Mohon tunggu...
Ukhty Iza
Ukhty Iza Mohon Tunggu... Guru - setiap hari embun meneteskan kesetiaanya pada pagi

Darimu ku dengar manisnya surga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hari Pertama Puasa, Ana

7 Juni 2016   10:24 Diperbarui: 7 Juni 2016   11:40 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: www.kaskus.co.id

 

 

“Horeeee hujan…” teriak Ana dari luar rumah. Ana gadis berusia 8 tahun. Gadis ini akan belajar berpuasa sampai magrib. Tahun lalu Ana puasa hanya sampai waktu dzuhur. Biasanya bulan ramadhan selalu diiringi dengan musim panas. Tapi tidak untuk ramadhan pertama tahun ini.

“Bun, hujan…” 

“Menang kenapa kalau hujan?”

“Boleh main hujanan bun?”

“Kamu sedang berpuasa Ana, gak boleh main hujanan, nanti airnya kamu minum puasamu batal.”

“Yahhh bunda” Ana cemberut dilarang bundanya. Ia mendekati jendela rumah, air hujan turun sangat deras hari ini.

Masih pukul 02.00 siang. Hujan belum berhenti dari satu jam yang lalu. Ana tidak tidur siang, Ana adalah gadis yang menyatu dengan hujan. Setiap kali hujan datang, Ia selalu bemain di halaman rumahnya bersama Karel, Lina, Bagas, dan beberapa teman lainnya.

“Bun, kalau ku main hujan-hujanan aku tidak haus, Bun.”  Celoteh Ana di atas sofa dekat jendela.

Sang bunda sedang mencari resep untuk menu berbuka dari smartphone-nya. Kolak pisang, es buah, sapo tahu, dan pudding cokelat menjadi deretan daftar menu berbuka.

Hujan semkin deras, Ana masih berdiri di sofa sambil menatap keluar dibalik jendela depan rumah. Dia melihat Bagas dan Karel bermain kejar-kejaran di bawah derasnya hujan. “Ku punya jurus baru untuk menghancurkanmu. Terima ini!” Bagas berteriak sambil memperagakan tangannya seperti dalam film Boboboy.

“Kekuatan halilintar!!” Balas Karel menimpali aksi Bagas.

“Hahahah” Mereka berdua pun tertawa. Ana yang menyaksikan dibalik jendela rumahnya ikut tertawa.

“Kita lomba balap lari ya. Sampai ujung gang, kembali lagi ke sini.” Karel menepuk punggung Bagas.

“1, 2, 3. Lari!!” Ana membuka pintu rumahnya Ia ingin melihat siapa yang juara. Karel dan Bagas berlari kencang menantang hujan. Bagas lebih cepat dua langkah dibanding Karel.

“Cepat sedikit larimu Karel” Ana berteriak dari depan rumahnya.

“Ayo cepat kembali ke sini. Kupunya hadiah untuk pemenang.” Ana menyemangati kedua temannya. Tak sadar Ana sudah berada di bawah derasnya hujan. Ana lompat-lompat sambil bertepuk tangan, rambut hitamnya telah basah air hujan. “Terus lari, ini hadiahnya. Ayo cepat!!” Ana mengusap mukanya dari basahan air hujan . Kini dirinya telah menyatu dengan hujan.

“Horee Bagas menang. Ini hadiahnya” Hanya batang daun pisang yang telah dipotong pendek. Kata mereka itu sebagai tropi untuk pemenang. “Ana kamu iktan lari juga!” pinta Karel agar permainan tambah seru.

“Ayo, aku bisa kalahkan kalian, karena aku punya kekeuatan super.”

“Siap lari ya! 1, 2, 3!!” Bagas memulai aba-aba.

Mereka berlari ke ujung gang dan kembali lagi sampai depan rumah Ana sebagai garis finish. Rupanya Bagas dan Karel sudah kelelahan. Mereka berlari sejak tadi. Ana mampu menyusul ketertinggalan dan Ana menjadi pemenangnya.

“Yeeee Ana menang.” Ana loncat-lancat mengungkapkan kegembirannya. Tropi itu, sekarang dipegang Ana.       

“Kita istirahat dulu yuk. Capek ni” ajak Karel yang sudah duduk terlebih dahulu. Mereka beristirahat tidak mencari tepian, atau berteduh di bawah pohon atau rumah Ana. Mereka sengaja duduk di jalan setapak. Tanpa kendaraan lewat, tanpa lalu-lalang orang-orang. Mereka sangat senang dengan hujan. Menyipratkan air hujan ke temannya adalah hal yang biasa. Justru itu yang mereka inginkan. Bahagia, tertawa di tengah guyuran air hujan.

Saat mereka duduk bersantai sambil meregangkan kaki. Hujan sudah sedikit reda. Tidak sederas tadi saat berlari. Ana menegadahkan mukanya ke langit. Tak mendung saat itu, Ia melihat langit begitu luas. Awan putih bergantian menutup langit biru. Dalam hati Ana selalu bertanya, ada apa di atas langit sana?

“Ana, kamu gak puasa ya? Kok air hujannya di minum.” Ucapan Bagas menggetkan Ana. Ia lupa kalau sedang berpuasa, dan lupa juga kalau Ia dilarang Bundanya untuk bermain hujan saat berpuasa.

“Ana pusa kok. Ana gak minum air hujan”

“Bohong, ana gak puasa.”

“Ana puasa!”

“Ana gak puasa, Ana gak puasa” ledek Bagas dan Karel. Mereka berdiri, Ana tidak terima dibilang tidak berpuasa, Ana juga tidak minum air hujan.  Ana menangis jengkel. Bagas dan Karel tampak senang melihat Ana menagis. Ledekan itu terus berlanjut, Bagas dan Karel tertawa, Ana menangis. Ana berteriak “Bundaaaaaa”

Sang Bunda bergegas mendekati Ana.

“Ana kamu kenapa? Ayo bangun. Sebentar lagi azan magrib, waktunya untuk berbuka puasa.”

Sejak tadi Ana tertidur pulas di sofa dekat jendela. Hujan sudah reda. Genagan air di depan rumah Ana menandakan bahwa hujan cukup lama. Bagas dan Karel sudah tidak terlihat di depan rumahnya. Hari ini, hari pertama Ana menjalankan puasa sampai magrib.   

 

#CerpenRamadhan

#UkhtyIza^-^

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun