Sehingga kuasa hukum Jessica mungkin akan lebih suka memainkan element atau poin poin yang serba rumit itu ketimbang dibawa berlogika secara sederhana menelusur hanya hal hal yang bersifat substansial seperti yang saya ungkap diatas.dengan kata lain, upaya berlogika secara sederhana seperti yang saya lakukan itu adalah upaya menggiring permasalahan keluar dari kerumitan dan fokus hanya kepada hal hal yang bersifat substansial-penting-mendasar. Â Â
Bayangkan serta bandingkan kalau kasus kopi Mirna ini terjadi di masa silam kala belum ada CCTV-belum ada ilmu toksiologi-belum ada ilmu otopsi maka para pengadil mungkin fokus hanya kepada hal penting dan substansial seperti: memastikan bahwa sisa kopi yang diminum memang mengandung racun, memastikan siapa siapa yang menguasai kopi itu, memastikan siapa siapa yang paling memungkinkan menjadi tersangka dan untuk itu mereka tentu membutuhkan keterangan saksi saksi mata langsung.
Tetapi di zaman sekarang seiring bertambahnya element ilmu pengetahuan maka suatu masalah bisa menjadi lebih rumit untuk diselesaikan, KECUALI bila kita mau berpatokan atau fokus hanya kepada hal hal yang bersifat substansial maka cara demikian minimal dapat mengeluarkan masalah dari kerumitan akibat belitan hal hal yang bersifat ‘teknis.’
...............................................
Dan ending dari persidangan Jessica akan menjadi semacam ujian dari apa yang saya ungkap di atas: apakah pada akhirnya hakim akan memegang rumusan yang hakikatnya lebih disandarkan pada rangkaian ‘bukti logic’ versi jaksa penuntut umum atau ia lebih percaya dan lebih bersandar pada hegemoni bukti empirik langsung-bukti primer yang merupakan bukti utama paling kuat dan tidak percaya pada hasil ‘permainan logika’ versi JPU walau bagaimanapun dianggap kuat dan kredibel.
Dan menurut saya masyarakatpun tak usah terlalu bersikap emosional terhadap kasus ini tetapi lebih baik bersikap rasional-lebih baik menggali unsur ilmu pengetahuannya. sehingga andai hakim memutus Jessica tidak bersalah misal maka tak perlu kecewa karena memang bukti materiil-bukti empirik langsung-bukti primer-bukti utama dalam kasus ini mungkin dianggap terlalu lemah (coba kalau ada bukti empirik langsung yang menunjukkan atau saksi yang melihat langsung Jessica menaruh sesuatu kedalam gelas berisi kopi itu).
Dan andai hakim memutus Jessica bersalah berarti hakim melihat bahwa rangkaian bukti logic yang disusun JPU disamping rasional-saling berkolerasi satu sama lain juga memiliki kekuatan hukum.
Kasus ini pun mengingatkan saya pada pertarungan antara mazhab empirisme vs mazhab rasionalisme yang pernah terjadi di dunia filsafat, pertarungan hegemoni mana yang lebih kuat antara kebenaran empirik dengan kebenaran berdasar logika akal. Setelah sains berkembang pesat maka kita tahu bahwa di dunia ini hegemoni empirisme serta kebenaran empirik nampak lebih menguat sedang ‘bukti rasional’ serta kebenaran rasional seperti banyak ditinggalkan orang.Â
Padahal sebagai contoh, sebagaimana kita tahu kebenaran agama Ilahi itu (pada tahap awal) banyak berpijak pada rasionalitas-cara berpikir sistematis, artinya dalam ranah agama Ilahiah, bukti rasional serta kebenaran rasional memperoleh tempat tersendiri yang istimewa walau tentu kebenaran rasional dalam ranah agama Ilahi bukan semata hasil berlogika dengan ide ide semata tetapi hasil dari me logika kan realitas empirik.
......................................
Dan mengapa saya berupaya mengungkap intisari dari persidangan kasus ini,karena saya ingin mengungkap hal hal yang bersifat substansial-terpenting-mendasar dari kasus ini agar alurnya mudah difahami secara sederhana oleh masyarakat luas, sebab dihadapan publik kasus ini seperti tergambarkan rumit.