Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kesepakatan yang Melahirkan Obyektifitas

21 September 2024   18:55 Diperbarui: 21 September 2024   18:57 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

APAKAH SELAIN SAINS SEMUA FULL SUBYEKTIF DAN MUSTAHIL ADA KESEPAKATAN ?

Selalu ada fihak yang berupaya menolak metafisika atau selain sains sebagai ranah obyektif.Mereka maunya memposisikan hal diluar obyek sains sebagai ranah subyektif alias bergantung pada pandangan subyektif orang per orang atau per kelompok.Ini sebenarnya berasal dari pandangan dasar bahwa yang obyektif=melulu harus yang empiris dan diterima semua orang tanpa kecuali !

Mereka selalu menunjuk beberapa kasus seperti kasus isra mi'raj atau Lia eden yang penerimaannya seperti mutlak bergantung pada subyektifitas pribadi.

Sebenarnya dalam dimensi metafisika tidak semua hal bersifat subyektif dalam artian mutlak bergantung pada penerimaan dan pemahaman per subyk karena dalam metafisika pun ada hal obyektif dalam artian yang obyeknya tidak bergantung pada penerimaan dan pemahaman subyek karena banyak fihak yang sepakat dengan definisi-pengertiannya.Sama halnya dalam ranah sais pun tidak semua lantas selalu obyektif karena hal yang bersifat pribadi-diluar obyek sains semisal pandangan pribadi sang saintis atau kepercayaan satu fihak semisal evolusionis dapat masuk

Sebenarnya makna "obyektif" tidak melulu harus empirik dalam arti diterima semua orang tanpa kecuali seperti "api panas",Dalam kehidupan ada banyak obyek yang tidak ditangkap,difahami atau diterima semua orang tapi obyek tersebut di terima oleh orang orang yang faham adanya

Contoh ; konsep "akal budi" atau "logika" konsep tersebut tertera dalam kamus dan ada ilmu logika yang diterima banyak fihak,Tapi apa misal karena kaum materialist menolak konsep "akal budi" lalu konsep tersebut harus batal menjadi hal yang obyektif dimata orang yang memahaminya ?

Jadi karena obyek ilmu pengetahuan itu kompleks maka tak wajar kalau obyek ilmu dianggap hanya harus yang fisik-empirik-diterima semua orang.Akan ada banyak obyek tertentu yang belum tentu difahami semua orang dan belum tentu disepakati,misal apa yang disepakati oleh kaum dualist belum tentu diterima kaum materialist

Maka di group debat hal hal yang obyektif bagi kaum dualist,kaum filsafat-kaum beragma (karena disepakati) terus menerus diserang oleh materialist dengan stigma "subyektif" karena materialist tidak menerima keberadaan obyek tersebut sebagai obyek ilmu,karena materialist hanya menerima obyek yang bersifat fisik-materi.Pemikiran seperti ini membuat orang sulit faham obyek obyek non fisik dan menggiring orang pada bermata satu-hanya fokus ke obyek fisik

Pertanyaannya ; Apakah yang namanya obyek dan status "obyektif" itu melulu hanya obyek fisik dan yang biasa dibahas dalam sains ? Lalu ketika orang bahas hal  diluar sains semua harus dinilai "subyektif" alias bergantung pada pemahaman dan pandangan subyektif tiap individu atau kelompok ?

Sekarang bila semua full subyektif bagaimana misal bisa ada ilmu logika,ilmu hukum,ilmu psikologi,ilmu agama,ilmu teologi ?

Adanya ilmu ilmu tsb. menunjukkan bahwa ada obyek baku yang telah disepakati bersama yang menjadi kerangka berdirinya ilmu ilmu tsb dan tidak bergantung mutlak pada persfective pribadi.Kaau persoalan akal, logika,hukum,psikologi,teologi mutlak melulu bersifat subyektif alias diserahkan atau bergantung pada pandangan pribadi ya semua disiplin ilmu tersebut tidak akan berdiri

KESEPAKATAN SEBAGAI TANDA OBYEKTIFITAS

Obyek obyek empirik seperti "api panas" memang obyek yang paling mudah diterima sebagai "obyektif" karena semua orang dapat menangkapnya,seperti tak perlu kesepakatan untuk menetapkannya sebagai obyek ilmu.Tapi masalahnya persoalan ilmu itu kompleks tidak hanya bersifat fisik-empirik karena banyaknya obyek ilmu yang tidak bersifat fisik - empirik,Masalahnya adalah untuk obyek non empirik-metafisik tidak semua otomatis tahu,faham,mengerti serta menerima,semisal kaum materialist getol menolak obyek obyek ilmu yang non fisik.

Maka untuk menegakkan prinsip "obyektifitas" diluar rnah sains tidak perlu meminta persetujuan yang tidak tahu,yang tidak faham atau yang tidak menerima,Standar obyektifitas bisa ditegakkan DI LINGKUNGAN ORANG ORANG YANG FAHAM DAN MENERIMANYA

Bila obyek ilmu dan makna obyektif disandarkan melulu pada obyek empirik ya dunia ilmu pengetahuan tidak akan mengenal ilmu atau dimensi ilmu selain sains.Manusia bisa makin materialist

Perhatikan,dibawah ini adalah istilah istilah yang juga merupakan obyek obyek yang biasa dibicarakan dalam peradaban ilmu manusia.Semua istilah ini lahir bukan dari ranah sains atau ketika sains telah berkembang tapi telah ada dalam kamus bahasa manusia dan artinya telah merupakan kesepakatan diantara yamg faham

Akal budi,pikiran,kesadaran,jiwa,rohani, logika,ilmu logika,ilmu jiwa,hukum, keadilan,cinta kasih,emosi,perasaan, kebahagiaan, ilmu teologi dlsb Semua istilah tersebut ada dalam kamus bahasa manusia dan bukan produk sains. Pertanyaanna ; Apakah pemahaman terhadap istilah istilah tersebut full diserahkan pada tiap pribadi artinya full subyektif ? Apakah semua istilah tersebut full semua bersifat subyektif ?

TIDAK,bila telah lahir kesepakatan maka obyektifitas akan lahir diantara fihak yang bersepakat.Contoh ; konsep "akal budi" itu tertera dalam kamus dan semua yang faham bersepakat bahwa manusia memiliki akal budi dan punya potensi berpikir secara akal budi.Bagaimana dengan materialist yang menolak konsep akal budi dan menganggap itu "subyektif" karena tidak empiris ?

Buktinya istilah akal budi,logika, metafisika,jiwa,kesadaran pikiran,dlsb tetap ada dalam kamus peradaban manusia ditengah penolakan kaum materialist.Artinya diantara yang sepakat mereka tak mempermasalahkan fihak yang tidak sepakat

Bagi yang telah bersepakat bila bicara akal budi,logika,kesadaran pikiran (ruhaniah) sampai persoalan ketuhanan itu ada obyektifitasnya tersendiri karena ada acuan baku yang difahami dan disepakati bersama

......

Jadi orang bisa bersepakat itu karena ADA OBYEK YANG BISA DITERIMA BANYAK FIHAK walau tidak semua- keseluruhan orang.Karena tidak semua orang faham atau satu pandangan

Contoh lain ; hukum dan keadilan itu istilah dan obyeknya bukan produk ilmu fisika,tapi obyeknya ada dan disepakati banyak fihak lalu berdirilah ilmu hukum,fakultas-pendidikan hukum,institusi hukum.Artinya dalam persoalan hukum ada obyek yang pemahamannya tidak mutlak bergantung pada subyektifitas-pemahaman subyektif per individu walau memang benar untuk faham apa itu hukum dan keadilan perlu pendalaman subyektif.Tapi pendalaman subyektif tidak melulu menghasilkan hal subyektif bila pendalaman tersebut melahirkan hal yang juga difahami dan diterima semua orang yang lalu sepakat untuk membuat obyek hukum yang baku yang berlaku untuk semua fihak

Artinya,Hukum itu ada, logika itu ada, seni itu ada (obyeknya) walau ia abstrak dan diterima banyak orang maka semua itu ada tercantum dalam kamus bahasa

Dalam dunia metafisika pun idem,dalam dunia metafisika termasuk filsafat dan agama ada pendalaman subyektif yang ternyata lalu melahirkan pemahaman dan kesepakatan bersama.Lahirnya ilmu logika serta ilmu teologi itu karena ada pemahaman dan kesepakatan bersama dan artinya bukan mutlak bergantung pada pemahaman per individu

Dan artinya kalau sesuatu full subyektif MUSTAHIL MASUK KAMUS DAN JADI KESEPAKATAN !!

Anda pikir yang obyektif itu musti yang empirik mulu ? Ya itu adalah pemahaman terhadap makna "obyektif" yang paling dangkal.Tapi di group debat banyak orang mati matian menegakkannya demi menolak metafisika sebagai obyek ilmu dan mereka mati matian ingin memposisikan metafisika termasuk agama sebagai "full subyektif"

...........

MENGAPA ALIRAN SESAT DI TOLAK MAINSTREAM AGAMA ?
MENGAPA LOGICAL FALLACY DITOLAK ILMU LOGIKA ?
MENGAPA PSEUDOSAINS DITOLAK SAINS ?

Ini adalah artikel jawaban saya khusus untuk yang menganggap dalam metafisika seolah semua ditentukan hanya oleh subyektifitas pribadi dan tak ada hal yang difahami dan disepakati bersama dan menjadi acuan bersama.Atau seolah selain sains semua adalah "subyektif" atau bergantung pada pemahaman,penerimaan serta keyakinan pribadi

3 pertanyaan diatas saya bikin sekaligus tiada lain untuk membuka pikiran anda bahwa dalam sains,dalam ranah logika maupun dalam ranah agama masing masing memiliki prinsip yang menjadi acuan-parameter tersendiri sekaligus menjadi pedoman dimana hal yang tidak sesuai dengan parameter tsb akan ditolak

Dengan kata lain,dalam sains,dalam ranah logika serta dalam agama ada sesuatu yang menjadi pedoman bersama dan karena itu TIDAK BISA BERDASAR PEMAHAMAN ATAU SUBYEKTIVITAS PRIBADI walau pemahamannya memerlukan pendalaman subyektif

Dengan kata lain sains,logika filsafat serta agama itu memiliki obyektivitasnya tersendiri yang berbeda karakternya antara satu dengan yang lain

Dalam sains yang disebut kebenaran itu bukan berdasar pendapat pribadi (subyektifitas) tapi berdasar prinsip dan metode yang telah ditetapkan dalam sains.Dalam ranah ilmu logika kebenaran itu tidak ditentukan oleh subyektifitas pribadi tapi oleh kaidah-prinsip yang telah ditetapkan dalam ilmu logika.Demikian pula dalam ranah agama kebenaran itu tidak ditentukan oleh subyektifitas pribadi tapi oleh sesuatu yang tercantum dalam kitab yang menjadi acuan bersama.Itu sebab aliran aliran sesat dalam ranah agama yang bermunculan ditolak oleh mainstream agama itu karena pemahaman aliran sesat itu bersifat subyektif dalam arti hanya mengikuti pemahaman satu kelompok yang menjadi anggota aliran tersebut

Maka substansi sains tidak terdapat dalam pandangan atau keyakinan subyektif orang per orang karena substansi sains mengacu pada prinsip dasar sains

Demikian pula substansi ilmu logika itu tidak terdapat dalam pandangan pribadi sang subyek yang mendalaminya tapi ada dalam prinsip - kaidah logika yang keberadaannya telah difahami dan disepakati bersama oleh yang memahaminya

Demikian pula substansi kebenaran agama tidak terdapat dalam pandangan dan keyakinan sang subyek (subyektifitas) tapi dalam konsep berdasar wahyu Ilahi yang jadi pedoman bersama orang orang yang memahami dan menerimanya

Maka kalau mau faham sains atau ilmu logika atau ilmu agama secara obyektif ya jangan menyandarkan pada pemahaman per individu tapi pada apa yang menjadi prinsip - kaidah yang telah difahami dan disepakati bersama untuk menjadi acuan-parameter bersama

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun