Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Apa Perbedaan Antara Mengajak Berpikir dengan Mendoktrin?

9 Januari 2019   09:41 Diperbarui: 7 Juli 2021   19:09 1208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Apa Perbedaan Antara Mengajak Berpikir dengan Mendoktrin? (Images : md.podcast.org)

Analoginya sama dengan mengajak orang untuk makan dengan memaksa orang untuk makan.mengajak makan berarti memberi kebebasan kepada yang diajak untuk bertanya pada perutnya apakah sudah lapar atau masih kenyang dan memberi kebebasan untuk memilih antara mengikuti ajakan untuk makan atau menolaknyay. 

sedang memaksa makan berarti tidak memberi kesempatan kepada yang dipaksa untuk bertanya pada perutnya,mau lapar atau masih kenyang pokoknya harus makan,artinya tidak memberikan kebebasan untuk memilih

Nah mengajak berpikir berarti memberi kesempatan serta kebebasan kepada yang bersangkutan untuk menggunakan peralatan berpikir yang ada pada dirinya yaitu akal-hati nurani sebagai peralatan berpikir terbaik yang dimiliki manusia untuk bekerja-di fungsikan secara optimal. 

Baca juga : Kurikulum Darurat Pendidikan Formal Dapat Meminimalkan Praktik Eksploitasi dan Doktrin Ideologi Kelompok Dominan dalam Ruang Belajar

Sedang mendoktrin (dalam artian 'memaksa'-'menekan') dapat berarti tidak memberi kesempatan serta kebebasan kepada yang didoktrin untuk menggunakan peralatan berpikir terbaik yang dimilikinya secara optimal. 

Lebih buruk adalah 'cuci otak' karena dalam proses cuci otak maka pikiran-pikiran yang sebelumnya ada dalam diri seseorang termasuk pikiran pikiran yang bersesuaian dengan akal serta nurani nya 'dicuci' alias dibuang untuk diganti dengan pikiran-pikiran baru yang sesuai dengan kehendak sang pencuci otak. 

Atau dengan kata lain,ketika kita berbicara tentang kebebasan untuk berpikir maka peralatan berpikir utama dan terbaik seperti hati nurani-akal itu menjadi sebuah parameter tersendiri. 

Bila keduanya dapat dijalankan secara optimal maka artinya kebebasan berpikir itu ada didalamnya karena kedua alat berpikir itu memiliki sifat otonom-berdiri sendiri dalam arti memiliki sifat personal yang tak bisa dikendalikan dari luar dan saya sebut sebagai alat berpikir utama dan terbaik sebab ada yang berpikir lebih dengan menggunakan emosi-perasaannya tidak dengan menggunakan nurani serta akal sehat nya

Baca juga : Bahasa Bali Itu Gampang, Menghapus Doktrin Sastra Bali Modern Di Zaman Modern

Nah sekarang coba lakukan 'uji lapangan' atas berbagai instrumen yang ada dalam kehidupan. Mana yang karakteristiknya bersifat mengajak berpikir dan mana yang lebih bersifat mendoktrin antara agama dengan ideologi atau isme-isme buatan manusia. 

Contoh lain sebagai bahan perbandingan; apakah indoktrinasi yang dilakukan penguasa Uni sovyet,Korea utara, Penguasa komunis China, Jerman era Nazi itu bersifat mengajak berpikir atau lebih bersifat men doktrin ?

Sebagian orang memandang agama sebagai indoktrinasi dogma-dogma atau suatu yang mengindoktrinasi manusia dengan dogma dogma dan 'dogma' artinya kurang lebih 'suatu yang tidak bisa di ilmiahkan atau tidak bisa di rekonstruksi dan dijelaskan secara ilmiah sehingga agama dimata sebagian orang lalu nampak paralel dengan istilah 'dogma' dan 'doktrin'. pertanyaannya tentu; benarkah demikian ?

Untuk menjawabnya maka bercermin serta bertanyalah pada peralatan berpikir utama yang kita miliki itu,bila peralatan berpikir kita itu tak bisa digunakan untuk menganalisis (semisal analisis benar-salah,baik-buruknya) -merekonstruksi-menghayati-mendalami-menghayati apa yang ada dalam suatu agama maka itu berarti agama yang bersangkutan itu lebih bersifat mendoktrin ketimbang mengajak berpikir

Baca juga : Doktrin Budaya Banyak Anak banyak Rezeki

Sedang yang saya ketahui dari kitab suci yang diturunkan melalui para nabi maka betapa dalam kitab suci itu justru aspek penggunaan hati nurani serta akal sangat ditekankan. 

Dalam kitab suci ada perintah penggunaan hingga peringatan keras terhadap manusia yang tidak mau menggunakan nurani serta akal nya sehingga bahkan dinyatakan bahwa tanpa menggunakan peralatan terbaik yang manusia miliki itu maka agama Ilahiah mustahil bisa difahami.'tidakkah kamu berakal'? demikian contoh peringatan dalam kitab suci agama Ilahi

Sehingga 100 persen atau bahkan 1000 persen saya tak faham bila agama lantas oleh sebagian diparalelkan dengan indoktrinasi dan apalagi dengan 'cuci otak' sebab indoktrinasi (dalam artian 'memaksa') dan apalagi cuci otak itu bersifat menegasikan peran hati nurani dan akal dan lebih orientasi kepada misi agar orang orang yang di doktrin atau di cuci otak itu agar mau tunduk-nurut-ikut-setia

Kalau memakai logika maka,Tuhan yang menciptakan manusia dengan perangkat berpikir terbaik yang mereka miliki agar mereka bisa berpikir secara bebas-bersifat personal (dikendalikan oleh diri sendiri-bukan oleh fihak luar) yaitu ;

 akal-nurani yang mana dengan itu manusia lalu bisa mengenal mana benar-mana salah,mana baik-mana buruk sehingga ganjil apabila agama dianggap institusi yang mendoktrin atau bahkan mencuci otak yang sifatnya menegasikan penggunaan akal serta nurani

Pada waktu kita kecil agama memang di doktrinkan kepada kita sebagai pendidikan oleh orang tua kita tetapi sifatnya itu bukan pemaksaan agar diterima begitu saja sebagai kebenaran tetapi agar lambat laun kita berpikir. Artinya setelah dewasa dengan sendirinya orang akan berpikir perihal kebenaran apa yang didoktrinkan semasa kecilnya melalui pendidikan

Sebagai bahan perbandingan agar menjadi lebih jelas; apakah ideologi komunisme yang di doktrinkan kepada rakyatnya oleh pemerintahan tertentu itu didalamnya menekankan penggunaan hati nurani dan akal ? Atau apakah Hitler dalam pidato pidatonya yang membakar menggiring manusia agar menggunakan hati nurani serta akal sehat nya ?

Perlu diketahui bahwa dalam diri manusia ada unsur rasa perasaan nah rasa perasaan itu adalah unsur manusiawi yang terlemah dan karenanya mudah di indoktrinasi.dan mengapa itu bisa terjadi,karena ada latar belakang tersendiri yang bisa berbeda beda. 

Contoh; betapa penguasa Korut atau penguasa komunis Sovyet itu mengkonsep sebuah masyarakat-warga negara yang harus se ideologi-satu pandangan dengan penguasa dan menuntut kesetiaan tanpa syarat kepada penguasa. 

Bagi yang berbeda pandangan dan apalagi yang memposisikan diri sebagai oposisi yang berseberangan itu akan dianggap sebagai musuh secara politik dan bukan rahasia kalau di negara negara komunis itu banyak terdapat tahanan politik yaitu orang orang yang dianggap berbahaya secara politik dan tidak sedikit yang dihabisi. 

Walau partai atau ideologi Komunis sekarang bisa memakai jubah demokrasi seperti di Perancis tetapi setelah masuk kedalamnya maka nuansa indoktrinasi akan tetap terasa

Nah dalam kondisi yang tertekan karena ada rasa takut kepada penguasa dan lalu memilih mencari aman dalam rangka menjalani kehidupan itulah maka masyarakat negara komunis misal rela menelan mentah mentah indoktrinasi politik yang didoktrinkan penguasanya tanpa banyak bertanya kepada nurani serta akal nya perihal kebenaran dari apa yang di doktrinkan itu 

Sedang orang yang menggunakan nurani serta akal nya dan menemukan ketidakbenaran dari apa yang di doktrinkan penguasa maka mereka banyak yang menjadi musuh politik penguasa dan banyak yang menjadi individu yang dikejar kejar bila mereka berhasil melarikan diri ke luar negeri

Coba berkotbah perihal ajakan penggunaan nurani dan akal kepada warga negara komunis mungkin itu suatu yang asing bagi mereka,sedang bagi masyarakat beragama itu bukan suatu yang asing sebab pada tiap kotbah sering menjadi tema yang dibahas

Banyak orang yang masuk kepada agama Ilahi dengan sukarela-atas kesadarannya sendiri-bukan karena paksaan dan itu terjadi setelah sebelumnya mereka mengeksplorasi nurani serta akalnya untuk berpikir dan lalu menemukan ada kebenaran didalamnya. 

Kitab suci agama Ilahi sendiri menyatakan bahwa tak ada pemaksaan dalam agama artinya orang beragama itu harus dengan dan melalui kesadaran sendiri-bukan melalui indoktrinasi yang berarti pemaksaan, 

artinya harus melalui alur berpikir bebas yang meniscayakan penggunaan nurani-akal tapi coba analisis adakah orang yang setelah merenung-menghayati secara mendalam dengan menggunakan nurani-mata hati-akal sehat dan lalu secara sadar masuk kedalam pelukan komunisme dan mengakui kebenaran nya misal ?

Aspek lain yang membuat orang mudah terindoktrinasi selain faktor ketakutan adalah faktor kekaguman atau ketertakjuban. Seseorang takjub-kagum dan lalu cenderung mengkultuskan seseorang atau sesuatu sehingga nurani dan akal nya tidak jalan dan pikirannya tersihir sehingga tanpa sadar masuk ke pelukan indoktrinasi

Dan intinya itulah kelemahan manusia ada dalam rasa perasaannya dimana rasa perasaan manusiawi itu bisa dihinggapi rasa takut,rasa takjub,perasaan ingin hidup aman-tenang dlsb. Dan itu semua dapat menjadi latar belakang yang memudahkan terjadinya proses indoktrinasi dalam diri manusia

Sebab itu secara karakter beda pemikir (sejati) dengan pendoktrin adalah pemikir itu lebih suka mengajak orang untuk berpikir lebih suka membangunkan nurani serta akal sedang pendoktrin lebih kepada mengajak orang untuk taat-ikut-patuh-setia

Tetapi orang-orang yang menganggap bahwa agama adalah indoktrinasi serta cuci otak itu lebih karena mereka kurang memahami peran nurani serta akal dalam ranah agama atau tidak menggunakan peralatan berpikir terbaik itu untuk mendalaminya

Nah setelah anda paham definisi serta karakter perbedaan antara 'mengajak berpikir' dengan 'mendoktrin' maka tinggal diaplikasikan dalam kenyataan untuk membuat analisis apa saja yang cenderung bersifat mendoktrin dan apa yang lebih bersifat mengajak berpikir dan parameter 

untuk mengukurnya telah saya beritahu yaitu peralatan berpikir utama-terbaik yang Tuhan karuniakan kepada kita.dan utamanya aktifkan selalu nurani serta akal sehat untuk menghindari tanpa sadar jatuh pada bentuk indoktrinasi terselubung

......................

* makna 'mendoktrin' disini-dalam artikel ini adalah suatu karakter yang cenderung bersifat memaksa atau menekan atau 'menyihir' (agar turut-ikut-nunut-setia) dan bukan memakai makna formal sebagaimana definisi yang ada dalam kamus. Makna lebih jauh; 'memaksa atau menekan seseorang sehingga yang bersangkutan tidak memiliki kebebasan untuk berpikir jernih dengan nurani serta akal sehat nya'
......................

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun