Mohon tunggu...
Ufqil mubin
Ufqil mubin Mohon Tunggu... Jurnalis - Rumah Aspirasi

Setiap orang adalah guru

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Penghakiman yang Harus Dilawan

24 November 2018   07:52 Diperbarui: 24 November 2018   08:55 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : penamerdeka.com

Di awal Januari 2018, pemuda berumur 25 tahun yang bernama Afo, tewas dihakimi massa di Desa Cenggu, Kecamatan Belo, Kabupaten Bima. Penyebabnya, dia ditangkap saat mencuri motor. Kemudian diadili secara brutal. Karena mengalami luka parah, tubuhnya babak belur, warga Parado itu meninggal dunia.

Sebulan berlalu, pada Februari 2018, seorang pemuda dari Desa Tangga Baru, Kecamatan Monta, Kabupaten Bima, dibakar massa bersama motor yang dicurinya. Korban kebringasan yang bernama Julkifli (20) itu tewan di tempat.

Kabarnya, almarhum dibakar warga karena mencuri kambing. Dia ditangkap setelah satu temannya kepergok saat mengambil ternakan warga itu.

Kasus ini mendapat perhatian luas di tingkat nasional. Sudah berulang kali hal serupa terjadi di Bima. Beberapa tahun yang lalu, seorang pemuda dibakar di pinggir jalan di Kota Bima. Penyebabnya sama, pelaku mencuri motor warga.

Masyarakat geram karena acap terjadi kasus serupa di daerah itu. Perbedaannya dengan kasus pertama, hanya pada "benda" yang dicuri. Sejumlah fenomena brutal itu berakhir pada penghakiman.

Rabu (21/11) lalu, beberapa teman saya di media sosial facebook membagikan aksi super kejam yang dilakukan empat orang. Satunya memegang parang. Beberapa orang memukul, menendang, dan melabrak anak muda yang berpakaian lusuh itu. Dia menjerit kesakitan. Mukanya babak-belur. Beberapa menit berlalu, darah bersimbah di sekujur tumbuhnya.

Seorang teman membuat keterangan bahwa kasus tersebut terjadi di areal bandara Kabupaten Bima. Penyebabnya, pemuda malang itu kedapatan mencuri motor warga. Tak ada penjelasan lebih lanjut bagaimana proses penangkapan dilakukan. Saya tidak tega menyaksikan video dengan durasi satu menit itu.

Orang-orang di media sosial membagikan aksi barbar itu dengan suka cita. Diiringi ucapan bernada pembelaan terhadap massa yang melakukan kekerasan pada pemuda itu.

Saya mencoba mengonfirmasi kasus tersebut di laman beberapa media arus utama di Bima. Belum ada satu pun yang memberitakan aksi tidak beradab itu. Terlepas dari benar atau salahnya lokasi penghakiman itu, catatan panjang kebrutalan dan main hakim sendiri di Kabupaten Bima sudah berada di ambang batas kewajaran.

Aksi keji itu, baik dilihat dari aspek kemanusiaan, hukum, maupun agama Islam, tidak dibenarkan. Masyarakat mestinya berusaha bersikap adil terhadap siapapun yang telah mencuri milik warga. Di satu sisi, kita mafhum bahwa mengambil milik orang lain itu tidak dibenarkan. Tetapi di sisi lain, main hakim sendiri adalah kesalahan yang tidak dapat ditoleransi.

Saya mengindentifikasi beberapa alasan di balik merebaknya kasus main hakim sendiri di daerah tersebut. Di antaranya: Pertama, masyarakat geram dengan kasus pencurian. Pada titik ini, penduduk setempat seolah tidak percaya hukum negara. Alasannya bisa beragam. Salah satunya, hukuman ringan yang kerap dijatuhkan kepada pencuri.

Kedua, kesadaran hukum yang lemah. Dugaan saya, sebagian besar masyarakat Bima belum memahami bahwa aksi main hakim tidak boleh dilakukan di Indonesia. Sementara yang memahami hukum negara, tidak berusaha sekuat tenaga memberikan penyadaran kepada masyarakat.

Ketiga, sosialisasi penegakan hukum dari aparat kepolisian dan pemerintah tidak berlangsung secara berkelanjutan. Terbukti, kasus penghakiman yang sama acap terjadi di Kabupaten Bima. Mestinya, setelah ada aksi barbar pada kasus pencurian, aparat kepolisian dan pemerintah setempat, selayaknya membuat  program penyadaran sebagai prioritas agar tidak terjadi kasus yang sama.

Keempat, peran sosial-kemasyarakatan para ulama, guru, tokoh masyarakat, dan elemen aktivis sosial tidak berjalan maksimal. Sepatutnya aksi kriminal yang dilakukan masyarakat atas pelaku pencurian, melahirkan agenda sosialisasi yang massif di masjid-masjid, kampus, hingga forum terbuka yang dibangun pegiat sosial. Supaya dapat menggerakkan massa. Semua pihak bergandengan tangan agar kasus yang sama tidak lagi menghiasi madia massa nasional dan daerah.

Ke depan, sudah selayaknya para pencuri di Kabupaten Bima diberikan hukuman yang setimpal. Kita geram karena tidak ada keamanan atas kemilikan pribadi. Dengan mudah, sebagian pemuda yang tidak bertanggung jawab mengambil milik orang lain tanpa ada perasaan berdosa. Penegak hukum sepatutnya menjatuhkan hukuman maksimal atas kasus pencurian. Supaya ada efek jera. Karena salah satu penyebab aksi main hakim sendiri itu muncul karena ketidakpuasan terhadap hukuman yang dijatuhkan pada pelaku.

Penegak hukum juga mesti memburu para pelaku penghakiman. Siapapun yang terlibat dan menginisiasi kekerasan itu dijatuhkan hukum berat. Tak ada alasan dan dasar yang membolehkan setiap orang mengambil opsi kekerasan di luar ketentuan hukum yang berlaku.

Kepolian juga perlu membuat jejaring yang luas sampai ke tingkat rukun tetangga (RT). Ketika ada aksi pencurian, aparat bisa dengan cepat mendapatkan informasi dan turun ke tempat kejadian. Sebelum ada aksi penghakiman, Ketua RT setempat berusaha menghalau serta mengamankan palaku sebelum terlanjur ada aksi main hakim sendiri.

Ini soal kesadaran massif  entitas negara (baca: pemerintah, kepolisian, dan masyarakat) yang harus hadir sebagai bagian penting yang dapat saling menyatukan langkah agar kasus penghakiman tidak lagi muncul di Bima.

Kita boleh tidak sependapat dengan aksi pencurian. Lalu berupaya memeranginya. Karena itu pelanggaran hukum. Tetapi melakukan aksi brutal, sangat tidak dibenarkan. Maka tugas kita sebagai bagian dari entitas negara yang mesti hadir memberikan penyadaran pada masyarakat. Agar tidak melakukan aksi main hakim sendiri. 

Sudah selayaknya setiap orang menjunjung tinggi dan menempatkan setiap kasus dengan cara praduga tak bersalah. Apabila berhasil menangkap pencuri, serahkan pada parat kepolisian agar dibawa ke meja hijau untuk diadili.  Itulah bentuk masyarakat sadar hukum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun