“Yeeee Ana menang.” Ana loncat-lancat mengungkapkan kegembirannya. Tropi itu, sekarang dipegang Ana.
“Kita istirahat dulu yuk. Capek ni” ajak Karel yang sudah duduk terlebih dahulu. Mereka beristirahat tidak mencari tepian, atau berteduh di bawah pohon atau rumah Ana. Mereka sengaja duduk di jalan setapak. Tanpa kendaraan lewat, tanpa lalu-lalang orang-orang. Mereka sangat senang dengan hujan. Menyipratkan air hujan ke temannya adalah hal yang biasa. Justru itu yang mereka inginkan. Bahagia, tertawa di tengah guyuran air hujan.
Saat mereka duduk bersantai sambil meregangkan kaki. Hujan sudah sedikit reda. Tidak sederas tadi saat berlari. Ana menegadahkan mukanya ke langit. Tak mendung saat itu, Ia melihat langit begitu luas. Awan putih bergantian menutup langit biru. Dalam hati Ana selalu bertanya, ada apa di atas langit sana?
“Ana, kamu gak puasa ya? Kok air hujannya di minum.” Ucapan Bagas menggetkan Ana. Ia lupa kalau sedang berpuasa, dan lupa juga kalau Ia dilarang Bundanya untuk bermain hujan saat berpuasa.
“Ana pusa kok. Ana gak minum air hujan”
“Bohong, ana gak puasa.”
“Ana puasa!”
“Ana gak puasa, Ana gak puasa” ledek Bagas dan Karel. Mereka berdiri, Ana tidak terima dibilang tidak berpuasa, Ana juga tidak minum air hujan. Ana menangis jengkel. Bagas dan Karel tampak senang melihat Ana menagis. Ledekan itu terus berlanjut, Bagas dan Karel tertawa, Ana menangis. Ana berteriak “Bundaaaaaa”
Sang Bunda bergegas mendekati Ana.
“Ana kamu kenapa? Ayo bangun. Sebentar lagi azan magrib, waktunya untuk berbuka puasa.”
Sejak tadi Ana tertidur pulas di sofa dekat jendela. Hujan sudah reda. Genagan air di depan rumah Ana menandakan bahwa hujan cukup lama. Bagas dan Karel sudah tidak terlihat di depan rumahnya. Hari ini, hari pertama Ana menjalankan puasa sampai magrib.