Mohon tunggu...
Ulaya Hanifah
Ulaya Hanifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Biologi Universitas Pendidikan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Nutrigenomik: Diet, Gen, Respon Diet dan Penyakit

24 September 2021   20:45 Diperbarui: 24 September 2021   20:49 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Teknologi Microarray/dokpri

Tahukah kamu, semakin kita bertambah usia, fungsi organ tubuh kita akan berkurang ? Apalagi kalau kita ga jaga kesehatan, terutama dalam menjaga pola makan. Kalau sampai kita ga jaga pola makan, maka yang akan tumbuh yaitu penyakit. Pastinya suatu hal yang harus kita hindari. 

Pola makan yang tidak diatur, misalnya kamu selalu mengkonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat tinggi, maka akibatnya akan terserang penyakit diabetes melitus tipe 2 dan saat ini berdasarkan data terakhir pada November 2020, Indonesia menempati peringkat ketujuh di dunia dengan pasien penderita diabetes terbanyak di dunia. 

Hal ini didukung oleh kondisi pandemi di mana jumlah pasien diabetes meningkat sebanyak 6,2% yang menjadikan ada 10,8 juta penduduk Indonesia yang menderita diabetes. Diabetes mellitus tipe 2 merupakan salah satu penyakit degeneratif yang rentan terhadap pola susunan gizi makanan.

Kenapa bisa seperti itu ? Jadi diabetes mellitus tipe 2 yaitu penyakit ketika organ pankreas gagal memproduksi hormon insulin secara memadai sehingga kadar glukosa dalam darah meningkat. 

Glukosa meningkat diakibatkan karena kita terlalu sering mengkonsumsi makanan tinggi karbohidrat, contoh nya dalam 1 piring kamu makan nasi, mie goreng dan kentang. Ketiga makanan tersebut memiliki kandungan karbohidrat dan ketika kita konsumsi, lalu dicerna dalam tubuh akan membentuk satu senyawa sederhana yaitu glukosa. 

Sementara tubuh kita memerlukan nutrisi yang lainnya yaitu lemak, protein, mineral,vitamin, air dan lain-lain. Maka dari itu, untuk mengurangi resiko atau mengontrol penyakit ini perlu dilakukan manajemen nutrisi yang baik dan benar agar kondisinya tidak memburuk. 

Untuk mengatasi hal ini, perlu kita ketahui nih mengenai studi Nutrigenomik. Studi ini merupakan studi perkembangan baru  yang diterapkan untuk meneliti efek zat gizi pada tingkat gen. 

Jadi kita lebih tau bagaimana interaksi makanan/diet dengan gen yang ada dalam tubuh kita. Ada pun teknologi atau tools yang digunakan dalam nutrigenomik untuk mendeteksi interaksi diet dengan gen tersebut yaitu teknologi microarray. 

Teknologi tersebut telah digunakan oleh para ilmuan atau peneliti untuk melihat efek makanan terhadap gen di dalam tubuh kita. Hasil yang ditampilkan yaitu berupa pola ekspresi gen,  yang nantinya akan terlihat sel normal dan sel patogen (penyakit) dari warna yang terdeteksi dengan fluorescent. 

Teknologi microarray ini sudah digunakan para peneliti/ilmuwan untuk mendeteksi kualitas daging, dilihat dari pola ekspresi gen nya, sehingga dapat dilihat daging tersebut sehat atau tidak. 

Nutrigenomik dapat menjadi acuan makanan apa yang kita butuhkan dan makanan apa yang harus kita hindari. Sudah dikembangkan juga terapi nutrigenomik yang difokuskan mengubah perilaku individu untuk mengurangi berat badan dengan pola makan yang baik, serta olahraga atau  peningkatan aktivitas fisik. 

Terapi nutrigenomik dilakukan dengan 3 metode pendekatan, yaitu berbagi kalori (monounsaturated fat dan karbohidrat kompleks), diet tinggi karbohidrat-rendah lemak dan suplemen tinggi karbohidrat-rendah lemak disertai olahraga. 

Jadi kita boleh mengkonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat, lemak, protein dan lain-lain dengan porsi yang normal dan ditambah dengan aktivitas fisik seperti olahraga, karena berkaitan pula dengan kalori atau lemak dalam tubuh yang harus kita keluarkan dan menjaga kesehatan jantung. 

Kembali lagi ke penyakit diabetes mellitus tipe 2. Diketahui hubungan antara karbohidrat dengan diabetes mellitus tipe 2 sangat kompleks, sehingga banyak penelitian telah dilakukan untuk menentukan diet yang tepat untuk menurunkan glukosa darah. 

Salah satunya adalah diet serat tinggi yang bekerja lebih baik dalam mengontrol diabetes dibanding dengan diet lain yang direkomendasikan American Diabetes Association (ADA). Diet tinggi serat sangat efektif untuk memperlambat penyerapan glukosa ke dalam sirkulasi darah sehingga mengurangi sekresi insulin.

Kombinasi dari diet karbohidrat dan serat yang tinggi dapat mengurangi kebutuhan akan insulin. 

Dengan bantuan teknologi microarray, kita dapat mengetahui, apakah gen penyakit dalam tubuh sudah berkurang dan kembali normal, akibat diet serat dan karbohidrat yang sudah dilakukan. 

Nutrisi berbasis genomik individu ini dapat berkontribusi untuk studi tentang nutrisi manusia pada berbagai level dari bayi, anak-anak, dewasa dan manula. Sebagai contohnya, nutrigenomik dapat membantu untuk menentukan batas atas dan bawah untuk nutrisi esensial dan mikronutrien. Nutrigenomik juga dapat memberikan beberapa indikasi dari suatu gen yang polimorfisme dengan mengidentifikasi gen kunci yang mempengaruhi dietary responses. 

(Penulis Anissa Febriana Susanti, Siti Awalia Nur Fadillah dan Ulaya Hanifah)

REFERENSI

 

ADA. 1999. Review: Position Statement: nutrition recommendations and principles for people with diabetes mellitus. Diabetes Care 22:S42-5

Chandalia M., Garg A., Lutjohann D., Bergmann K., Grundy SM. dan Brinkley LJ. 2000. Beneficial Effects of High Dietary Fiber Intake in Patients with Type 2 Diabetes Mellitus. The New England Journal of Medicine 342 (19): 1392-1398.

Fatchiyah. 2008. Nutrigenomik: Ketika DNA Berbicara Makanan Sehat. Malang: Universitas Brawijaya.

Kaput J. 2008. Nutrigenomics Research for Personalized Nutrition and Medicine. Curr. Opn. Biotechnology 19 (2): 110-120.

Kato, H. 2008. Nutrigenomiks: The Cutting Edge and Asian Perspectives. Asia Pasific Journal.

Khan A. dan Safdar M. 2003. Role of Diet, Nutrients, Spices and Natural Products in Diabetes Mellitus. Pakistan Journal of Nutrition 2 (1): 1-12.

Mandimika, T., Baykus, H., Vissers, Y., Jeurink, P., Poortman, J., Garza, C., Kuiper, H., and Peijnenburg, A. (2007). Differential gene expression in intestinal epithelial cells induced by single and mixtures of potato glycoalkaloids. J. Agric. Food Chem. 55: 10055--10066.

Neeha V.S. & Kinth P.(2013). Nutrigenomics research: a review. J Food Sci Technol. 50(3):415--428

Prasetyo, B. (2013). Nutrigenomik dan Kesehatan. Journal of Nutrition and Health 1 (1).

Vuksan, V., Sievenpiper JL., Owen, R., Swilley JA., Spadafora, P., Jenkins, DJA., Vidgen, E., Brighenti, F., Josse, RG., Leiter, LA., Xu, Z., and Novokmwt, R. 2000. Beneficial Effects of Viscous Dietary Fiber from Konjac-Mannan in Subjects with the Insulin Resistance Syndrome. Diabetes care, 23, (1): 9 -14.

Yudianingtyas dan Wahyu, D .2016. Penggunaan Hewan pada Nutrigenomik Animal Models for Nutrigenomics. Kementrian Pertanian. Hlm 11-21.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun