"Dalam skenario terburuk, akan terjadi peningkatan jumlah angka kemiskinan di tangah wabah Corona (Covid-19) hingga 3,78 juta orang."
Pernyataan tersebut disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani selepas rapat kabinet tentang penanganan virus Covid-19 pada hari Selasa, 14 April 2020 lalu. Selain itu, beliau menyebut angka pengangguran diprediksi akan naik hingga 5,2 juta orang.
Virus Corona tak hanya menyerang kesehatan fisik saja, tapi juga sendi kehidupan sosial ekonomi masyarakat.Â
Lembaga riset Moody menyebut sejumlah industri pada sektor garmen, otomotif, konsumer, pariwisata, maskapai penerbangan, hingga pengiriman menurun drastis pendapatannya. Sementara itu, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyebut Industri Kecil Menengah (IKM) menghadapi ancaman gulung tikar.
Fakta nyata efek pandemi covid-19 ini saya temui langsung di lingkaran pertemanan saya. Seorang teman yang berprofesi sebagai pengemudi ojek online (ojol) mengeluhkan pendapatannya menurun tajam. Ia kelimpungan bagaimana membiayai hidup keluarganya. Belum lagi urusan kredit motor, bayar kontrakan dan iuran listrik bulanan.
Teman lain yang berprofesi guru les nganggur karena kelas ditiadakan. Padahal selama ini pendapatannya bergantung pada banyaknya jam mengajar. Beruntung ia punya sedikit tabungan sehingga masih bisa memenuhi kebutuhan pokoknya. "Entah nanti gimana kalau tabungan saya habis," begitu keluhnya.
Di televisi, saya mendapati fakta lainnya. Tempo hari, di  acara Indonesia Lawyer Club seorang ibu pedagang kaki lima mengeluhkan nasibnya yang tidak bisa menggelar lapak dagangan akibat kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Malangnya, ia juga tertahan tak bisa pulang kampung karena kebijakan ini. Ia bingung bagaimana mengebulkan dapurnya.
Setali tiga uang, karyawan dan buruh pun dilanda gelisah. Beberapa industri merumahkan karyawan mereka. Â Ada yang memotong gaji dan yang terburuk sampai mem-PHK karyawannya. Kalaupun masih ada yang bekerja, jadwal shift kerja pun diperpendek.
Pengaruh Covid-19 juga terasa pada lonjakan harga barang. Badan Urusan Logistik (Bulog) mengakui kalau sejumlah harga bahan pokok mengalami kenaikan. Alasannya semua negara menahan ekspor bahan pangan mereka sebagai antisipasi pemenuhan dalam negeri mereka. Sementara kebutuhan pangan kita sangat bergantung pada impor.
Beberapa harga sembako memang melejit. Setidaknya begitu kata isteri saya yang kerap berbelanja ke pasar maupun di tukang sayur keliling. Ia menyebut kalau bumbu dapur dan rempah-rempah pun ikutan naik. Mungkin gara-gara pemberitaan soal empon-empon, jahe, dan sejenisnya yang berkhasiat menangkal covid-19.
Potret buram di atas tampaknya bisa jadi alasan logis buat harap-harap cemas. Demi menjaga kemungkinan terburuk, bisa jadi Anda memborong sembako dalam jumlah besar (panic buying) sebagai antisipasi kelangkaan di pasar. Bisa juga Anda menarik semua uang di bank (rush money) karena takut bank gagal menjamin simpanan dan investasi anda. Tapi apakah itu tindakan yang tepat?
Saya sendiri merasakan efek panic buying ini di minggu pertama selepas Presiden Jokowi mengkonfirmasi temuan positif covid-19 di Indonesia. Saya kesulitan membeli masker, hand sanitizer maupun cairan antiseptik. Stok di apotek dan supermarket kosong. Â Di online shop kenaikan harganya bisa mencapai sepuluh kali lipat dari harga normal. Efek buruknya, rumah sakit dan tenaga medis kekurangan masker dan cairan antiseptik tersebut. Ini tentu tak kita harapkan.
Jadi, perlukah kita melakukan panic buying dan rush money di tengah ketidakpastian akibat pandemi covid-19 ini? tentu saja tidak perlu. Kalau pun keukeuh, dampaknya justru akan memperburuk kondisi saat ini. Baik panic buying maupun rush money adalah tindakan egois yang dapat berdampak pada stabilitas sistem keuangan dan ekonomi secara keseluruhan.
Ketika kita menimbun barang, akan menyebabkan kelangkaan yang berpengaruh pada naiknya harga barang. Sementera saat banyak orang melakukan rush money, ini akan mengerus ketersediaan uang di bank. Kedua kondisi ini berpengaruh pada peningkatan inflasi yang efeknya menyebabkan perekonomian menjadi macet bahkan terpuruk.
Padahal, kita tak perlu panik. Skenario terburuk akibat wabah covid-19 ini telah diantisipasi oleh Pemerintah. Sejumlah kebijakan disiapkan untuk menjawab tantangan ini. Apa saja itu?
Pemerintah mengeluarkan Perpu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona. Perpu ini menjadi payung hukum bagi penyediaan anggaran dan kebijakan keuangan terkait penanganan Covid-19.
Tak tanggung-tanggung, jumlah pembiayaan APBN 2020 untuk pos penanganan Covid-19 ini mencapai 405 triliun rupiah. Alokasinya dipecah menjadi 75 triliun untuk dana kesehatan, 110 triliun untuk jaring pengamanan sosial, 70 trilun untuk insentif perpajakan dan bantuan KUR (Kredit Usaha Rakyat), dan 150 triliun untuk pembiayaan program ekonomi nasional. Anggaran ini dijadwalkan mulai cair bulan April ini hingga 3 bulan ke depan.
Pemerintah juga menginstruksikan untuk merealokasi anggaran yang dianggap tidak perlu untuk dialihkan pada upaya penanganan wabah covid-19 ini. Di kantor saya (saya ASN Daerah) beberapa kegiatan dirombak. Beberapa pos seperti perjalanan dinas, pelatihan dan beberapa belanja barang jasa yang dianggap tak bersentuhan langsung dengan kebutuhan rakyat dicoret untuk dialihkan untuk penanganan wabah covid-19 ini. Hal yang sama pastinya diberlakukan juga oleh Pemerintah Daerah lain.
Bentuk bantuan dari anggaran tersebut direalisasikan dalam berbagai bantuan sosial, baik berupa uang langsung maupun beragam subsidi. Sebut saja Program Keluarga harapan (PKH), Program kartu Sembako, serta yang sedang hot diperbincangkan, Program kartu Pra Kerja. Selain itu, Pemerintah juga memberikan subsidi pembayaran listrik, serta Stimulus Usaha Rakyat (KUR).
Dalam rangka menjamin stabilitas pasokan bahan pokok, Pemerintah bekerja sama dengan sejumlah asosiasi pengusaha sektor riil, khususnya asosiasi pengusaha untuk menjamin kesediaan barang kebutuhan harian masyarakat.
Dalam hal keringanan pembayaran kredit, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan kebijakan pelonggaran pembayaran kredit bagi debitur yang terdampak covid-19, baik perseorangan maupun korporasi.Â
Peraturan ini mengatur Insentif bagi bank untuk menyalurkan bantuan dana pada sejumlah usaha tertentu, termasuk UMKM dan ekspor impor. Diharapan insentif ini dapat menjaga roda  usaha masyarakat tetap berjalan dan pasokan pemenuhan kebutuhan masyarakat tidak terganggu.
BI juga menurunkan suku bunga Bank, menambah pendanaan bank, serta menjamin ketersediaan uang layak edar yang higienis serta mendorong penggunaan uang non tunai.
Lalu apa yang harus kita lakukan dalam menghadapi ketidakpastian di masa pandemi corona ini? Beberapa langkah berikut bisa jadi langkah bijak dan cerdas dalam membantu menjaga stabilitas sistem keuangan negara di masa pandemi covid-19 ini.
Belanja Sewajarnya.Â
Tak ada alasan untuk melakukan panic buying. Pemerintah dan asosiasi pengusaha ritel telah menjamin stok pasokan sembako. Yang harus kita lakukan adalah belanja saja sesuai kebutuhan sewajarnya. Tak perlu menyetok persediaan terlalu banyak. Ini turut membantu distribusi barang pokok berjalan stabil dan tak ada lonjakan harga berarti.
Belanja Online dan Gunakan Fasilitas Non-Tunai.Â
Daripada menarik seluruh tabungan kita, lebih baik menggunakannya untuk keperluan konsumsi kita secara cermat. Kalau memungkinkan, kita bisa berbelanja menggunakan uang non tunai karena ditengarai bisa lebih mencegah kontak paparan virus corona. Oh ya, kalau memang bisa berbelanja secara online, rasanya ini juga patut dicoba. Kita tak perlu keluar rumah dan tinggal Tunggu saja barangnya sampai. Beberapa online shop banyak yang menawarkan fasilitas free ongkir kok. Nah, gak ada ruginya kan?
Berdonasi dan Membantu Sesama.Â
Bagi kita yang memiliki rejeki lebih dan lebih beruntung dibanding mereka yang terdampak pendapatannya, ada baiknya membantu mereka yang membutuhkan. Saya percaya jika orang Indonesia tuh masih banyak yang memiliki kepedulian tinggi.
Lewat media sosial, saya kerap menemukan iklan dari Lembaga filantropis yang membuat program donasi bagi mereka yang terdampak covid-19, entah bantuan bagi tenaga medis, masyarakat kecil, maupun bentuk bantuan lainnya. Ada banyak juga selebritis  yang menggalakan program charity. Kenapa kita tak ikut menyumbang ? Sekecil apa pun bantuan kita, tentu akan sangat bermakna bagi mereka yang sedang dicoba kesusahan.
Tentu saja, satu hal penting lainnya yang patut dilakukan adalah dengan mematuhi anjuran Pemerintah untuk lebih banyak beraktifitas di rumah saja. Ini membantu untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona. Semakin banyak orang yang disiplin mengikuti anjuran Pemerintah ini, kita bisa cepat terbebas dari wabah ini.
Peningkatan status beberapa wilayah menjadi PSBB bisa jadi indikasi kalau kita masih saja nakal tidak mengikuti anjuran Pemerintah. Dampaknya jelas, tingkat penyebaran virus masih tinggi dan masa ketidakpastian ini tak bisa segera berakhir. Kita gak mau berpanjang-panjang berurusan dengan virus conona ini kan?
Bijak Bermedia Sosial
Salah satu faktor yang membuat kepanikan di masyarakat adalah berita hoaks dan rumor. Ada banyak hoaks  dan rumor yang beredar terkait corona ini. Pastikan selalu cek and ricek setiap berita yang kita terima serta tidak mudah menyebarkannya.
Jadi, kalau menemukan berita hoaks atau rumor gak benar, minimal pastikan berita tersebut berhenti di kita, atau lebih bagus kita mengklarifikasinya. Ini turut membantu mengurangi kepanikan di masyarakat.Â
Terakhir, saat ini kita memang berada pada masa ketidakpastian. Tapi, kita tak perlu panik. Pemerintah sedang berupaya mengatasinya. Tugas kita adalah mengikuti anjuran dan kebijakan Pemerintah agar semuanya bisa Segera pulih. Bukan begitu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H