“Kamu masih belum kenyang juga? Sudah satu mangkuk zuppa soup dan sate masih mau nambah siomay? Malu tau isi amplopmu Cuma 100.000”
“Ah, gak ada yang tahu ini kita makan banyak, isi amplop cuma 100.000”
Jay, yang gak tahu malu tetap mengambil siomay. Perutnya terlalu lama kosong. Semalam ia lembur menyelesaikan projectnya samapai pukul 03.00 dini hari, ia lupa makan.
Setelah Jay merasa perutnya sudah cukup terisi, mereka pulang. Udara Jakarta masih terasa panas di sore hari. Mereka sebanarnya tak benar-benar pulang. Taman lampion, daerah Tanggerang jadi tempat meraka bermalam minggu.
Selama di perjalanan Jay dan Kharin membicarakan masa depan mereka, gombalan dan rayuan Jay tak ada hentinya. Walau sering di gombalin tetap saja Kharin tersipu-sipu malu di hadapan Jay. Saat meraka sudah memasuki kota Tanggerang, Kharin merasa ada yang aneh di tempat pernikahan Maya.
“Beb, tadi kamu sudah masukin amplop ke kotak Maya?”
Pertanyaan Kharin mengejutkan Jay.
“Lohh, amplop itukan sama kamu, seharusnya kamu yang masukan ke kotaknya Maya.”
“Aku gak megang amplop itu Beb” Jay langsung berhentikan kendaraanya di tepian jalan. Jay turun dari motor, Ia benar-benar marasa kaget.
“Tadi setalah aku mengeluarkan dompet, aku isi amplop itu dengan uang 100.000 lalu aku kasih kamu.”
“Iya, setelah itu aku tulis namamu di amplop itu dan aku kembalikan lagi ke kamu.”