Mohon tunggu...
Unnu Hartomo
Unnu Hartomo Mohon Tunggu... Wiraswasta bidang engineering -

Design engineer with mechanical engineering background.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Perlukah Peran Pemerintah dalam Pembentukan Mental Penduduknya?

17 Mei 2017   07:21 Diperbarui: 17 Mei 2017   17:12 579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                                                                       

       Judul artikel ini mungkin agak membingungkanpara pembaca untuk memahami maknanya. Namun secara umum saya ingin mengajakpara pembaca untuk membandingkan, antara salah satu negara maju dan negaraIndonesia, khususnya berdasarkan kebiasaan dan bagaimana mengontrol suatu isuatau rumor yang berkembang di masyarakat agar tidak semakin membesar yang padaakhirnya bisa saja membahayakan kelangsungan kehidupan dalam negarabersangkutan. Apalagi dalam negara Indonesia yang populasi penduduknya termasuk5 besar terbanyak di dunia, setiap isu atau rumor yang beredar di masyarakatbisa saja berbuah kekacauan karena melibatkan massa yang besar. 

      Ini hanya perbandingan dengan salah satu negara maju, berdasarkanpengalaman saya selama tinggal di Jerman antara tahun 2003-2013. Saya hanyaakan menuliskan kasus per kasus tanpa waktu kejadiannya. Sebernarnya banyaksekali kasus yang saya temui selama di Jerman, tapi di sini saya akanmenguraikan beberapa saja. Namun dari perbandingan rangkuman kasus-kasus ini,semoga bisa diperoleh pelajaran berharga untuk kita semua, bagaimana peranpemerintah Jerman untuk mengontrol dan membentuk mental penduduknya. Mengapa sayamenekankan ini merupakan "pembentukan mental penduduknya"? Hal initidak terlepas dari segala kasus atau kebiasaan yang terjadi di suatu negara,kalau tidak dihadapi dengan hati-hati dan bijaksana akan menyebabkan chaos, karena bisa mengacaukan mentalpenduduknya menuju kebingungan, yang pada akhirnya bisa menimbulkantindakan-tindakan anarkis.

       Dari sekian banyak hal atau kasus yangsaya temui, saya akan tulisakan beberapa rangkuman contoh kasus saja yang bisa dibandingkan antara Negara  Jerman dan Negara Indonesia adalah sebagaiberikut:

 

I.                  Supremasi Hukum

       Pemerintah Jerman sangat memperhatikan kelangsungan kehidupanmasyarakatnya, hal ini bisa dilihat bagaimana semua hal diatur dengan hukum-hukumyang sangat rapi dan ketat, dengan aturan yang jelas dan sangsi yang tidakmemihak, semua sama di hadapan hukum tanpa terkecuali. Sangat terlihat hukum diJerman sebagai kekuasaan tertinggi. Banyak contoh-contoh sederhana, di manapejabat tinggi sekalipun yang melanggar hukum pasti akan terkena sangsi hukumsesuai perbuatannya. Hukum dan sangsi pelanggarannya sangat nyata penerapannyadi Jerman. Siapapun pasti akan berusaha taat hukum, sehingga secara umumkehidupan di Jerman sangat tertib dan rapih. Bahkan ada orang Jerman yang bisaseenaknya di negara lain, seperti di Indonesia, akan kembali taat hukum lagiketika telah sampai di Jerman.

      Bandingkan dengan di Indonesia,pelanggaran hukum banyak terjadi di mana mana. Hal ini karena kurang kuatnyasupremasi hukum. 

II.               Standar Kehidupan “Berdasarkan ISO”

      Ini hanyalah suatu simbolisasi saja.Maksudnya berdasarkan ISO adalah secara umum, aspek kehidupan di Jerman adalahbagaikan berdasarkan sistem ISO, yaitu suatu standar internasional acuan yangdipakai dalam dunia industri.

      Orang Jerman sangat terkenal tertib, rapidan prosedural dalam berbuat apapun juga. Semua yang dikerjakana adalahberdasarkan yang tercatat/tertulis dan semua yang telah dikerjakan harusdicatat/ditulis. Inilah yang menyebabkan sangat luar biasanya sistemdokumentasi di Jerman. Rekam jejak semua kejadian bisa ditelusuri. Sistemdokumentasi di Jerman pada umumnya sangat canggih dan mahal, namun sangat rapidan tertib. 

      Orang Jerman umumnya sangat anti padasegala hal yang non-prosedural, bahkan sampai hal yang sekecil apapun juga.Semua harus jelas dan sesuai aturan baku yang berlaku. Mereka secara umum,sangat anti terhadap manipulasi dan penyimpangan dari prosedur resmi. 

     Berbeda dengan di Indonesia, segalasesuatu sangat rawan manipulasi, banyak jalur prosedural resmi dipotong,dilewati, ditiadakan atau dibolak balik seenaknya. Bila hal ini terjadi dibanyak sektor dan bidang, tentu akan menjadi suatu awal kekacauan sistem.Contoh-contoh sederhana:

·        Ketika di Jerman dulu,saya pernah memfotocopy kumpulan berkas yang akan saya jilid pada salah satutempat fotocopy. Pada daftar harga tertulis 3 jilid seharga sekitar 5 euro-an.Saat itu saya hanya butuh 1 jilid copian saja dan sangat terburu-buru karenadeadline, sehingga saya meminta 1 jilid saja. Secara teori sebenarnya sangatmudah, yaitu tinggal membagi 3 saja untuk 1 jilid copian. Namun pekerja di tokofotocopy itu tetap bersikeras harus 3 jilid sekaligus, karena bos tempatnyabekerja sudah menuliskan demikian. Kalau di Indonesia mungkin akan mudah sajalangsung dibagi 3;

·        Di Jerman jumlah wargamuslimnya termasuk besar, karena banyak komunitas Turki dan Maroko yang adasejak selesai perang dunia kedua. Mesjid pun sangat mudah ditemui. Bahkan dikampus saya juga ada. Dulu pernah ada seseorang, saya tidak tahu dari manaasalnya akan menyampaikan kotbah di mimbar masjid. Namun dicegat olehsekelompok jamaah dan ditanyakan apakah dia punya sertifikat kelulusan sebagaiseorang pengotbah di masjid? Ternyata tidak ada dan akhirnya tidakdiperkenankan berkutbah. Saya juga menanyakan mengapa dia tidak boleh kutbah.Informasi yang saya dapat adalah di Jerman semua profesi ataupun keahlian harusada standarnya, harus ada sertifikat yang membuktikan orang tersebut telahmengikuti proses pendidikan resmi dan lulus di Jerman untuk menjadi seorangahli kutbah. Malah saya diberitahu, sebelum bisa jadi pengutbah seutuhnya harusmagang dulu 2 tahunan dari masjid ke masjid di bawah pengawasan ahli kutbah.Berbeda dengan di Indonesia tanpa bukti keilmuan dan standar apapun jugaseseorang bisa berkutbah, yang penting kelihatan sangat ahli di bidang agama;

·        Di Jerman, ketika akanmembuka suatu restaurant atau rumah makan, maka orang tersebut harus mengikutipendidikan khusus tentang proses penanganan bahan pangan yang benar danhigienis dan biasanya harus di-training dan magang dulu selama 2 tahunan. Berbedadengan di Indonesia, kapanpun kita mau bisa langsung buka rumah makan denganijin-ijin yang relative mudah dan tanpa standar pengolahan pangan yang jelas.

III.            Kebebasan Media Massa yang Terbatas

        Dulu sebelum saya ke Jerman, sayaselalu beranggapan bahwa kehidupan orang barat, entah itu di Eropa ataupun diAmerika adalah super bebas. Saya waktu itu malah merasa senang bisa pergi kesalah satu negara maju tersebut yang tentunya lebih bebas, maksudnya bukandalam hal free sex-nya, tapi lebihluas lagi, bebas berekspresi dalam segala hal. Namun ternyata kenyataannya ketikadi Jerman sangat bertolak belakang dari yang saya bayangkan. 

        Di Jerman kita memang bisa bebasberekpresi dalam segala hal, namun harus tetap bertanggung jawab dengan apayang sudah diperbuat dan harus sesuai aturan hukum, malah terasa sangat ketat.Orang Jerman selalu tahu kapan dan di mana untuk berbuat sesuatu apapun juga.Kita bebas berekspresi tapi tidak boleh melanggar aturan hukum dan kepentinganorang lain alias harus selalu peduli dengan orang lain. Media massa pun padasaat itu sangat dikontrol oleh pemerintah. Beberapa contoh yang saya alamiselama 2003-2013:

·        Pernah ada kejadian disalah satu kota di Jerman serangan terhadap kelompok tentara niliter, seranganini termasuk brutal dan dilakukan oleh kelompok minoritas dari kawasan pendudukdengan agama tertentu. Paginya beberapa saat setelah kejadian beritanya begitugencar di semua media massa. Namun menjelang siang dan seterusnya, beritanyatidak semakin diperbesar malah hilang sama sekali. Bisa dibayangkan jika terusdiberitakan oleh media massa, maka bisa saja terjadi kerusuhan antar kelompok.Padahal serangan ini dilakukan oleh kelompok minoritas di Jerman. Jikapemerintah Jerman membiarkan sebenarnya tidak masalah juga karena ini darikelompok minoritas bukan penduduk Jerman asli yang merupakan mayoritas;

·        Kejadian berikutnyaadalah pembunuhan terhadap wanita dari kelompok minoritas dengan agama tertentuyang diserang oleh sesorang dari kelompok mayoritas Jerman. Sama sepertisebelumnya awalnya beritanya begitu gencar dan dengan cepat hilang sama sekalibak ditelan bumi.

      Dan masih banyak lagi kejadian lainnyayang tidak dituliskan di sini. Hal ini tidak lepas dari peran pemerintah yangsangat mengontrol pemberitaan media massa yang mungkin bisa menjadi suatuprovokasi untuk menggerakan massa yang lebih besar ke suatu arah kerusuhanSARA. 

      Berbeda dengan di Negara Indonesia. Isudan rumor yang awalnya merupakan hal kecil yang bahkan tidak pastikebenarannya, bisa dengan cepat berubah menjadi hal yang sangat besar, bahkanbisa menjadi provokasi untuk suatu kerusuhan SARA. Media massa begitu bebasnyamemberitakan hal apapun di Indonesia, malah terlihat seperti tanpa filter ataupengawasan, bak penyemangat untuk suatu perpecahan.

      Di Jerman, walaupun hal-hal pornografiatau vulgar bisa diulas secara bebas oleh media massa, namun tema yang dapatmenjadi penyulut kerusuhan oleh massa yang besar, biasanya sudah berusaha diredamatau dicegah sejak awal oleh peemrintahnya. 

 

 

IV.            Pembentukan Mental yang selalu “Peduli Orang Lain”

       Pemerintah Jerman adalah suatu contohpengabdi masyarakat yang sangat peduli kepada warganya. Pemerintah Jermanselalu berusaha melayani warganya dengan sebaik mungkin. Tidak adapengecualian. Kepentingan warganya adalah yang utama. Beberapa contoh di bawahini membuktikan:

·        Saya pernah kuliah disalah satu universitas di Jerman dan kebetulan halte bus di kampus saya initerletak di basement yang harus melewati tangga. Pada saat itu ada salah satumahasiswi difabel harus naik bus pada jalur tertentu. Beberapa lama kemudian dibangunfasilitas lift dan jalan khusus untuk difabel hanya pada satu jalur bus di manamahasiswi difabel tersebut harus menaiki bus sesuai tujuannya. Hanya 1 jalurtersebut saja yang dibangun pemerintah;

·        Berikutnya saya pernahberkunjung ke apartment teman saya yang kebetulan gedung bertingkat cukuptinggi. Beberapa lama kemudian dibangun jalan khusus di apartment tersebutuntuk difabel. Ternyata saya mendapat informasi, ada orang tua yang tinggal dilantai tingkat atas, tidak bisa jalan lagi dan kebetulan di gedung apartmentitu tidak mungkin dibangun lift. Akhirnya pemerintah pun membangun suatu inovasijalan khusus dengan bantuan mesin listrik untuk kemudahan orang tua difabel itu,bisa naik ke apartment-nya;

·        Pernah lewat jalanumum yang rusak berlubang, saat itu ada kolega saya yang melaporkan kerusakanjalan tersebut pada instansi pemerintah. Tidak menunggu lama-lama, hari itujuga diperbaiki jalan itu oleh instansi terkait pemerintah. Saya sangat kagumbegitu cepatnya respon pemerintah melayani keluhan warganya. Saya sempatbertanya kok bisa ya, pemerintahnya begitu tanggap? Ternyata warga bisamenuntut secara hukum dan ganti rugi jika timbul korban karena kerusakan jalantersebut. Pemerintah sangat serius sebagai pengabdi masyarakat.  

     Sikap kepedulian pemerintah Jerman initernyata juga sama dengan warganya. Orang Jerman pada awalnya saya kiratermasuk orang yang kaku bahkan sombong. Namun ternyata dibalik kekakuannya,mereka sangat peduli dengan orang lain. Semua yang mereka lakukan selalu diawalipemikiran: “Yang saya lakukan ini,  akan berpengaruh apa untuk orang lain?”. 

      Orang Jerman walaupun kelihatanperhitungan dalam segala hal, tapi ringan tangan menolong orang lain, baiksecara finansial ataupun langsung. Saya sering melihat orang Jerman suka sekalimembantu orang lain, contoh sederhana kalau ada orang yang membawa barang cukupbanyak, biasanya ada saja orang yang menawarkan bantuan untuk membawakan atauketika terjadi bencana alam di negara lain, biasanya orang Jerman akan cepatmemberikan bantuan yang tidak sedikit, baik secara financial maupun tenaga ahliuntuk pemulihan bencana.

    Bandingkan dengan di Indonesia, kebanyakanlebih mengutamakan kepentingan pribadi atau golongannya, semuanya bisa didapatdengan cepat secara instant. Contoh sederhanasaja: ketidak sabaran dalam mengantri, main serobot dalam banyak hal dansebagainya. Mungkin cara pemikiran orang kebanyakan di Indonesia adalah “Apakah yang saya lakukan ini sudahmemberikan keuntungan untuk saya secara pribadi atau golongan saya?” 

V.               Pembentukan Mental Pemenang/Juara

       Saat saya di Jerman, peran media massacukup berpengaruh pada pembentukan “mental pemenang” orang Jerman kebanyakan.Begitu banyak pemberitaan atau acara televisi yang umumnya sangat membentukmental orang Jerman untuk selalu menjadi juara dengan menghasilkan suatumahakarya berkualitas, bukan sekedar teori atau angka-angka di atas kertasbelaka. Contoh sederhana beberapa kasus adalah sebagai berikut:

·        Pada saat saya diJerman dulu, media massa, terutama media elektronik, sangat jarang menyajikantayangan atau lagu bertema kesedihan ataupun balada cinta yang dapat mematikansemangat juang. Beda sekali dengan di Indonesia, terutama televisi. Acara TVdan lagu dengan tema kesedihan adalah acara rutin harian, yang tentunya bisamematikan semangat juang pemirsanya melalui pengaruh alam bawah sadar;

·        Ketika team olahragakesebelasan Jerman kalah bertanding di kancah internasional, biasanyapemberitaannya sangat minim dan akan cepat menghilang. Namun sebaliknya jikateam Jerman yang meraih kemenangan, maka beritanya sangat heboh dan luar biasa,beritanya akan sering muncul. Berbeda dengan di Indonesia, kekalahan teamolahraga kita di kancah internasional bisa muncul dalam berita dengan berbagaimacam bumbu tambahan, bahkan saling tuduh mencari kambing hitam;

·        Di Jerman rasanasionalisme warga negaranya sangat tinggi. Bahkan suatu pertandingan olahragayang tidak ada unsur Jermannya akan sepi penonton Jerman. Namun jika ada unsurJerman di dalamnya, maka mereka akan dengan sukacita menonton. Bahkan sayaingat, dulu pernah sewaktu final piala eropa antara Yunani dan Spanyol, sayabingung mengapa mereka banyak yang menonton, padahal bukan team Jerman. Setelahsaya tanyakan, ternyata pelatih team Yunani adalah orang Jerman;

·        Orang Jerman punya rasapercaya diri yang tinggi. Mereka selalu merasa sangat superior dari ras lainnya. Namun bukan untuk tujuan negatif, tapiuntuk membentuk karakter positif mereka. Orang Jerman selalu ulet dan konsistenmengerjakan segala hal.

     Jiwa pemenang telah mempengaruhi alambawah sadar orang Jerman sehingga mereka punya karakter untuk selalumenghasilkan karya berkualitas.

 

VI.            Fokus ke Masa Depan

      Karakter orang Jerman adalah selalumelihat jauh ke depan. Mereka tidak hanya fokus pada saat sekarang, tapi segalahal selalu diperhitungkan apa pengaruhnya di masa depan. Contoh sederhana:

·        Jerman banyakmenggunakan tenaga nuklir untuk pembangkit tenaga listriknya. Namun akhir-akhirini pemerintah Jerman mulai mencnangkan penghapusan tenaga nuklir ini secarabertahap dan menggantikannya dengan sumber energy yang lebih ramah lingkungan.Hal ini karena dapat berpengaruh buruk untuk anak cucu mereka di masa depan;

·        Penelitian-penelitianteknologi di segala bidang di Jerman sangat gencar dilakukan, baik lewatlembaga pemerintahan ataupun univeritas, sebagai modal untuk mempertahankanstatusnya sebagai penghasil produk teknologi berkualitas tinggi di masa depan.

    Banyak sekali contoh lainnya yang tidakdituliskan di sini, namun secara umum keadaan ini sangat berbeda dengan diIndonesia, di mana fokus warga negaranya kebanyakan di masa sekarang dan lebihke urusan materi. Kita banyak berkutat dengan hal-hal kecil yangdibesar-besarkan, baik lewat media massa, media social, internet ataupun dalammasyarakat sendiri, sehingga susah menentukan visi dan misi di masa depan.

 

VII.         Pembentukan Karakter Innovator melalui Dunia Pendidikan

    Pemerintah Jerman sangat peduli denganproses pendidikan setiap warganya. Tiap warganya akan dididik dengansebaik-baiknya dan tidak dengan paksaan sampai punya satu keahlian khusus dibidang yang diminati. Pembentukan karakter innovator sangat sistematis,konsisten dan tidak berubah-ubah di Jerman. 

    Pada tingkatan level setingkat TK sampailevel setingkat SMA, pendidikan kepada warga Jerman tidak terlalu dipaksakan,semuanya diusahakan berlangsung secara alami. Siswa siswi di sana tidak harusbelajar dengan hapalan dan materi seberat seperti di Indonesia. Siswa siswi akanditempatkan pada tipe sekolah-sekolah sesuai dengan kemampuannya. Siswa siswidi Jerman malah terlihat sangat menikmati masa sekolahnya ini. Mungkin inidilakukan untuk membentuk mental innovator, di mana perkembangan otak merekadibiarkan sealami mungkin tidak harus dengan proses yang kaku melalui materiyang berat yang tentunya dapat mempengaruhi kesempatan mereka untuk melatihkreativitasnya. Pada level SMA juga diberikan pilihan bagi yang lebih memilih cepatkerja bisa masuk sekolah kejuruan seperti STM, di mana magang di dunia kerjalebih diutamakan untuk mengaasah kemampuannya dengan praktek langsung.

    Padalevel TK sampai SMA, terlihat kemampuan siswa siswi Jerman yang biasa-biasasaja. Namun ketika mulai kuliah di universitas, kemampuan warga Jerman ini akanlebih digembleng sehingga menjadi ahli dibidangnya. Mungkin karena pendidikanyang tidak terlalu dipaksakan sebelum kuliah, pikirian warga Jerman ini masihsegar dan ketika kuliah baru mulai dipaksakan untuk menjadi seorang yang ahlidibidang yang dipilihnya, sehingga banyak maha karya teknologi berkualitas diJerman dihasilkan di universitas-universitas.

   Berbeda dengan system pendidikan diIndonesia, pada tingkatan TK sampai SMA terlalu dipaksakan harus paham ini-itudan setelah kuliah biasanya kreativitasnya sulit berkembang. Di mana,diIndonesia nilai adalah segalanya, siswa siswi dididik menjadi pemenang denganpengakuan melalui angka-angka ataupun piala piala, bukan mahakarya nyata yangberkualitas.Contoh sederhana yang menunjukan pendidikan yang tidak dipaksakandi tingkat TK sampai SMA di jerman adalah sebagai berikut:

·        Dulu ada anak temansaya yang baru pindah dari Indonesia dan ketika di Indonesia masih sekolah ditingkatan SMP. Dari cerita orang tuanya, kemampuan dan nilai anaknyabiasa-biasa saja ketika di Indonesia, namun setelah pindah sekolah di Jerman,anaknya selalu juara. Ternyata pendidikan dasar di Jerman tidak seberat diIndonesia;

·        Kalau kita lihatkompetisi internasional matematika, fisika, kimia dan mata pelajaran lainnyaditingkatan SMP-SMA, maka team Indonesia sering memperoleh kemenangan.Sebenarnya ini tidak bisa dijadikan patokan sebagai petunjuk kemampuan lebihbaik dibandingkan siswa siswi negara maju. Ini hanyalah sekedar angka-angkaatau piala-piala. Jika memang ingin berkompetisi harusnya di tingkatkanuniversitas, di mana warga Jerman digembleng untuk menjadi kreatif menghasilkankarya berkualitas tinggi di level ini.

 

VIII.      Exploitasi Semua Potensi untuk Menghasilkan KaryaBerkualitas “Made in Germany

      Jerman merupakan salah satu negara dengansumber daya alam yang sangat terbatas. Salah satu sumber devisa negara Jermanadalah dari industry teknologi berkualitasnya. Untuk mempertahankan posisi inimaka Jerman harus konsisten menghasilkan produk-produk teknologi berkualitas,mulai dari produk sederhana sampai produk yang rumit, Berbagai cara dilakukanuntuk mempertahankan kondisi ini, di mana peran pemerintah dan pendidikan,terutama tingkat universitas sangat diperlukan. Untuk itu negara Jerman selalumenciptakan kerjasama dan kondisi yang sangat kondusif antara berbagai pihakterkait, terutama dalam kerjasama berbagai riset sehingga bisa menghasilkanberagam teknologi baru berkualitas tinggi secara kontinyu.

     Tidak hanya potensi dari dalam negeriJerman saja yang dimanfaatkan, namun juga potensi external. Negara Jermanadalah negara maju yang memberikan kemudahan dan subsidi pendidikan kepada paramahasiswa/mahasiswi dari dalam dan luar negeri, yang ingin menempuh studi diJerman. Sebenarnya ini adalahs strategi Pemerintah Jerman untuk juga menjaringdan memanfaatkan potensi external, di mana biasanya para pelajar dari luarJerman ini juga diharapkan bisa mengerjakan bagian-bagian tertentu dari risetbesar yang terkadang hanya diketahui secara utuh oleh professor di institutbersangkutan. Walaupun bagian-bagian dari riset utama dikerjakan oleh berbagaikalangan, baik warganegara  Jermanataupun orang asing dari berbagai disiplin ilmu, namun produk teknologi yangdihasilkan tetap diproduksi di Jerman atau lisensi dari Jerman dan selanjutnyamenjadi sumber devisa negara melalui pemasaran secara global.

     Berbeda dengan di Indonesia, di manajumlah kelulusan mahasiswa/mahasiswi perguruan tinggi dan nilai index prestasiadalah yang lebih utama, ssedangkan di Jerman lebih menitik-beratkan padapenciptaan suatu produk berkualitas dan bernilai jual tinggi di segala bidang. 

     

      Demikiantulisan ini.  Sebenarnya banyak sekalipoint positif di negara Jerman yang belum diuraikan, tetapi point-point di atassudah bisa dijadikan pembanding dengan keadaan di Indonesia. Namun dari semua pointdi atas, ternyata masih sangat kurang penerapannya di Indonesia. Padahal sangatpenting untuk mensukseskan program “reformasimental”. Jika salah satu saja dari point di atas sudah dijalani dengansepenuh hati dan konsisten, tentunya akan mengubah mental orang Indonesiamenjadi lebih baik dan berkualitas.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun