Ekspansi Perkebunan kelapa sawit di kawasan Leuser telah dimulai sejak jaman pemerintahan Soeharto. Meskipun sempat terhenti akibat konflik Aceh, namun RAN (Rainforest Action Network) mencatat pemberian ijin perkebunan kelapa sawit kembali banyak diberikan oleh pemerintah daerah sejak tahun 2011, walaupun secara hukum ini melanggar peraturan perundangan. Sementara itu, Diluar ijin yang diberikan resmi oleh pemerintah daerah, pembabatan hutan marak terjadi oleh aktifitas perkebunan sawit illegal.
Berapa jumlah perusahaan yang mengantongi ijin usaha perkebunan sawit ini? Walhi mencatat hingga maret 2015 terdapat 127 perusahaan yang mengantongi ijin Hak Guna Usaha (HGU) dengan total luas mencapai 385.435 Hektar, dengan rincian yang meliputi di Kabupaten Aceh Tamiang (27 perusahaan), Aceh Timur (25), Nagan Raya (15), Aceh Utara (12), Aceh Singkil (10), Subulussalam (9), Aceh Barat (7), Bireuen (7), Aceh Barat Daya (3), Aceh Jaya (3), Aceh Selatan (3), Aceh Tengah (2), Pidie (2), Pidie Jaya (1), dan Aceh Besar (1).
Bisa dibayangkan ketika KEL dikeluarkan dari RTRW sebagai kawasan strategis yang harus dilindungi, bukan tidak mungkin ijin perkebunan di dalam kawasan Leuser akan semakin marak diberikan ke depannya.
Kompas, edisi 14-15 Oktober 2016 melaporkan aksi perambahan Taman nasional Gunung Leuser (TNGL) oleh penduduk. Di kawasan Sei Bamban, Besitang, tiga tahun terakhir ini puluhan warga telah membangun perkampungan dan rumah pondok dari kayu hutan di kawasan taman nasional. Warga menanam tanaman semusim, seperti jeruk, pisang, ubi, terong, juga karet dan sawit. Masyarakat perambahan hutan juga membuka perkebunan sawit dan karet di dalam kawasan TNGL yang hasilnya kemudian ditampung oleh perusahaan yang berada di sekitar kawasan TNGL. Setiap minggunya, sekitar 500 ton dan 50-50 ton karet dihasilkan dari perkebunan illegal ini.
Perambahan hutan ini tentu saja menyebabkan dampak yang mengkhawatirkan. Menurut Manager Forum Kawasan Leuser (FKL), Rudi Putra menyebutkan bahwa Sekitar 16.000 hektar kawasan hutan dari total 376.104 hektar TNGL di Aceh Tenggara beralih fungsi menjadi perkebunan, terutama kebun sawit.
Pembangunan jalan bisa menjadi dilema dalam proses pembangunan. Disatu sisi ini bisa membuka aksesibilitas antar daerah, namun dilain sisi pembangunan jalur transportasi ini bisa menimbulkan kerusakan lingkungan, terutama bagi kawasan konservasi. Dalam rencana pembangunan jalur transportasi di provinsi Aceh, terdapat beberapa jalur yang rencananya akan melintasi KEL.