"Kan ada telpon. Lagian kalo deket-deket terus ngeri juga, nanti ada yang nyetrum!"
Mereka terkikih bersama. Kesetrum kok lucu ya? Dasar anak muda!
"Gimanaaaa"" Gantian Rivai yang merajuk.
Widya tersenyum simpul tali kapal. "Ehmm, aku pikir-pikir dulu ya?"
"Baiklah," Baiklah? Formil betul! Rivai senyum-senyum sendiri.
Klik. Malam ini ada dua orang yang kelimpungan. Yang satu melongo melihat bintang di langit sambil berbaring di bangku terminal, satunya lagi senyum-senyum melihat sepasang cicak berkejaran di langit-langit kamar kontrakan.
****
Sudah tiga minggu ini, tiada kabar dari Rivai. Padahal Widya sudah siap untuk memberi jawaban. Saat menelepon ke rumahnya, Widya mendapat kabar bahwa Rivai sedang mendokumentasikan Pesta Rakyat di Lampung. Tapi kenapa tidak telepon, Vai? Aku ingin juga mendapat kabar kamu dari sana, batin Widya berkeluh-kesah.
Lalu bagaimana juga dengan jawaban yang sudah dia persiapkan? Masak Widya harus meninggalkan pesan pada orangtua Rivai: "Pak, Bu, tolong bilang sama anaknya yang rada sinting itu, saya mau banget jadi pacarnya" Duh, yang benar saja!
Tanpa sadar Widya berteriak di gudang belakang, "Rivai sialaaann! Untuk apa kamu hadir kalo cuma bikin aku gelisah kayak giniiii..!"
Bu Fatma, pemilik apotik, tergopoh lari ke belakang. "Ada apa, Wid? Kok teriak-teriak kayak gitu?"