Mohon tunggu...
Unnu Hartomo
Unnu Hartomo Mohon Tunggu... Wiraswasta bidang engineering -

Design engineer with mechanical engineering background.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Orientasi “Hasil Semata”: Penyebab Mengakar Kuatnya "Budaya Korupsi" di Indonesia?

27 Januari 2016   20:07 Diperbarui: 27 Januari 2016   20:15 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Padahal proses yang dijalaninya adalah membagi ilmunya kepada orang banyak. Semakin tinggi strata seseorang di Indonesia, maka dalam benak kebanyakan orang Indonesia harus sudah memiliki harta yang melimpah. Bila disederhanakan maksudnya, semakin tinggi strata orang di Indonesia, maka harus semakin melimpah kekayaannya. Berbeda dengan para dosen di universitas  negara maju, tidak peduli seperti apapun penampilannya, selama dia berproses dengan baik dan benar yaitu memajukan ilmu yang digelutinya, maka akan sangat dihargai.

Solusi untuk mencegah “Budaya Korupsi” 

Bila berbicara solusi untuk “budaya korupsi” yang sudah menjadi epidemic, maka terlihat merupakan suatu hal sangat mustahil. Namun mungkin bisa dicoba beberapa upaya-upaya berikut yang hanya bagian kecil dari banyak upaya yang bisa dan telah dilakukan:

1. Perlu ditanamkan kepada para generasi penerus bangsa sejak dini, hasil akhir bukanlah segala-galanya, tapi proses dengan misi dan visi yang jelas dan terarahlah yang terpenting. Generasi muda harus dibina agar senantiasa berproses dengan misi, visi dan komitmen, hasil akhir hanyalah merupakan efek dari proses;

2. Nilai akhir hanyalah pelengkap, setiap manusia harus diberikan kesempatan untuk berkarya sesuai dengan minat dan kemampuannya. Seseorang yang dianggap sukses seharusnya diukur dari apa yang dihasilkan apakah bermanfaat bagi orang banyak atau tidak. Percuma kalau hasil akhir/nilai akademis baik, tapi tidak fair dalam prosesnya atau ilmunya tidak bermanfaat untuk orang lain;

3. Perlu ditanamkan sejak usia dini dalam kehidupan yang sesaat ini di dunia, tidak hanya mengejar materi semata dengan membabi buta, tetapi harus punya misi dan visi yang baik dan terarah sehingga kelak bisa berproses untuk menghasilkan karya yang bermanfaat bagi orang banyak. Berkacalah pada Negara maju, di mana mereka telah banyak menghasilkan karya yang sangat bermanfaat bagi umat manusia, seperti: pesawat terbang, mesin, computer dan sebagainya;

4. Setiap individu harus diberikan kesempatan berproses, tidak dipaksa untuk secepatnya mendapatkan hasil;

5.       Cara pandang terhadap suatu kesuksesan perlu diubah, harusnya penghargaan tertinggi diberikan kepada siapa saja yang sudah berproses dengan sungguh-sungguh, tidak dengan cara yang salah. Cara pandang kebanyakan masyarakat Indonesia terhadap kesuksesan seharusnyua tidak hanya berdasarkan seberapa melimpah kekayaannya sesuai dengan strata pendidikannya, tapi bagaiman proses yang dijalaninya. Tukang sampah sekalipun tidak bisa dibilang manusia gagal, jika dia telah sukses mengolah sampah dan ahli dalam bidang persampahan, maka dia dapat dikategorikan sebagai orang yang sukses. Apapun profesinya dan bagaimanapun hasil yang didapatnya, penentuan tingkat kesusksesan seseorang sebaiknya dilihat dari proses yang dijalaninya.

Mungkin masih banyak cara lainnya untuk melawan atau bahkan menghilangkan ”budaya korupsi” ini, tapi yang pasti cara pikir kebanyakan masyarakat Indonesia harus diubah, supaya bisa berpikir seperti masyarakat di negara-negara maju (walaupun ada juga praktek korupsi di negara maju, namun tidak sebringas di indonesia).

Semakin tinggi strata pendidikan seseorang, bisa dikatakan “sukses”, jika dapat menghasilkan semakin banyak karya yang bermanfaat untuk orang banyak di bidang yang digelutinya. Semoga dengan perubahan pola pikir ini, akhirnya bangsa Indonesia dapat menghasilkan semakin banyak karya yang bermanfaat bagi orang banyak, mendunia dan menghilangkan “budaya korupsi” yang telah mengakar kuat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun