Membaca buku ini, kita bisa paham bahwa Islam agama Islam masuk Lampung sekitar abad ke-15 melalui tiga pintu utama. Dari arah barat (Minangkabau) agama ini masuk melalui Belalau (Lampung Barat), dari utara (Palembang) melalui Komering pada masa Adipati Arya Damar (1443), dan dari arah selatan (Banten) oleh Fatahillah atau Sunan Gunung Jati, melalui Labuhanmaringgai di Keratuan Pugung (1525).
Prosses Islamisasi dari Hindu-Budha juga dengan tiga jalur, yaitu jalur budaya seperti dicontohkan Walisongo di Jawa, jalur perdagangan seperti yang terjadi di pesisir Sumatera Utara yang menjadi persinggahan pedagang muslim dari Gujarat India yang mensyiarkan agama Islam, dan jalur perkawinan dengan penduduk setempat yang membuat Islam menyebar.
Dalam buku ini juga disinggung tentang Kerajaan Sekala Brak zaman Hindu Budha dan Kerajaan Paksi Pak Sekala Brak yang Islam. Ada juga Kerajaan Tulang Bawang Hindu-Budha dan Kerajaan Tulang Bawang Islam.
Dalam bab lain dibahas tokoh-tokoh penyebar dan pejuang Islam di Lampung, mulai dari Sunan Gunung Jati, Sayyid Maulana Malik Abdullah, Syaikh Aminullah Ibrahim, Ratu Menangsi, Ratu Darah Putih, Pamutokh Agung, Raden (Radin?) Inten II, Al Habib Ali bin Abdurrahman Alaydrus, Tubagus Mahdum, Tubagus Yahya, Wali Samin bin Muhammad, Tubagus Buang Gunung Kunyit, Tubagus Ali Faqih, Tubagus Sangkrah, Syaikh Muhammad Nambihi hingga KH Glolib Pringsewu.
Buku ini ditutup dengan peninggalan Islam Lampung berupa Masjid Al Anwar dan Masjid Al Yakin sebagai penanda agama Islam berkembang sejak lama di Lampung.
 Hanya sedikit yang mengganggu -- yang sebenarnya ini tidak etis saya kemukakan karena ini berkaitan dengan bahasa dan seharusnya sudah selesai dalam proses penerbitannya --, yaitu minimnya peran penyuntingan  atau editing dalam buku ini. Dari halaman awal saja (hlm v), saya menemukan kesalahan ejaan seperti kata Allah dan Islam (yang ditulis dengan huruf a dan I kecil), diatas (seharusnya di atas); kalimat yang panjang-panjang yang mengakibatkan makna menjadi kabur seperti di hlm ix---xiii yang cenderung satu kalimat di satu paragraf.
Ada juga beberapa nama yang mungkin keliru ditulis seperti Maulana Umpu Ngegalang Paksi (ditulis: Maulana Umpu Ngelalang Paksi, ngelalang (bhs Lampung) = menertawakan), Ramji Pasai (juga nama dusun di Kecamatan Belalau, Lampung Barat), artinya "kita ini Pasai" yang dalam buku ditulis "Kanji Pasai". Â Disebut juga pada awalnya Ratu Sekeremong adalah raja pertama Sekala Brak, tetapi pada bagian lain dikatakan ada raja Sekala Brak sebelum Sekeremong.
Selebihnya secara keseluruhan buku ini  patut kita sambut, kita apresiasi, dan kita berikan penghargaan kepada penulisnya: Muhammmad Candra Syahputra dan Riyansyah. Terima kasih telah menyumbangkan sesuatu yang berharga bagi masyarakat dan tamadun  Lampung. Sebagai pembuka awal untuk memahami dan menelusi Islam di Lampung, buku ini memiki arti penting. Ia bisa menjadi referensi yang utama di tengah minimkan buku yang membicarakan Lampung dan kelampungan, khususnya mengenai Islam di Lampung.  Tabik. [
--------------
* Disampaikan dalam Ngaji Budaya dan Bedah Buku Napaktilas Jejak Islam Lampung dalam rangkaian Peringatan Hari Santri Nasional (HSN) di Pondok Pesantren Al Hikmah, Langkapura, Bandar Lampung, 21 Oktober 2017.
[1] Erwiza Erman, 2016, "Mendekatkan Bukti Sejarah Masyarakat dan Budaya Indonesia ke Pemiliknya", pengantar untuk  Frieda Amran, Mencari Jejak Masa Lalu Lampung: Lampung Tumbai 2014, Edisi Kedua, Bandar Lampung: Pustaka LaBRAK, hlm. Xi.