Mengapa ? ...jawabnya ternyata adalah terletak pada keterbatasan manusia itu sendiri.manusia adalah makhluk terbatas sehingga tak bisa menangkap sesuatu secara keseluruhan
Realitas misal,satu bagan akan nampak pada manusia sebagai suatu yang obyektif tapi bagan lain akan masuk kedalam wilayah individu per individu
Atau secara kaidah keilmuan yang namanya realitas serta kebenaran itu mustahil dapat ditangkap oleh semua orang secara keseluruhannya secara sama persis lalu dirumuskan sebagai 'obyektif' karena sebagian dari realitas dan kebenaran itu akan ada yang masuk ke wilayah subyektif-wilayah pengalaman serta pemahaman individu bahkan  essensi nya justru hanya dapat dihayati dalam wilayah subyektifitas itu
Analoginya,ketika serombongan orang masuk menuju kedalam ruangan sebuah gedung besar maka secara umum mereka tahu bagaimana bentuk bangun gedung itu tapi ketika sudah berada dalam gedung dan masing masing masuk ke ruangan yang berbeda beda maka bagan lain dari gedung itu ada ditangan individu individu yang memasukinya
Jadi baik secara ontologis maupun epistemologis sebenarnya keliru kalau memparalelkan kebenaran hanya dengan hal yang obyektif-yang dilihat dan difahami secara bersama sebab bagan lain dari kebenaran akan masuk ke wilayah pengalaman per individu
Contoh lain,agama mengajarkan doktrin doktrin yang bersifat umum,dan doktrin itu difahami bersama (oleh yang meyakininya) sebagai konsep kebenaran baku.tapi perluasan dari doktrin itu akan masuk ke wilayah pribadi masing masing. atau dengan kata lain bagaimana essensi dari doktrin itu akan ada di wilayah pengalaman masing masing
Dengan penjelasan diatas kita menolak mentah mentah definisi pemahaman obyektif versi kaum materialist yang memparalelkannya dengan suatu yang hanya dapat di verifikasi secara empirik
Makna obyektif versi materialist itu terlalu sempit dan kaku karena menutup sama sekali wilayah pengalaman untuk masuk ke ranah ilmiah dan memandang atau memparalelkan subyektifitas sama sekali dengan hal yang tidak ilmiah dan menolaknya sebagai bagan dari kebenaran
Padahal makna obyektif itu tak seharusnya selalu dimaknai empirik,ada banyak hal non empirik yang dapat difahami serta disepakati bersama sebagai kebenaran. Adanya misal 'cinta, kasih sayang, kebahagiaan, kesedihan' dlsb.semua itu hal abstrak yang biasa masuk ke wilayah pengalaman tapi difahami bersama sebagai kebenaran Ada nya sehingga dapat saja di kategorikan sebagai 'obyektif'
Dan nilai dari suatu pengalaman atau pandangan pribadi pun dapat disebut obyektif apabila memang terjadi secara umum pada banyak orang
Contoh, manusia merasa benci pada kejahatan,itu memang berasal dari perasaan serta pengalaman pribadi tapi karena itu dialami semua orang yang ber hati nurani maka itu dapat kita kategorikan sebagai 'obyektif'