Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menangkap Intisari Sidang Kopi Sianida

6 Oktober 2016   20:30 Diperbarui: 7 Oktober 2016   10:51 1194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.tabloidbintang.com

Apakah tiap kasus kriminal yang masuk ke pengadilan selalu membawa bukti materiil atau bukti primer atau bukti empirik langsung yang komplit-yang kuat secara hukum sebagaimana yang diminta oleh undang undang serta peraturan kapolri? Mungkin tidak, dari semua perkara kriminal yang masuk ke pengadilan kebanyakan membawa bukti materii yang ‘seadanya’.

Tetapi apakah dengan bukti materii atau bukti primer yang seadanya itu suatu kasus tak perlu dilimpahkan ke pengadilan? Tentu saja tidak, sebab bukti materiil yang seadanya itu di pengadilan kelak akan diuji apakah ia memiliki kekuatan hukum yang dapat menentukan atau tidak.

Lalu dengan apa dan cara bagaimana abdi hukum harus menambal kekurangan atau memperkuat bukti materiil-bukti empirik langsung yang seadanya itu ?..  Jawabnya adalah tentu dengan berupaya menyusun serangkaian ‘bukti logic’ alias bukti materii yang tak langsung atau bukti sekunder. Bukti logic itu disusun dari serangkaian potongan fakta empirik yang dianggap memiliki keterkaitan dengan peristiwa yang dipidanakan.

Dalam berbagai kasus kriminal bukti logic yang diajukan sering menunjukkan keampuhannya karena dengan menunjukkan bukti logic itu tersangka sering langsung mengakui perbuatannya walau tidak ada atau belum ditunjukkan bukti empirik langsung nya. Tetapi ternyata kasus demikian itu terbatas yaitu biasanya bila berhadapan dengan kasus kasus kriminal yang dilakukan oleh orang orang ‘awam’. Nah, ketika yang melakukannya adalah ‘orang pintar’ biasanya mereka melihat celah hukum bahwa dengan bukti logic saja belum tentu seseorang bisa divonis bersalah.

Nah maka bila kasus yang menyeret orang pintar masuk pengadilan maka jangan harap penyelesaiannya akan semudah orang awam, walau andai jaksa menyodorkan serangkaian ‘bukti logic’ maka selama bukti materii-bukti utama-bukti primer masih tersembunyi-tak terhadirkan maka si ‘orang pintar’ biasanya akan tak bergeming  untuk kukuh tidak mengakui perbuatannya

Tetapi tentu itu adalah suatu asumsi-kemungkinan yang bisa terjadi,sebab fakta di pengadilan tak selalu dipenuhi dengan kepastian demi kepastian,segala suatu bisa serba mungkin,termasuk kemungkinan si orang pintar kukuh untuk tak mengakui perbuatannya itu tadi

......................................................

Nah demikian pula dengan kasus Jessika KW yang masuk ke pengadilan sebenarnya tidaklah dengan membawa bukti materiil-bukti primer yang super komplit-kuat dan memadai tetapi bisa dikatakan ‘seadanya’, misal: tidak ada bukti materii baik itu rekaman CCTV atau saksi yang melihat langsung  Jessica menaruh racun kedalam gelas kopi yang diminum Mirna. Kemudian bukti otopsi yang diajukan pun hanya sebagian-tidak menyeluruh-hanya sampel yang diambil dari lambung.

Tetapi apakah dengan bukti yang ‘seadanya’ itu kasus kopi bersianida tak perlu dibawa ke pengadilan? Justru bukti yang seadanya itulah yang harus diuji dipengadilan untuk kelak dbuktikan apakah dapat memiliki kekuatan hukum atau sebaliknya lemah secara hukum

Nah karena bukti primer-bukti empirik langsung yang dibawa tidak komplit-seadanya maka jaksa penuntut umum menambal atau memperkuatnya dengan menyertakan serangkaian bukti sekunder-bukti logic-bukti berdasar logika sebab-akibat yang dapat dirangkai. Bukti logic seputar kasus ini diambil jaksa dari berbagai fakta empirik yang dianggap memiliki kaitan sebab-akibat dengan yang di dakwa kan, misal: fakta bahwa kopi berada dalam penguasaan mutlak Jessica setelah diserahkan oleh pelayan-fakta bahwa warna kopi berbeda antara ketika masih berada dalam penguasaan pelayan kafe dengan setelah diminum Mirna-Jessica yang nampak tidak panik ketika Mirna sekarat-Jessica yang menggaruk garuk paha dan yang lalu membuang celana yang dipakai di kafe dst dst.

Nah sebagaimana kita tahu persidangan kasus ini ternyata demikian panjang dan nampak ber tele-tele bahkan belum selesai hingga memasuki tahap persidangan ke 27, mengapa demikian? Inti nya adalah karena bukti materiil atau bukti primer yang lemah itu tadi, tetapi di balik bukti primer yang tidak cukup kuat itu jaksa berupaya menyusun serangkaian bukti logic-bukti sekunder yang dianggap cukup kuat untuk dijadikan bahan dakwaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun