Mohon tunggu...
Indra Afriza
Indra Afriza Mohon Tunggu... wiraswasta -

penyair dari harapan yang lama hilang

Selanjutnya

Tutup

Puisi

SUARA

14 Agustus 2012   15:19 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:46 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

"Kok bisa? Kita kan belum pernah ketemuan? Aku jelek lho!"

"Kalo aku sih ganteng banget. Pintar, sensitif, romantis, menguasai semua kitab dunia, pernah nulis puisi yang dipuji pengamat sastra dari Jerman. Keluargaku kaya-raya tapi aku lebih suka tidur di jalan ketimbang di rumah. Aku punya semua yang dibutuhkan oleh manusia, dan seterusnya, dan semacamnya..." Rivai mulai melantur.

Widya tersenyum. "Tuh, bayangkan, apa kamu enggak salah pilih? Aku cuma apoteker yang melihara kucing kampung di kontrakanku yang kamar mandinya gabung dengan tetangga."

"Semua yang berwujud, satu waktu bakal hilang. Tapi kita selalu punya kemungkinan, terutama: kemungkinan untuk mencintai."

Widya mengernyit. Duh, ini lelaki serius amat! Dadanya berdesir. "Kok kamu bisa suka sama aku. Padahal, kamu baru tahu suaraku saja?"

"Suara itu datang dari dalam. Menembus semua penampilan luar, menyampaikan apa yang tersembunyi di dalam. Kenyataan yang sebenarnya tanpa kepura-puraan. Seorang ahli jiwa bisa mengetahui kepribadian seseorang dari suaranya. Aku bukan ahli jiwa tapi aku bisa mendengar juga, dan dari yang aku dengar... aku suka."

"Aku manja," Rajuk Widya.
"Aku pelupa," Jawab Rivai.
"Terus gimana dong?"
"Jadian yuk? Sebelum kiamat."
"Iihh, gimana yaa"?"
"Terserah kamu."
"Kamu orangnya perhatian enggak?"

"Aku kutu buku yang keracunan, setiap huruf aku lahap dengan teliti. Tentu saja, aku penuh dengan perhatian."

"Akan selalu siap mendampingi?"

"Aku selalu avontur, mengembara ke berbagai tempat."

Widya merengut, "Yah, gimana doong?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun