalam karyanya yang terkenal yaitu Falsafatuna dan Iqtishoduna, ia dengan fasihnya mengutarakan kritikan-kritikan terhadap pemikiran barat seperti Karl Marx, Descartes, John Locke dan lain-lain.

Menurut teori ekonomi, masalah ekonomi muncul karena adanya keinginan manusia yang tidak terbatas sedangkan sumber daya yang tersedia terbatas. Madzhab Iqtishoduna menolak hal ini karena dalam islam tidak pernah dikenal adanya sumber daya yang terbatas.

Shadr berpendapat bahwa permasalahan ekonomi muncul dikarenakan oleh dua faktor. Pertama karena perilaku manusia yang melakukan kezaliman dan kedua karena mengingkari nikmat Allah SWT. Yang dimaksud zhalim disini adalah proses kecurangan seperti penimbunan atau ikhtikar. Sedangkan yang dimaksud ingkar adalah manusia cenderung menafikan nikmat Allah dengan melakukan eksploitasi sumber daya alam. Sehingga dapat disimpulkan bahwa permasalahan ekonomi bukan akibat dari keterbatasan alam dalam merespon setiap dinamika kebutuihan manusia.

Madzhab ini berpendapat bahwa ilmu ekonomi tidak pernah bisa sejalan dengan islam. Ekonomi tetap ekonomi dan Islam tetap Islam. Keduanya tidak akan pernah dapat disatukan karena keduanya berasal dari filosofi yang saling kontradiktif. Yang satu anti islam sedangkan yang lainnya islam.

Menurut mereka perbedaan filosofi ini berdampak pada perbedaan cara pandang keduanya dalam melihat maslah ekonomi. Menurut ilmu ekonomi, masalah ekonomi muncul karena adanya keinginan manusia yang tidak terbatas dan ketersediaan sumber daya yang terbatas. Madzhab Baqir menolak pernyataan ini, karena menurut mereka islam tidak mengenal sumber daya yang terbatas. 

Seperti yang ada di dalam Al-Qur'an "Sungguh telah kami ciptakan segala sesuatu dalam ukuran yang setepat-tepatnya. Oleh karena itu segala sesuatunya telah terukur dengan sempurna, Allah telah memberikan sumber daya yang cukup bagi seluruh manusia di dunia. Pendapat bahwa keinginan manusia tidak terbatas juga ditolK". Contohnya Manusia akan berhenti minum jika dahaganya telah terpuaskan.

Madzhab Baqir berpendapat bahwa masalah ekonomi muncul karena adanya distribusi yang tidak merata dan adil sebagai akibat sistem ekonomi yang membolehkan exploitasi dari pihak yang kuat terhadap yang lemah. Dimana yang kuat memiliki akses terhadap sumber daya sehingga menjadi sangat kaya sedangkan yang lemah tidak memiliki akses ke sumber daya sehingga menjadi sangat miskin. Oleh karena itu masalah ekonomi sumber daya yang terbatas tetapi karena keserakahan manusia yang tidak terbatas.

Oleh karena itu menurut madzhab ini istilah ekonomi yang menyesatkan dan kontradiktif. Sebagai gantinya ditawarkan dengan istilah yang berasal dari filosofi islam yaitu iqtishad, yang secara harfiyah berarti keadaan sama seimbang.

Semua teori yang dikembangkan olehh ilmu ekonomi konvensional ditolak dan dibuang. Sebagai gantinya maka disusunlah teori-teori ekonomi baru yang digali dari Al-Qur'an dan As-Sunnah.

Hubungan Milik

Kepemilikan pribadi dalam pandangan Shadr hanya terbatas pada hak memakai dan adanya proiritas untuk menggunakan serta hak untuk melarang orang lain untuk menggunakan sesusatu yang telah menjadi miliknya.

Peran Negara Dalam Perekonomian

Negara memiliki kekuasaan sehingga mempunyai tanggung jawab yang besar untuk memastikan bahwasannya keadilan berlaku.

Larangan Riba dan  Perintah Zakat

Shadr tidak banyak membicarakan riba. Penafsirannya pada riba terbatas pada uang modal. Sedangkan mengenai zakat, ia memandang hal ini sebagai tugas negara.

Teori Produksi Islam

Shadr mengklarifikasi dua aspek yang mendasari terjadinya aktivitas produksi

Jadi tokoh madzhab ini Muhammad Baqir As-Shadr, Abbas Mirakhor, Baqir Al-Hasani, Kadim As-Shadr. Inti ajaran ini sebagai berikut :

Eksistensi ekonomi konvensional tidak pernah akan sejalan dengan Ekonomi Syari'ah.

Islam tidak mengenal adanya sumber daya terbatas Al-Qur'an mengatakan sesungguhnya telah kami ciptakan segala sesuatu dalam ukuran yang setepat-tepatnya.

Aliran ini menolak pandangan yang mengatakan tidak terbatasnya kebutuhan atau keinginan ekonomi manusia karena adanya marginal utility dan law of Diminishing return.

Sebenarnya masalah tidak terbatasnya muncul karena sistem distribusi yang tidak merata dan ketidak adanya keadilan yang meraja lela.

Istilah ekonmi tidak tepat, yang benar adalah Iqtishoduna, bukan saja berarti ekonomi, tapi bisa juga berarti Ekuilibrium atau seimbang atau keadaan yang sama.

DAFTAR PUSTAKA

Chamid Nur, Jejak Langkah Pemikiran Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

Chapra Umer, Sistem Moneter Islam, terj. Ikhwan Abidin Basri, Jakarta: Gema Insani Press, 2000.

Ash Shadr, Muhammad Baqir, 2008. Buku Induk Ekonomi Islam Iqtishoduna. Jakarta: Zahra.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun