Mohon tunggu...
Ulfa Khairina
Ulfa Khairina Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Somewhere to learn something. Explore the world by writing. Visit my homepage www.oliverial.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Jodoh Untuk Ais (Part 7: Surat Cinta Rafian)

8 November 2015   09:51 Diperbarui: 8 November 2015   09:51 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ais...

Kamu tahu nggak, nggak seorangpun manusia yang diciptakan Allah itu sia-sia. Hanya saja tergantung kita mau menjadikan diri kita seperti apa, Ais.  Kalau kita mau menjadikan diri kita hina, ya hina.  Sebaliknya, kalau kita mau menjadikan diri kita mulia, Allah akan mengangkat derajat kita mulia.

Begitupun dengan cinta, meskipun kita tak mengharapkannya, tapi cinta akan datang tanpa kita minta. Begitu juga ketika kita disakiti, terkadang kita tak sadari kalau kita sendiri yang menyebabkan jurang untuk disakiti itu, Ais. Mungkin kamu pernah menjalani sebuah hubungan yang disebut pacaran. Tanpa kita sadari, saat itulah kita membuka jalan untuk disakiti oleh makhluk yang bernama laki-laki.

Jangan bersedih, Ais. Wanita yang baik untuk lelaki yang baik. Dan lelaki yang baik untuk wanita yang baik.

Wanita sepertimu adalah berlian terindah untuk seorang lelaki yang baik. Akan ada lelaki yang baik datang menghampirimu kelak. Siapakahh itu? Kita belum tahu siapa itu, Ais. Kita hanya berdoa dan berusaha. Keduanya harus jalan seimbang, Ais.

Ais, jangan bersedih lagi. Aku rindu senyumanmu yang dulu. senyuman yang membuat jantungku berhenti berdegup. Aku selalu berdoa, Rabbi kabulkan doaku untuk selalu dekat dengan Ais.

Ais mengusap air matanya yang tanpa sadar jatuh membasahi pipi. Surat cinta dari Rafian mampu menghapus sedikit luka yang diciptakan oleh Aksel. Ya, tanpa disadarinya Ais memang sudah menjerumuskan dirinya lagi dalam masalah. Sekali lagi ia membiarkan dirinya dalam masalah. Membuka hatinya untuk terluka.

Ais menangis menahan perih yang menyayat hatinya. Berulang kali ia memejamkan mata dan membiarkan dirinya terbenam kesalahan. Surat itu masih ada lanjutannya.

Ais, aku mencintaimu karena Allah. Aku merindukanmu karena Allah. Jika kita ditakdirkan bersama, maukah kamu menjadi istriku? Kalau jawabanmu iya, hubungi aku di seperempat malam. Bangunkan aku agar raga ini bersujud kepada-Nya. Bersyukur atas karunia terindah yang diberikan untukku.

Ais sesenggukan lagi. Kali ini Rafian melamarnya. Entah perasaan apa yang bergelayut di benaknya kini.

*

Filly menghampiri Aksel sambil tersenyum. Ia mengerling ke arah Aksel yang terlihat lebih diam dari biasanya. Jus terong belandanya hanya diaduk-aduk hingga es mencair. Filly menepuk pundak Aksel manja.

“Kamu kenapa, sih? Ribut lagi sama Ais?”

“Bukan. Tapi Ais tidak menghubungi aku lagi. Aku heran, biasanya setiap telepon dia selalu menjawabnya”

“Apa mungkin Ais sudah bosan sama kamu ya? Kan sudah berapa tahun ya? Jenuh kan?”

Aksel mendongak kepada Filly sebentar. Lalu kembali mengaduk-ngaduk jus terong belanda di dalam gelas.

“Kenapa Ais mesti bosan sama aku, Fil”

“Karena ada lelaki dari masa lalu yang muncul dalam kehidupan Ais”

“Apa?!”

“Iya, kamu kenal kan sama yang namanya Rafian?”

“Siapa? Rafian yang mana? Kok ngaco sih?”

“Ya ampunn..... Separah itu kah? Kamu tidak tahu bahwa pacar kamu CLBK?”

“Cinta lama bersemi kembali?”

Filly mengernyitkan kening. Menatap Aksel dari ekor matanya. Ada kerapuhan yang hampir ambruk di sana. Sebenarnya Filly tak perlu mengatakan hal ini kepada Aksel. Namun tak tega melihat laki-laki ini jatuh karena seorang wanita bernama Ais. Sementara Ais malah dengan mudahnya mengatakan ia sedang tertarik pada lelaki dari masa lalu.

Ada yang membuat Filly merasa terbeban setelah menyampaikan ini pada Aksel. Ia takut bukan kehilangan Ais saja, tapi juga kehilangan Aksel. Ada sesuatu yang muncul di hatinya. Rasa ingin melindungi Aksel melebihi apapun.

Aksel menatap kosong ke depan. Pikrannya nanar. Bagaimana mungkin Ais berbuat seperti itu. Mereka sudah baikan. Malah mereka  sempat jalan dan Ais tampaknya memang sudah banyak berubah. Ais yang cemburuan, kadar cemburunya sudah berkurang. Ais yang manis, kali ini kelihatan tambah manis.

Apa yang dikatakan Filly tak bisa dipungkiri juga. Selama ini Filly kan sangat dekat dengan Ais. Jadi kemungkinan besar Ais memang benar terjebak CLBK. Aksel jadi penasaran seperti apa lelaki yang berhasil menggaetnya kembali masuk ke cintta lama itu.

“Aku tidak percaya kata-katamu. Apa maksudmu?” Tatapan Aksel dingin. Aksel bangkit dari duduknya dan meninggalkan pecahan dua puluhribuan di atas meja, menimpanya dengan gelas jus. Lalu pergi meninggalkan Filly.

Filly tercengang. Semestinya bukan seperti ini. Ia berharap Aksel bangkit dan memeluknya. Lalu mengucapkan terimakasih atas informasi penting ini. Kemudian Aksel menyampaikan sesuatu. Sesuatu yang akan membuat hari-hari Filly bahagia. Tak peduli akan ada hati yang terluka.

*

“Ais, tolong katakan padaku kalau kamu tidak terlibat CLBK dengan Rafian. Please...” Mohon Aksel melalui ponselnya.

Ais menarik napas dalam lalu menghembuskan berat. Selalu saja begini, memaksa untuk ngomong. Apa maunya Aksel. Ia mau istirahat malam ini. Ia capek seharian, tapi Aksel meneleponnya khusus untuk menanyakan hal ini. Terlalu.

“Kenapa sih...? Aku capek, Sel. Tolong, aku mau istirahat” intonasi Ais meninggi.

“Kamu kenapa sih, Ais. Katakan saja sejujurnya. Tolong, please...!!!”

“Aku nggak mau diganggu malam ini. Itu yang ingin aku katakan”

Aksel tersentak. Diam.

“Jadi aku mau tidur. Tolong matikan teleponnya. Kamu tahu, Sel. Tuduhan kamu tentang aku terlibat CLBK itu nggak ada.”

“Kamu dan Rafian?”

Klik.

Ais mematikan teleponnya dan melempar ponselnya ke bawah bantal. Kemudian ia kembali terlelap. Saatnya membuat Aksel merasakan apa yang pernah ia rasakan dulu.

*

Filly masuk ke kamar Ais dengan sukacita. Ia tersenyum manis ketika Ais menyambutnya riang. Ais sedang online sepertinya. Hari ini ia meliburkan diri dari segala kepenatan kantor. Kata Ais, ia akan menerima Filly dengan senang hati.

“Aku ingin menunjukkan sesuatu pada kamu. Tapi janji, Ais. Jangan nangis dan jangan ngamuk ya?!” Filly duduk di samping Ais. Membuat ia merasa nyaman.

“Kenapa, sih Fil? Iya deh janji” Kata Ais tanpa curiga.

Filly tersenyum dingin. Tak pernah Ais melihat temannya seperti ini. Dingin dan menyeramkan.

Filly mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Seperti makalah yang sudah dijilid dan tebalnya seperti Al-Qur’an. Makalah itu diserahkan kepada Ais. Ais melihatnya sekilas. Penasaran, ia membukanya. Ada beberapa foto di dalamnya.

Foto mesra Aksel dan Filly, foto mesra Aksel bersama beberapa cewek lain. Lembar-lembar selanjutnya berisi copyan chatting Aksel dan cewek-cewek lain. Semuanya  mesra dan menguras air mata. Filly nangis di tempat.

“Kenapa Aksel sekejam ini, ya, Fil?”

“Kamu belum tahu? sejak beberapa hari ini ia selalu dekat dengan beberapa orang itu, Ais. Bahkan.... Lihat ini”

Filly mengeluarkan sesuatu. Makalah yang sudah dijilid tetapi lebih kecil dan tipis. Ais mengambilnya dan membacanya. Ais berteriak dan mennagis keras. Ia tak menyangka temannya, sahabatnya , teman sebantal tidurnya ini rela berkhianat pada sahabatnya sendiri.

Filly tersenyum sinis. Meninggalkan Ais yang menangis tersedu di kamar. Filly sedikitpun tak merasa melukai Ais. Hari itu ia sangat puas. Puas menyakiti Ais yang selalu berjalan melangkahinya. Dalam segala hal Ais lebih unggul. Bidang akademik, karir, cinta, kehidupan.  Ia tak mau semuanya tersedot oleh Ais.

Ais meraih ponselnya gemetar. Mencari nomor Irma.

“Halo, Ir...” Isaknya.

“Kenapa, say? Kamu nangis?”

Ais semakin resedu. Menenangkan diri dan berusaha ngomong setenang mungkin.

“Ir, datang ke rumahku. Aku ingin ceritta. Tentang Filly, tentang.... Ak.. sel..” Isak Ais.

Irma berjanji akan segera ke sana. Tanpa perlu dijelaskan pun Irma sudah paham apa yang akan diceritakan oleh Ais. Ia sempat mendengar cerita ini sekilas dari Filly. Katanya ia akan membuat gebrakan yang mematikan untuk Ais. Demi Aksel agar lelaki itu tidak lagi terluka oleh cinta buta Ais.

Irma mengambil tas tangannya. Membangunkan Marisa yang terbaring dalam posisi wuenak.

“Ais dalam masalah, ayo kita ke sana” Ajak Irma.

Irma menarik Marisa terus sampai gadis itu terbangun. Marisa yang tidak tahu apa yang sedang terjadi dan memahami ada masalah besar menurut. Ia bangkit dan mengikuti Irma ke garasi. Kali ini sangat-sangat penting, kalau tidak mana mungkin Irma mengeluarkan paksa mobil ayahnya.

Setengah perjalanan menuju rumah Ais, Marisa mulai menemukan sisa-sisa kesadarannya. Ia mulai paham masalah apa yang tengah terjadi pada Ais. Tapi ia tak berani bertanya apapun. Sampai mereka masuk ke kamar Ais dan menemukan gadis itu tergeletak tak berdaya.

Berdua bersama Irma, mereka menggotong Ais ke atas tempat tidurnya yang empuk. Kasihan sekelai, gadis sesempurna Ais harus menangis karena cinta. Dalam hal ini Marisa bersyukur tidak punya pacar. Kalau mesti melewati kehidupan seperti Ais, ia tak akan pernah mau menjalani hubungan yang disebut pacaran.

“Ais!” Irma menepuk-nepuk pipi Ais.

Irma mengambil segelas air putih dan menyodorkan ke hadapan Ais. Ais menerima lemah dan meneguknya sampai habis.

“Ais, kamu kenapa? Cerita sama kami” Marisa membuka percakapan.

“Aksel, jadian sama Filly”

“Maksud lo?” Irma mendekatkan kupingnya ke wajah Ais.

“Aku nggak sedang bercanda, Ir. Memang benar apa yang aku katakan ini, kok”

“Kamu kok jadi...”

“Ini buktinya” Ais menyerahkan printout copy chatting kepada Irma dan Marisa. Kemudian menangis lagi.

“Ini... Beneran Filly kita? Filly Lovely Tan?” Tanya Marisa bego.

“Iya.... Iyaaa.... Kalian lihat, dong yang jelas gitu.” Amuk Ais.

Ais ngamuk-ngamuk lagi. Ia mengambil pigura fotonya berdua dengan Aksel. Melemarnya ke dinding sampai pecah. Marisa terkejut dan berlari menghampiri kepingan pigura itu. Membersihkan kepingan-kepingan kaca itu sampai bersih. “Kamu jangan main lempar saja, dong. Ntar dikarain sama Mak Minah kami lagi melakukan aksi bunuh diri”

“Iya. Udahan dong. Kita selesaikan dengan cara dingin. Jangan main emosi begitu ya?!” Irma tak tahan tidak bersuara.

“Aku nggak sanggup, Ir...” Ais menangis lagi sambil memeluk Irma.

Marisa mendekati mereka, “Ais, kalaupun kamu nggak sempat nggak ada yang bisa kamu lakukan kan?”

Ais menatap keduanya. Irma dan Marisa. Ia tak tahu mereka benar-benar tulus atau tidak. Tapi saat itu ia ingat surat cinta dari Rafian. Ia ingin sekali membaca lagi surat itu. Sepertinya dengan membaca surat cinta itu hatinya akan lebih tenang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun