Logika adalah hal yang berkaitan dengan cara berfikir akal yang sistematis-terstruktur-tidak acak-tidak spekulatif-tidak asal asalan dalam membuat analisis-rumusan-kesimpulan,proposisi. dari konsep logika diturunkan kata 'logis'. 'logis' berarti sesuatu yang masuk akal atau dapat difahami-diterima oleh akal.
Masalahnya, bila sesuatu itu masuk akal maka, apakah lantas diterima sebagai ilmu pengetahuan serta kebenaran?
Nah dari sinilah keterpecahan terjadi, khususnya antara orang bersudut pandang materialist yang berpandangan bahwa realitas itu satu dimensi yaitu dunia material dan yang bersudut pandang dualistik yang berpandangan realitas itu dua dimensi antara yang materi-non materi.
Keterpecahan itu secara nyata tergambarkan dalam pertentangan pandangan antara golongan theis dan atheis, golongan atheis yang ekstrim cenderung mengambil prinsip cara pandang materialistik sedang golongan theis sudah pasti memegang prinsip cara pandang dualistik.
Masalahnya adalah, sudah terbiasa kalau dua fihak antara theis dan atheis itu masing masing mengklaim sebagai fihak yang berada dijalur logika-jalur nalar.
Atheis sering menuduh theis sebagai fihak yang tidak memakai nalar-cara berfikir yang tidak logis-bertentangan dengan logika karena mempercayai sesuatu yang abstrak-gaib-tak dapat dibuktikan langsung secara empirik.
Sebaliknya theis pun menuduh atheis sebagai fihak yang tidak memakai nalar-cara berfikir yang tidak logis-bertentangan dengan logika karena prinsip cara berfikir yang ganjil, contoh, atheis kukuh tak mau percaya adanya sang maha pendesain yang abstrak padahal bila berpandangan demikian maka otomatis akan jatuh pada pandangan bahwa segala sesuatu wujud yang terdesain beraturan itu terjadi dari prinsip kebetulan dan prinsip kebetulan adalah sebuah prinsip yang sangat tidak logis bahkan di dunia empirispun tak pernah dapat dibuktikan kebenarannya.
Dalam pemahaman terhadap konsep 'realitas' pun ada perbedaan mendasar antara theis-atheis. Atheis materialist berpandangan bahwa realitas adalah segala suatu yang dapat dialami pengalaman dunia panca indera, sedang theis berpandangan bahwa realitas terbagi antara dua bagian antara yang lahiriah dan yang gaib, antara yang dapat dialami dunia indera dan yang diluar pengalaman inderawi.
Jadi wajar bila kedua golongan itu, theis dan atheis menjalankan logika akalnya masing masing di wilayah yang dipercayainya. Atheis materialist menjalankan logika nya sebatas di dunia materi-fisik dan tak mau menjalankan logika nya ke wilayah yang diluar pengalaman dunia inderawi, sedang theis sudah terbiasa menjalankan logika akalnya untuk memahami hal hal yang diluar pengalaman inderawi.
Theis misal, menggunakan akal untuk memahami persoalan yang diluar pengalaman inderawi semisal persoalan akhirat. Pengadilan akhirat dapat difahami secara logis oleh akal karena faktanya tidak semua persoalan terkait perilaku manusia dapat diselesaikan di dunia.Â
Para pelaku kejahatan misal banyak yang lolos dari pengadilan dunia.kemudian amal baik dan amal buruk pun hanya dapat terbalaskan secara sempurna di alam akhirat. Sehingga theis berpandangan bahwa bila tidak ada alam akhirat serta pengadilan akhirat maka kehidupan akan timpang-ganjil-janggal-tidak adil dan itu suatu yang tidak rasional karena rasionalitas identik dengan kepantasan-harmoni dan sama sekali tidak identik dengan hal hal yang janggal-ganjil.
Tetapi sebagaimana kita tahu, termasuk bila mengamati perdebatan antara theis-atheis bahwasanya bagaimanapun harmonis-ideal-konstrukstifnya argument akal yang diberikan theis selalu ditolak mentah mentah oleh atheis dengan alasan berpijak pada obyek yang tak dapat dibuktikan langsung secara empirik.
Inti kesimpulannya,bagi atheis sesuatu dapat di rumuskan sebagai 'kebenaran' dan masuk wilayah ilmu pengetahuan hanya apabila berdasar bukti empirik langsung yang dapat di verifikasi,diluar itu semisal proposisi proposisi metafisis disebut hanya sebagai 'wacana' semata yang dianggap tidak membuktikan apapun selain sekedar konsep-ide-gagasan semata
Sedang bagi theis karena pemahaman mereka terhadap realitas bersifat menyeluruh-merangkum dunia fisik-non fisik maka pemahaman mereka terhadap konsep kebenaran serta ilmu pengetahuan pun lebih luas karena mereka tidak menyandarkannya pada bukti empirik langsung.mereka tidak memandang proposisi metafisik tertentu sebagai sekedar ide-gagasan atau omong kosong belaka tapi bisa dipandang sebagai suatu yang memiliki kedudukan yang bersifat hakiki atau kebenarannya dipandang bersifat hakiki
........
Lalu, di mana sebenarnya akal berdiri?
Kalau kita mengamati kitab suci agama Ilahi maka disitu jelas bahwa manusia didesain untuk menjadi makhluk yang harus menggunakan akal fikirannya, kedudukan akal dalam kitab suci sangat ditinggikan dan di muliakan bahkan dalam al hadits disebutkan bahwa 'tidak ada agama kecuali bagi yang berakal'.
Bagaimana mungkin atheis menuduh theis sebagai fihak yang tidak menggunakan logika-nalar (karena mempercayai hal gaib-metafisis ?)
Nah di sini harus dipahami bahwa penggunaan akal dalam agama itu bersifat universal-menyeluruh, untuk menelusur dunia fisik dan sekaligus dunia metafisik. beda dengan atheis materialist yang menggunakan nalar-akal sebatas di wilayah fisik-wilayah yang bisa dialami pengalaman inderawi.
Nah harus difahami bahwa dalam realitas universal-menyeluruh yang terdiri dari dua dimensi antara yang fisik-non fisik yang materi dan yang non materi yang lahiriah dan yang gaib maka akal itu berdiri di tengah tengah.sebab itu atheis materialist tak bisa mengklaim bahwa akal hanya boleh dan hanya bisa digunakan di dunia fisik dengan syarat mutlak bukti empirik karena dengan demikian mereka telah mengebiri SDM yang bernama akal sehingga tidak bisa menjelajah dunia metafisik
Penggunaan akal di dunia fisik-materi melahirkan misal ilmu teknologi dan itu mutlak berdasar bukti empirik yang full.sedang penggunaan akal di dunia metafisik kalau dalam ranah filsafat melahirkan misal hukum hukum logika, kategori kategori, Â definisi, prinsip, proposisi dlsb.
Kalau dalam dunia agama melahirkan prinsip iman yang berdasar rasio misal iman terhadap keharusan adanya pengadilan akhirat, pemahaman terhadap keberadaan sang pendesain dibalik wujud terdesain, pemahaman terhadap Tuhan yang secara logika harus esa dan tentu banyak lagi deskripsi kitab suci yang untuk memahaminya mesti dengan jalan mengeksploitasi akal.
Kita melihat dalam filsafat sendiri ada dua arus besar-dua kutub antara failosof yang tidak bisa lepas dari prinsip empirisme-prinsip berlogika yang mutlak berpijak pada keharusan berdasar bukti empirik langsung.termasuk kedalam kubu ini adalah Immanuel kant yang menolak seperangkat bukti logis keberadaan Tuhan yang diajukan para failosof klasik karena dianggap tidak berpijak pada bukti berdasar pengalaman empirik.
Jadi di dunia filsafat itu banyak failosof yang mencoba bermain di dunia metafisik,berupaya menggapai hal hal yang diluar pengalaman dunia inderawi tapi kalau dasar pandangan mereka materialistik ya tetep akan balik lagi dan balik lagi menjadi materialist.
Sehingga dari dunia filsafat itu ada dua arus, yang mengarah menjadi teis dan yang mengarah menjadi atheis.yang mengarah menjadi atheis adalah failosof yang pada dasarnya berpandangan materialist-yang tak bisa melepaskan diri dari prinsip empirisme-prinsip ketergantungan secara mutlak pada bukti empirik langsung.
Dan puncaknya terjadi di ranah filsafat kontemporer,disini proposisi proposisi metafisik yang dibuat para failosof klasik didekonstruksi untuk lalu secara resmi ditolak, sebuah usaha yang mirip dengan yang dilakukan oleh Kant hanya mungkin lebih ekstrim dan lebih mengakar, sehingga filsafat kontemporer menjadi simbol kemenangan tersendiri bagi kaum materialist karena disini kebergantungan pada sains sebagai patokan dalam bermain logika seolah sudah divalidasi.
Dan sudah biasa kita lihat dalam perdebatan atheis dengan teis maka atheis sudah terbiasa memvonis dalil theis sebagai suatu yang tidak berdasar nalar, tidak logis, karena mereka meng acu kannya pada prinsip sains yang adalah berdasar prinsip empirisme.
Nah disini-dalam hal ini saja sudah terjadi ambiguitas , kekacauan dalam memahami serta membedakan apa itu prinsip rasionalisme dan apa itu prinsip empirisme.karena rasionalisme murni adalah suatu konsep metafisis yang tidak bergantung secara mutlak pada bukti empirik langsung.Â
Karena konsep rasionalisme diadakan dengan tujuan dasar untuk memahami seluruh persoalan fisik-metafisik yang berkaitan dengan pemahaman akali dan bukan untuk menghadirkan serangkaian bukti empirik
Tapi atheis materialist sering tak bisa membedakan antara prinsip empirisme dengan prinsip rasionalisme, buktinya ketika mereka dibawa bermain di wilayah rasional oleh kaum theis mereka tak bisa melepas ketergantungan mutlak pada bukti empirik langsung
Yang lebih absurd adalah ketika atheis mencoba berpijak pada deskripsi yang terdapat dalam buku buku semisal yang ditulis Steven hawking atau Richard dawkins sebagai landasan yang memperkuat kepercayaan mereka.mereka berpandangan atau memparalelkan deskripsi yang ada dalam buku buku itu sebagai 'pandangan sains' padahal aebenarnya belum tentu,bisa jadi sebenarnya hanya pandangan metafisis atau filosofi pribadi Hawkins atau Dawkins yang substansinya sudah bukan lagi sains karena sudah masuk membicarakan hal metafisis yang sudah berada di luar ranah sains.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H